28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Adik Ali Umri Nangis-nangis Dimarahi Hakim

Masniari, Kadis PU Binjai
Masniari, Kadis PU Binjai

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang dugaan korupsi proyek fiktif swakelola pemeliharaan jalan, jembatan, sungai drainase dan gedung yang merugikan negara Rp3 miliar kembali digelar di Ruang Cakra VII, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Kamis (28/8) siang. Mantan Kepala Dinas PU Kota Binjai, Masniari yang didudukkan sebagai terdakwa nangis-nangis dimarahi hakim.

Adik kandung mantan Wali Kota Binjai, Ali Umri itu dinilai bohong saat ditanya soal jumlah uang rakyat yang ia ‘telan’ dalam kasus itu. Betapa tidak, dalam agenda pemeriksaan terdakwa itu, Masniari mengaku hanya menikmati uang negara Rp100 juta untuk kepentingan pribadi dan membagi-bagikannya ke honorer di Dinas PU Kota Binjai.

“Saya terima uang cuma Rp100 juta, itu pun saya bagi-bagikan ke honorer Dinas PU,” terang wanita yang mengenakan kemeja lengan panjang dan jilbab cokelat itu.

Mendengar itu, hakim anggota Agus Setiawan sontak berang. “Saudara sebagai Kepala Dinas PU, kenapa bisa melakukan ini (korupsi)? Cobalah pikir, saudara kadis, suami saudara pengusaha, apa tak cukup penghasilan saudara?” tanya hakim dengan suara lantang.

Masniari tak mampu menjawab dengan keras. Mikrophone di tangannya sesekali saja diangkatnya untuk menjawab seadanya dengan nada pelan tak begitu terdengar. Hakim Agus kemudian kembali bertanya.

“Saya katakan lagi, saudara kadis dan suami saudara pengusaha. Saudara juga tahu kan, kalau di sekitar rumah saudara masih banyak orang yang miskin, saya minta saudara hitung, berapa penghasilan saudara ditotalkan dengan penghasilan suami saudara. Pasti sampai kan lebih Rp10 juta, apa tak cukup itu? Berapa anak saudara? Susu berapa harganya satu kaleng? Ini yang namanya sudah telanjur basah. Saudara tak pernah bersyukur. Saudara hajjah di sini. Harusnya malu,” bentak hakim lagi.

Tak kuasa menerima cibiran itu, Masniari sontak menangis sesunggukan sembari mengangguk-anggukkan kepalanya di hadapan hakim. Masniari mengiyakan bahwa dari penghasilannya dan penghasilan suaminya jika digabungkan bisa mencapai Rp10 juta dan mengatakan bahwa dirinya memiliki 3 orang anak yang masih kecil.

“Sekarang, saudara jujur lah, berapa uang yang saudara nikmati? Jawab jujur, sebelum hakim yang merincikan jumlahnya, karena uang itu nantinya yang akan saudara ganti. Bahkan kalau cuma Rp50 ribu pun harus saudara pertanggung jawabkan,” tanya hakim.

Masniari tidak langsung menjawab dan terdiam beberapa saat. “Seratus juta rupiah pak,” jawab Masniari yang kemudian menjelaskan bahwa uang tersebut dibagi-bagikannya ke honorer di Dinas PU Binjai.

Ketua Majelis Hakim, Nelson J. Marbun juga meminta kepada terdakwa agar lebih terbuka. “Saudara sebaiknya terbuka, karena di sini pengadilan. Saudara tetap dilindungi hukum, apapun yang ingin disampaikan, sampaikan saja. Misalnya soal dakwaan kepada saudara, soal kerugian negara yang didakwakan ke saudara. Nah, menurut saudara, siapa pejabat lain yang harus bertanggung jawab di sini. Selain saudara, adakah orang lain,” katanya.

“Tidak ada pak,” jawab Masniari.

“Baik, tidak ada yang lain lagi ya, jawaban itu dicatat oleh panitera, bahwa tidak ada orang lain lagi selain saudara ya,” kata Nelson yang diiyakan oleh terdakwa dengan anggukan.

Padahal, dalam kasus ini majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan sebelumnya telah menghukum Arfan Batubara dan Zulfansya, selaku bendahara. Nelson juga mempertanyakan alasan terdakwa yang sebelumnya melarikan diri, apakah karena merasa takut?

