25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Polsek Sunggal Diduga Arahkan Oknum Kades Berdamai dengan Korban Penganiayaan

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Proses penyelidikan dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum kepala desa di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deliserdang seperti jalan di tempat atau mandek di Polsek Sunggal. Ironisnya, Polsek Sunggal diduga malah mengarahkan terlapor berinisial MP selaku oknum kepala desa untuk bertemu dengan pelapor.

Praktisi Hukum asal Kota Medan, Redyanto Sidi menilai, pertemuan antara terlapor dengan pelapor tidak sah atau tidak patut atau cacat demi hukum. Pasalnya, pertemuan yang digelar tidak dilakukan di hadapan penyidik.

“Harusnya dilakukan secara resmi di kantor polisi dan yang menjadi negosiator adalah polisi. Ketika dilakukan formal, nanti akan ada semacam berita acara, tercapai atau tidak,” ujarnya, Jumat (29/9/2023).

Dia menjelaskan, kalau pertemuan tidak menemui kata kesepakatan bersama, hal tersebut dapat menjadi bahan polisi untuk melakukan proses lanjutan. Artinya, penyidik Polsek Sunggal dapat melakukan serangkaian proses penyelidikan lanjutan.

Namun sayangnya, pertemuan yang diduga atas arahan dari penyidik kepada terlapor berlangsung tidak resmi. “Kalau tidak tercapai, itu akan menjadi bahan polisi untuk melakukan proses lanjutan. Seperti memanggil para pihak dan sebagainya sampai dengan peningkatan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan,” urainya.

Bahkan dia juga menyarankan agar penyidik segera melakukan serangkaian proses selanjutnya. Juga tak luput menetapkan terlapor sebagai tersangka.

“Ya, seharusnya kalau gelar bisa saja. Cuma Kadang-kadang mereka gak mau 2 kali kerja, misalnya kalau sudah gelar naik status perkara dari penyelidikan ke penyidikan. Tiba-tiba ada perdamaian, gak mau dia 2 kali kerja, makanya dianjurkan untuk bertemu. Cuma bertemunya itu harusnya yang resmi lah, jangan lah terlapor disuruhnya menemui pelapor,” bebernya.

Bagi dia, langkah yang dilakukan penyidik Polsek Sunggak tidak tepat atau tidak patut. “Harusnya dilakukan secara formal dengan terlapot buat surat dan mengajukan permohonan ke penyidik untuk dipertemukan, untuk dinegosiasikan,” ujarnya.

Meski demikian, pertemuan tersebut tidak menemui kata sepakat. Karenanya, dia menyarankan, penyidik segera melakukan proses lanjutan hingga pemeriksaan lainnya.

“Kalau perkara cukup 2 alat bukti, mereka akan melakukan gelar, maka perkara naik dari penyelidikan dan penyidikan,” katanya.

Kepada pelapor, dia menyarankan untuk datangi Polsek Sunggal. Alasannya, korban berhak meminta surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP).

“Kepolisian wajib memberikan SP2HP kepada pelapor dan pelapor berhak untuk bertanya atau memintanya,” serunya.

Disoal ada dugaan Polsek Sunggal mengulur perkara, dia menyarankan untuk membuat laporan ke Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sumut atau Seksi Propam Polrestabes Medan. “Kalau ada indikasi diulur-ulur, untuk mengujinya maka kita lakukan pelaporan kepada lembaga yang mengawasi penyidik yaitu Propam. Itu jalurnya untuk menguji ada indikasi apalagi kuat dugaan,” serunya.

Terpisah, Kanit Reskrim Polsek Sunggal, Iptu Suyanto Usman tak menjawab konfirmasi yang dilakukan wartawan. Informasi diperoleh, pelapor dan terlapor disebut ada menggelar pertemuan di Binjai.

Namun, pertemuan tidak dilakukan atau diinisiasi oleh penyidik. Sebelumnya, pelapor berinisial AH (36) warga Binjai Utara, menjadi sasaran amukan dari sang kades yang berinisial MP di lokasi judi tembak ikan yang diduga berdiri di belakang rumah terlapor.

