32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Sidang Prapid Polres Belawan , Ada Kesalahan Prosedur Saat Penangkapan

AGUSMAN/SUMUT POS
BACAKAN: Kuasa hukum pemohon membacakan permohonan pada sidang prapid terkait penangkapan dua warga oleh Polres Belawan, Selasa (29/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim tunggal yang dipimpin Morgan Simanjuntak, menyidangkan kasus praperadilan (prapid) terhadap Polres Pelabuhan Belawan atas penangkapan dua warga di Ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (29/1). Keduanya, Hasudungan Simatupang dan Syahrial digelar.

SIDANG yang beranggedakan pembacaan permohonan pemohon tersebut, berjalan cukup singkat. Majelis hakim menjadwalkan sidang akan dilanjutkan kembali pada Rabu (30/1), dengan agenda jawaban dari termohon.

Kuasa hukum pemohon, Husein Hutagalung mengatakan, dalam permohonan prapid yang diajukan ia menilai polisi telah melanggar prosedur dalam melakukan penangkapan terhadap kedua warga Belawan tersebut.

“Termohon melakukan penangkapan terhadap Syahrial dan Hasudungan tidak didahului dengan pemanggilan. Ini kan bertentangan dengan prosedur. Kenapa mereka langsung ditangkap dan ditahan,” ucapa Husein.

Hal ini, kata Husein, termohon melanggar peraturan Kapolri No.14 tahun 2012 Tentang Manajemen Pendidikan Tindak Pidana Pasal 11 ayat 3.

“Jelas ini bertentangan. Dari duduk persoalannya, dalam hal ini polisi juga harus tahu itu tindak pidana atau bukan yang dilanggar,” terang Husein.

Apalagi, sang pelapor Kartik yang melaporkan kliennya itu ke polisi karena dituduh membongkar pintu tembok di lahan yang disebut milik Timin Bingei Purba Siboro, juga belum jelas keberadaan tanahnya.

Husein juga menyesalkan sikap Polres Pelabuhan Belawan yang telah menangkap dan menahan kliennya atas kasus perusakan tembok itu. Padahal tembok tersebut adalah jalan umum yang ingin dibuka warga.

Jadi, penahanan terhadap dua kliennya itu tidak punya bukti kuat atas laporan Kartik yang juga sering disebut warga ada hubungan dengan PT Sumatra Tobacco Trading Company (STTC).

Dijelaskan Husein, Kartik membuat laporan dan pengaduan ke Polres Pelabuhan Belawan karena kedua warga itu dianggap menguasai tanah tanpa hak dan memasuki pekarangan tanpa izin dari pemiliknya. Padahal, di tanah itu ada juga beberapa warga yang membuka usaha.

“Tetapi, kenapa pihak Polres Pelabuhan Belawan tidak menetapkan tersangka kepada orang-orang yang membuka usaha tambak ikan dan juga mendirikan rumah,” ujar Husein. Untuk itu, dalam permohonan prapid, ia meminta agar kliennya dibebaskan dan memulihkan kembali hak dan martabatnya.

Diketahui, kisruh sengketa lahan terjadi saat PT STTC menutup akses jalan warga. Akibatnya, Jalan Simpang Buaya, Kelurahan Belawan Bahari, Kecamatan Medan Belawan yang ditutup untuk jalan umum akhirnya dibongkar.

Sekadar mengingatkan, Polres Pelabuhan Belawan menangkap dan menahan Syahrial dan Hasudungan karena dituding merusak aset PT STTC.

STTC memegang SHM No 498 Tahun 1989 memiliki luas sekitar 3 hektare, sedangkan objek tanah hanya seluas 2 hektare. Dengan perbedaan luas itu, SHM nya diragukan keabsahannya.

Kisruh itu mulai terjadi sekitar tahun 2017. Kepemilikan tanah muncul antara PT STTC dan PT Jasa Marga.

