SUMUTPOS.CO – Jejak Dewi Rezer dan suaminya, Marcellino Lefrandt, yang berkarir dunia fashion mulai diikuti anak sulung mereka, Marcelle Brinette Renee Lefrandt. Bukan sebagai model, tetapi desainer. Ya, di usianya yang baru enam tahun, Brinette sudah mulai merancang busana. ”Brinette jadi fashion designer, suka gambar, suka ikut-ikutan (tren) fashion,” ujarnya.
Meski sudah menunjukkan bakat dan minatnya, Dewi tidak mau terburu-buru mengarahkan Brinette. Dia masih membebaskan sang buah hati yang kini duduk di bangku kelas satu SD itu untuk mencoba banyak hal. ”Sejauh ini aku masih kasih kebebasan, baru kelas satu SD. Kalau minatnya di fashion nggak apa-apa, masih anak-anak,” katanya.
Menurutnya, selera fashion Brinette sudah mulai terbentuk. Bukan sekadar menggambar model busana, anak yang dilahirkannya 21 Desember 2007 itu sudah mengaplikasikan ide fashion-nya pada penampilannya sehari-hari.
Misalnya, memakai sepatu dan sandal wedges agar terlihat lebih fashionable. ”Dia sudah mulai melihat-lihat sepatu aku yang tinggi-tinggi, dia mau beli yang wedges. Aku beliin wedges yang kecil, yang untuk anak-anak,” ungkap ibu dua anak itu.
Kegemaran Brinette membuat desain busana tidak terlepas dari pengaruh Dewi. Sejak kecil, dia membiasakan Brinette mengekspresikan diri di atas selembar kertas. Itu dilakukan agar putrinya tidak maniak gadget. Hal yang sama dilakukan untuk anak bungsunya, Jarvis Leopold Rezer Lefrandt (1).
”Aku batasi anak-anak main gadget dan nonton televisi. Aku kasih mereka pensil warna dan kertas biar menggambar,” tuturnya. ”Meskipun di sekolah mendapatkan pendidikan, aku sebagai ibu punya tanggung jawab memberikan pendidikan. Salah satunya menjadikan anak kreatif,” sambung pemain film Potong Bebek Angsa (2012) itu.
Menurutnya, memberikan perhatian kepada anak bukan semata-mata memenuhi kebutuhannya secara materi. ”Ada yang jauh lebih penting, yakni saling komunikasi. Anak dan orangtua harus menjaga kontak fisik, dengan bentuk usapan di kepala dan melihat ke mata anak saat bicara,” terangnya.
Dewi yakin, saat ada kontak mata dan fisik, anak-anak akan merasa diperhatikan, sehingga merasa nyaman termasuk dalam mencurahkan perasaan. Dengan begitu, dia bisa terus mengontrol perkembangan kedua buah hatinya, tanpa ada yang ditutup-tutupi mereka.
”Aku biasanya menatap mata anak saat bicara, karena itu membuat mereka memperhatikan kita, orangtuanya. Rasa sayang dan perhatian juga bisa dilakukan dengan mengusapkan tangan ke kepala mereka,” tambahnya. (ash/ip/jpnn)