Tak terima atas penganiayaan yang dilakukan MP hingga korban mengalami sakit pada pipi sebelah kanannya, melaporkan peristiwa tersebut ke SPKT Polsek Sunggal sesuai Nomor: LP/B/1780/IX/2023/SPKT/Polsek Sunggal/Polrestabes Medan pada Senin (18/9/2023) petang.

“Saya dipukul dan menjadi korban pemukulan pada Jum’at (15/9/2023) pukul 23.30 WIB. Saya datang bersama seorang teman yang jurnalis untuk mendampinginya melakukan tugas peliputan,” ujar korban.

“Kami datang ke tempat (lokasi judi tembak ikan) itu sudah ada keributan. Pria yang diduga kades yang ribut saat itu, kami tanda dia (terlapor) kades karena pada malam itu, pakai baju batik dan topi dinas yang bertuliskan kepala desa,” sambung korban.

AH diduga menjadi korban amukan keributan dari sang kades di barak judi tembak ikan tersebut. Pasalnya, korban tiba-tiba langsung menghampirinya dan memberikan bogem mentah.

“Pikir hanya gertak saja, rupanya langsung kasih pukulan mantap ke pipi kanan. Saya pikir cuma gertak karena gak mungkin seorang kades berani memukul, kecuali sama pelaku maling mungkin lah,” bebernya.

Dia menyesalkan tindakan oknum kades yang melakukan pemukulan tanpa sebab. Ditambah lagi, AH datang hanya sekedar mendampingi temannya saja.

“Seorang kades harusnya mengayomi masyarakat tapi malah melakukan pemukulan terhadap saya. Kami tidak tau apa sebabnya dia (terlapor) marah-marah, tiba-tiba langsung mukul,” kata dia.

Lokasi judi tembak ikan ini diduga juga menjual sabu hingga menyediakan lapak isapnya. Lokasi ilegal ini diduga juga berdiri sejak setahun belakangan.

Kala itu, terdapat 1 unit mesin tembak ikan dilengkapi 3 unit jempot. Kemudian belakangan disebut bertambah lagi 1 unit mesin tembak ikan di sana yang diduga milik seseorang marga Sembiring. (ted/ram)

BINJAI, SUMUTPOS.CO – Proses penyelidikan dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum kepala desa di Kecamatan Sunggal Kabupaten Deliserdang seperti jalan di tempat atau mandek di Polsek Sunggal. Ironisnya, Polsek Sunggal diduga malah mengarahkan terlapor berinisial MP selaku oknum kepala desa untuk bertemu dengan pelapor.

Praktisi Hukum asal Kota Medan, Redyanto Sidi menilai, pertemuan antara terlapor dengan pelapor tidak sah atau tidak patut atau cacat demi hukum. Pasalnya, pertemuan yang digelar tidak dilakukan di hadapan penyidik.

“Harusnya dilakukan secara resmi di kantor polisi dan yang menjadi negosiator adalah polisi. Ketika dilakukan formal, nanti akan ada semacam berita acara, tercapai atau tidak,” ujarnya, Jumat (29/9/2023).

Dia menjelaskan, kalau pertemuan tidak menemui kata kesepakatan bersama, hal tersebut dapat menjadi bahan polisi untuk melakukan proses lanjutan. Artinya, penyidik Polsek Sunggal dapat melakukan serangkaian proses penyelidikan lanjutan.

Namun sayangnya, pertemuan yang diduga atas arahan dari penyidik kepada terlapor berlangsung tidak resmi. “Kalau tidak tercapai, itu akan menjadi bahan polisi untuk melakukan proses lanjutan. Seperti memanggil para pihak dan sebagainya sampai dengan peningkatan status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan,” urainya.

Bahkan dia juga menyarankan agar penyidik segera melakukan serangkaian proses selanjutnya. Juga tak luput menetapkan terlapor sebagai tersangka.

“Ya, seharusnya kalau gelar bisa saja. Cuma Kadang-kadang mereka gak mau 2 kali kerja, misalnya kalau sudah gelar naik status perkara dari penyelidikan ke penyidikan. Tiba-tiba ada perdamaian, gak mau dia 2 kali kerja, makanya dianjurkan untuk bertemu. Cuma bertemunya itu harusnya yang resmi lah, jangan lah terlapor disuruhnya menemui pelapor,” bebernya.