Menurut terdakwa, dia melarikan diri karena keluarganya takut ia masuk penjara.

“Bukan karena saya ketakutan, tapi karena keluarga saya takut kalau nantinya saya akan dipenjara,” terangnya.

Usai mendengarkan keterangan terdakwa, sidang ditunda hingga pekan depan dengan agenda tuntutan. Seusai persidangan, penasehat hukum terdakwa pun enggan diwawancarai dan menghindar dari wartawan. Begitu juga dengan jaksa penuntut umum yang menghindar ketika ditemui wartawan.

“Jangan tanya saya, tanya ke Kejari Binjai saja,” katanya sambil berlalu bersama terdakwa.

Dalam sidang tersebut, selama persidangan jaksa penuntut umum juga lebih banyak diam tanpa bertanya kepada terdakwa sampai palu diketuk hakim.

Seperti diketahui, Masniari sempat melarikan diri dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan ditangkap di rumah saudaranya di Kampung Kranggan Kulon, Kel. Jati Raden, Kec. Sampurna, Bekasi pada Minggu (6/4) lalu. Dan dalam pengerjaaan proyek di wilayah Kota Binjai tersebut, Masniari yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah merugikan keuangan negara.

Masniarni didakwa merugikan negara Rp3,3 miliar terkait proyek swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan, pemeliharaan sungai, drainase dan gedung TA 2010. Proyek senilai Rp5 miliar tersebut diduga fiktif.

Proyek itu terdiri dari 69 paket pengerjaan. Yakni, 23 paket pekerjaan pemeliharaan jalan, 11 paket pemeliharaan jembatan, 13 paket pemeliharaan drainase, 7 paket pemeliharaan gedung, 9 paket pemeliharaan sungai dan 6 paket luncuran. Menurut jaksa, proyek fiktif pemeliharaan jalan dan jembatan merugikan negara Rp2 miliar, sedangkan pemeliharaan sungai, drainase dan gedung sebesar Rp1,3 miliar.

Sebelum diseret ke pengadilan, Masniarni sempat buron selama tiga tahun. Dalam perkara ini, majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan telah menghukum Arfan Batubara dan Zulfansya, selaku bendahara. (bay/deo)

Masniari, Kadis PU Binjai
Masniari, Kadis PU Binjai

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang dugaan korupsi proyek fiktif swakelola pemeliharaan jalan, jembatan, sungai drainase dan gedung yang merugikan negara Rp3 miliar kembali digelar di Ruang Cakra VII, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Kamis (28/8) siang. Mantan Kepala Dinas PU Kota Binjai, Masniari yang didudukkan sebagai terdakwa nangis-nangis dimarahi hakim.

Adik kandung mantan Wali Kota Binjai, Ali Umri itu dinilai bohong saat ditanya soal jumlah uang rakyat yang ia ‘telan’ dalam kasus itu. Betapa tidak, dalam agenda pemeriksaan terdakwa itu, Masniari mengaku hanya menikmati uang negara Rp100 juta untuk kepentingan pribadi dan membagi-bagikannya ke honorer di Dinas PU Kota Binjai.

“Saya terima uang cuma Rp100 juta, itu pun saya bagi-bagikan ke honorer Dinas PU,” terang wanita yang mengenakan kemeja lengan panjang dan jilbab cokelat itu.

Mendengar itu, hakim anggota Agus Setiawan sontak berang. “Saudara sebagai Kepala Dinas PU, kenapa bisa melakukan ini (korupsi)? Cobalah pikir, saudara kadis, suami saudara pengusaha, apa tak cukup penghasilan saudara?” tanya hakim dengan suara lantang.

Masniari tak mampu menjawab dengan keras. Mikrophone di tangannya sesekali saja diangkatnya untuk menjawab seadanya dengan nada pelan tak begitu terdengar. Hakim Agus kemudian kembali bertanya.

“Saya katakan lagi, saudara kadis dan suami saudara pengusaha. Saudara juga tahu kan, kalau di sekitar rumah saudara masih banyak orang yang miskin, saya minta saudara hitung, berapa penghasilan saudara ditotalkan dengan penghasilan suami saudara. Pasti sampai kan lebih Rp10 juta, apa tak cukup itu? Berapa anak saudara? Susu berapa harganya satu kaleng? Ini yang namanya sudah telanjur basah. Saudara tak pernah bersyukur. Saudara hajjah di sini. Harusnya malu,” bentak hakim lagi.