Puncaknya akhir 2018, jalan tersebut ditutup PT STTC yang mengakui sebagai pemilik dengan alas hak milik bersertifikat yang diterbitkan BPN. (man/ila/ala)

AGUSMAN/SUMUT POS
BACAKAN: Kuasa hukum pemohon membacakan permohonan pada sidang prapid terkait penangkapan dua warga oleh Polres Belawan, Selasa (29/1).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Majelis hakim tunggal yang dipimpin Morgan Simanjuntak, menyidangkan kasus praperadilan (prapid) terhadap Polres Pelabuhan Belawan atas penangkapan dua warga di Ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (29/1). Keduanya, Hasudungan Simatupang dan Syahrial digelar.

SIDANG yang beranggedakan pembacaan permohonan pemohon tersebut, berjalan cukup singkat. Majelis hakim menjadwalkan sidang akan dilanjutkan kembali pada Rabu (30/1), dengan agenda jawaban dari termohon.

Kuasa hukum pemohon, Husein Hutagalung mengatakan, dalam permohonan prapid yang diajukan ia menilai polisi telah melanggar prosedur dalam melakukan penangkapan terhadap kedua warga Belawan tersebut.

“Termohon melakukan penangkapan terhadap Syahrial dan Hasudungan tidak didahului dengan pemanggilan. Ini kan bertentangan dengan prosedur. Kenapa mereka langsung ditangkap dan ditahan,” ucapa Husein.

Hal ini, kata Husein, termohon melanggar peraturan Kapolri No.14 tahun 2012 Tentang Manajemen Pendidikan Tindak Pidana Pasal 11 ayat 3.

“Jelas ini bertentangan. Dari duduk persoalannya, dalam hal ini polisi juga harus tahu itu tindak pidana atau bukan yang dilanggar,” terang Husein.

Apalagi, sang pelapor Kartik yang melaporkan kliennya itu ke polisi karena dituduh membongkar pintu tembok di lahan yang disebut milik Timin Bingei Purba Siboro, juga belum jelas keberadaan tanahnya.

Husein juga menyesalkan sikap Polres Pelabuhan Belawan yang telah menangkap dan menahan kliennya atas kasus perusakan tembok itu. Padahal tembok tersebut adalah jalan umum yang ingin dibuka warga.

Jadi, penahanan terhadap dua kliennya itu tidak punya bukti kuat atas laporan Kartik yang juga sering disebut warga ada hubungan dengan PT Sumatra Tobacco Trading Company (STTC).

Dijelaskan Husein, Kartik membuat laporan dan pengaduan ke Polres Pelabuhan Belawan karena kedua warga itu dianggap menguasai tanah tanpa hak dan memasuki pekarangan tanpa izin dari pemiliknya. Padahal, di tanah itu ada juga beberapa warga yang membuka usaha.

“Tetapi, kenapa pihak Polres Pelabuhan Belawan tidak menetapkan tersangka kepada orang-orang yang membuka usaha tambak ikan dan juga mendirikan rumah,” ujar Husein. Untuk itu, dalam permohonan prapid, ia meminta agar kliennya dibebaskan dan memulihkan kembali hak dan martabatnya.

Diketahui, kisruh sengketa lahan terjadi saat PT STTC menutup akses jalan warga. Akibatnya, Jalan Simpang Buaya, Kelurahan Belawan Bahari, Kecamatan Medan Belawan yang ditutup untuk jalan umum akhirnya dibongkar.

Sekadar mengingatkan, Polres Pelabuhan Belawan menangkap dan menahan Syahrial dan Hasudungan karena dituding merusak aset PT STTC.

STTC memegang SHM No 498 Tahun 1989 memiliki luas sekitar 3 hektare, sedangkan objek tanah hanya seluas 2 hektare. Dengan perbedaan luas itu, SHM nya diragukan keabsahannya.

Kisruh itu mulai terjadi sekitar tahun 2017. Kepemilikan tanah muncul antara PT STTC dan PT Jasa Marga.

Puncaknya akhir 2018, jalan tersebut ditutup PT STTC yang mengakui sebagai pemilik dengan alas hak milik bersertifikat yang diterbitkan BPN. (man/ila/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/