Bagi dia, langkah yang dilakukan penyidik Polsek Sunggak tidak tepat atau tidak patut. “Harusnya dilakukan secara formal dengan terlapot buat surat dan mengajukan permohonan ke penyidik untuk dipertemukan, untuk dinegosiasikan,” ujarnya.

Meski demikian, pertemuan tersebut tidak menemui kata sepakat. Karenanya, dia menyarankan, penyidik segera melakukan proses lanjutan hingga pemeriksaan lainnya.

“Kalau perkara cukup 2 alat bukti, mereka akan melakukan gelar, maka perkara naik dari penyelidikan dan penyidikan,” katanya.

Kepada pelapor, dia menyarankan untuk datangi Polsek Sunggal. Alasannya, korban berhak meminta surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP).

“Kepolisian wajib memberikan SP2HP kepada pelapor dan pelapor berhak untuk bertanya atau memintanya,” serunya.

Disoal ada dugaan Polsek Sunggal mengulur perkara, dia menyarankan untuk membuat laporan ke Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Sumut atau Seksi Propam Polrestabes Medan. “Kalau ada indikasi diulur-ulur, untuk mengujinya maka kita lakukan pelaporan kepada lembaga yang mengawasi penyidik yaitu Propam. Itu jalurnya untuk menguji ada indikasi apalagi kuat dugaan,” serunya.

Terpisah, Kanit Reskrim Polsek Sunggal, Iptu Suyanto Usman tak menjawab konfirmasi yang dilakukan wartawan. Informasi diperoleh, pelapor dan terlapor disebut ada menggelar pertemuan di Binjai.

Namun, pertemuan tidak dilakukan atau diinisiasi oleh penyidik. Sebelumnya, pelapor berinisial AH (36) warga Binjai Utara, menjadi sasaran amukan dari sang kades yang berinisial MP di lokasi judi tembak ikan yang diduga berdiri di belakang rumah terlapor.

Tak terima atas penganiayaan yang dilakukan MP hingga korban mengalami sakit pada pipi sebelah kanannya, melaporkan peristiwa tersebut ke SPKT Polsek Sunggal sesuai Nomor: LP/B/1780/IX/2023/SPKT/Polsek Sunggal/Polrestabes Medan pada Senin (18/9/2023) petang.

“Saya dipukul dan menjadi korban pemukulan pada Jum’at (15/9/2023) pukul 23.30 WIB. Saya datang bersama seorang teman yang jurnalis untuk mendampinginya melakukan tugas peliputan,” ujar korban.

“Kami datang ke tempat (lokasi judi tembak ikan) itu sudah ada keributan. Pria yang diduga kades yang ribut saat itu, kami tanda dia (terlapor) kades karena pada malam itu, pakai baju batik dan topi dinas yang bertuliskan kepala desa,” sambung korban.

AH diduga menjadi korban amukan keributan dari sang kades di barak judi tembak ikan tersebut. Pasalnya, korban tiba-tiba langsung menghampirinya dan memberikan bogem mentah.

“Pikir hanya gertak saja, rupanya langsung kasih pukulan mantap ke pipi kanan. Saya pikir cuma gertak karena gak mungkin seorang kades berani memukul, kecuali sama pelaku maling mungkin lah,” bebernya.

Dia menyesalkan tindakan oknum kades yang melakukan pemukulan tanpa sebab. Ditambah lagi, AH datang hanya sekedar mendampingi temannya saja.

“Seorang kades harusnya mengayomi masyarakat tapi malah melakukan pemukulan terhadap saya. Kami tidak tau apa sebabnya dia (terlapor) marah-marah, tiba-tiba langsung mukul,” kata dia.

Lokasi judi tembak ikan ini diduga juga menjual sabu hingga menyediakan lapak isapnya. Lokasi ilegal ini diduga juga berdiri sejak setahun belakangan.

Kala itu, terdapat 1 unit mesin tembak ikan dilengkapi 3 unit jempot. Kemudian belakangan disebut bertambah lagi 1 unit mesin tembak ikan di sana yang diduga milik seseorang marga Sembiring. (ted/ram)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/