STABAT, SUMUTPOS.CO- Terdakwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Terbit Rencana Perangin-angin kembali tertunda mendengar amar tuntutannya yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Langkat. Tertundanya mantan Bupati Langkat mendengar amar tuntutan dari jaksa sudah kali kelima.
Sidang baru dibuka Ketua Majelis Hakim, Andriansyah di Pengadilan Negeri Stabat, Rabu (29/5/2024) pukul 16.30 WIB. Yogi Fransis Taufik selaku JPU berdalih, ada fakta baru dalam perkara ini dan berbuntut pembacaan tuntutan harus ditunda.
“Karena ada fakta baru bahwa terdakwa akan menitipkan restitusi kepada pihak pengadilan, yang kami anggap itu ada hal yang meringankan majelis,” ujar Yogi di hadapan majelis hakim.
“Sehingga hal tersebut harus kami konsultasikan kepada pimpinan majelis, kami tidak bisa memutuskan majelis. Maka dari itu kami mohon ditunda satu minggu majelis. Dan ini sangat berpengaruh dengan amar tuntutan kepada terdakwa,” sambungnya.
Mendengar alasan JPU, hakim berang. “Kita di sini bersidang dengan professional. Saya sudah tolerin. Kita bisa maklumi tuntutan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan sebagainya. Apakah Kejagung gak memperhatikan khusus dalam perkara ini, ini ditunda lagi,” ujar Andriansyah.
Majelis hakim bertanya ke JPU, apakah pihaknya ada menerima salinan permohonan tersebut, terkait restitusi yang mau dititipkan di PN Stabat. “Saudara (JPU) ada terima salinan permohonannya, (atau) isu? Gak bisa juga isu dijadikan dasar untuk tuntutan. Apa mau dianggap JPU tidak mampu melakukan penuntutan?” ujar Andriansyah.
Bagi Andriansyah, tugas jaksa pada persidangan melakukan tuntutan. Sementara penasihat hukum melakukan pembelaan.
“Fokus dulu. Dan gini juga, sesuai peraturan mahkamah agung (Perma) baru tentang restitusi, penitipan itu bukan di persidangan, ke paniteraan. Sebagai jaminan untuk membayar restitusi terhadap korban-korban yang mengalami tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa,” ujar Andriansyah.
Alhasil sidang agenda pembacaan tuntutan kasus TPPO dengan terdakwa Terbit Rencana Peranginangin, ditunda pekan depan, Rabu (5/6/2024). Berdasarkan hitungan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), sebanyak 12 orang korban yang akan dibayarkan restitusinya oleh terdakwa Terbit Rencana Peranginangin dalam perkara kasus Tindak Pidana Perdangan Orang (TPPO).
Jika ditotalkan, biaya restitusi untuk belasan korban yang harus dibayarkan terdakwa Terbit Rencana Peranginangin berjumlah Rp2.677.873.143. Bahkan, nama dan total uang restitusi ini, sudah dimuat dalam dakwaan JPU.
Adalah, Trinanda Ginting dengan nominal restitusi sebesar Rp198.591.212, Dana Ardianta Syahputra Sitepu yang diwakili Edi Suranta Sitepu dengan nominal restitusi Rp228.555.549, Heru Pratama Gurusinga dengan nominal restitusi Rp263.686.430, Riko Sinulingga dengan nominal restitusi Rp124.898.574, Edo Saputra Tarigan dengan nominal restitusi Rp189.176.336, Yanen Sembiring dengan nominal restitusi Rp144.359.371, Almarhum Dodi Santoso diwakili Supriani selaku ibu kandung dengan nominal restitusi Rp251.360.000, Setiawan Waruhu dengan nominal restitusi Rp194.084.025, Suherman dengan nominal restitusi Rp355.694.395, Satria Sembiring Depari dengan nominal restitusi Rp299.742.099, Ridwan dengan nominal restitusi Rp227.174.254 dan Edi Kurniawanta Sitepu dengan nominal restitusi Rp200.550.898.
Terdakwa yang akrab disapa Cana didakwa JPU dengan dakwaan primair pasal 2 ayat (2) jo pasal 7 ayat (2) jo pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan kedua pasal 2 ayat (2) jo pasal 7 ayat (1) jo pasal 10 UU RI No 21/2007 Tentang Pemberantasan TPPO.
Atau pertama, pasal 2 ayat (2) jo pasal 7 ayat (2) jo pasal 11 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan kedua: Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 7 ayat (1) jo Pasal 11 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, atau ketiga: Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Terdakwa Cana juga didakwa keempat pasal 2 ayat (2) jo Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Atau kelima, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 10 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Atau keenam, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 11 Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Barang bukti dalam kasus TPPO adalah tanah dan bangunan beserta dokumen kepemilikan yang, dijadikan kerangkeng dan yang digunakan untuk mengurung atau menampung para korban. Kemudian perkebunan kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit milik PT Dewa Rencana Pegangin-angin berikut dokumen kepemilikan yang diduga sebagai tempat para koban atau anak kereng yang dipaksa bekerja tanpa gaji atau upah.
Terakhir, pembukuan serta dokumen laporan keuangan PT Dewa Rencana Perangin-angin sejak tahun 2010 sampai dengan 2022, yang dijadikan barang bukti. (ted)