Tak kuasa menerima cibiran itu, Masniari sontak menangis sesunggukan sembari mengangguk-anggukkan kepalanya di hadapan hakim. Masniari mengiyakan bahwa dari penghasilannya dan penghasilan suaminya jika digabungkan bisa mencapai Rp10 juta dan mengatakan bahwa dirinya memiliki 3 orang anak yang masih kecil.

“Sekarang, saudara jujur lah, berapa uang yang saudara nikmati? Jawab jujur, sebelum hakim yang merincikan jumlahnya, karena uang itu nantinya yang akan saudara ganti. Bahkan kalau cuma Rp50 ribu pun harus saudara pertanggung jawabkan,” tanya hakim.

Masniari tidak langsung menjawab dan terdiam beberapa saat. “Seratus juta rupiah pak,” jawab Masniari yang kemudian menjelaskan bahwa uang tersebut dibagi-bagikannya ke honorer di Dinas PU Binjai.

Ketua Majelis Hakim, Nelson J. Marbun juga meminta kepada terdakwa agar lebih terbuka. “Saudara sebaiknya terbuka, karena di sini pengadilan. Saudara tetap dilindungi hukum, apapun yang ingin disampaikan, sampaikan saja. Misalnya soal dakwaan kepada saudara, soal kerugian negara yang didakwakan ke saudara. Nah, menurut saudara, siapa pejabat lain yang harus bertanggung jawab di sini. Selain saudara, adakah orang lain,” katanya.

“Tidak ada pak,” jawab Masniari.

“Baik, tidak ada yang lain lagi ya, jawaban itu dicatat oleh panitera, bahwa tidak ada orang lain lagi selain saudara ya,” kata Nelson yang diiyakan oleh terdakwa dengan anggukan.

Padahal, dalam kasus ini majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan sebelumnya telah menghukum Arfan Batubara dan Zulfansya, selaku bendahara. Nelson juga mempertanyakan alasan terdakwa yang sebelumnya melarikan diri, apakah karena merasa takut?

Menurut terdakwa, dia melarikan diri karena keluarganya takut ia masuk penjara.

“Bukan karena saya ketakutan, tapi karena keluarga saya takut kalau nantinya saya akan dipenjara,” terangnya.

Usai mendengarkan keterangan terdakwa, sidang ditunda hingga pekan depan dengan agenda tuntutan. Seusai persidangan, penasehat hukum terdakwa pun enggan diwawancarai dan menghindar dari wartawan. Begitu juga dengan jaksa penuntut umum yang menghindar ketika ditemui wartawan.

“Jangan tanya saya, tanya ke Kejari Binjai saja,” katanya sambil berlalu bersama terdakwa.

Dalam sidang tersebut, selama persidangan jaksa penuntut umum juga lebih banyak diam tanpa bertanya kepada terdakwa sampai palu diketuk hakim.

Seperti diketahui, Masniari sempat melarikan diri dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan ditangkap di rumah saudaranya di Kampung Kranggan Kulon, Kel. Jati Raden, Kec. Sampurna, Bekasi pada Minggu (6/4) lalu. Dan dalam pengerjaaan proyek di wilayah Kota Binjai tersebut, Masniari yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah merugikan keuangan negara.

Masniarni didakwa merugikan negara Rp3,3 miliar terkait proyek swakelola pemeliharaan jalan dan jembatan, pemeliharaan sungai, drainase dan gedung TA 2010. Proyek senilai Rp5 miliar tersebut diduga fiktif.

Proyek itu terdiri dari 69 paket pengerjaan. Yakni, 23 paket pekerjaan pemeliharaan jalan, 11 paket pemeliharaan jembatan, 13 paket pemeliharaan drainase, 7 paket pemeliharaan gedung, 9 paket pemeliharaan sungai dan 6 paket luncuran. Menurut jaksa, proyek fiktif pemeliharaan jalan dan jembatan merugikan negara Rp2 miliar, sedangkan pemeliharaan sungai, drainase dan gedung sebesar Rp1,3 miliar.

Sebelum diseret ke pengadilan, Masniarni sempat buron selama tiga tahun. Dalam perkara ini, majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan telah menghukum Arfan Batubara dan Zulfansya, selaku bendahara. (bay/deo)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/