Sepak terjang Kartika Soekarno Putri, putri bungsu Presiden Soekarno, berbeda dari semua saudaranya. Tak berminat terjun di dunia politik, dia lebih menggeluti aktivitas sosial. Melalui Kartika Soekarno Foundation, dia memberi sumbangsih sosialnya di bisang sosial dan lingkungan.
Bahasa Indonesianya tak begitu fasih. Bahkan lebih pandai bertutur dalam tiga bahasa asing. Namun darah dan kecintaannya akan Indonesia tidak hilang begitu saja. Perempuan bernama lengkap Karina Kartika Sari Dewi Soekarno ini memang lebih banyak malang melintang di negara luar.
Putri pasangan Soekarno–Ratna Sari Dewi Soekarno ini memang terlahir di Tokyo, Jepang. Masa remajanya dihabiskan di Paris, Perancis. n
Selanjutnya dia menempuh pendidikan di Swiss. Setelah itu cukup lama bekerja di New York, Amerika. Hingga kemudian kembali ke Tokyo, Jepang.
“Hallo…apa kabar,” sapa Kartika Soekarno Putri dalam peluncuran film dokumenter ‘Trashed’ di kantor Kedutaan Belanda di Jakarta. Berkemeja putih polos dipadu celana panjang, Kartika berdiri penuh percaya diri menghadapi audince. Tiada aksesori mencolok yang dikenakan. Bahkan terkesan lebih
sederhana dari tetamu yang hadir.
Wajahnya selalu penuh senyum. Tubuhnya lincah bergerak, menemui tetamu di ruang pertunjukan Kedutaan Belanda. Satu persatu tamu itu disapa
dan berdialog sesaat. “Semua mencintai Indonesia. Tapi saya begitu sedih melihat sampah yang menumpuk di mana-mana,” tuturnya membuka pembicaraan.
Kondisi itu, sambung dia, membuat kenyamanan tinggal di Indonesia sangat terganggu. Belum lagi dampak sampah yang ada di sekitar dapat menimbulkan penyakit dan berbagai kondisi buruk lainnya. Dia mengakui kenyataan itu tak hanya terjadi di kota-kota di Indonesia. Banyak negara lain yang juga mengalami nasib serupa. Termasuk pula negara-negara maju.
“Melalui film dokumenter ‘Trashed’ inilah kita berharap ada upaya
memperbaikinya,” terang dia. Film berdurasi 1 jam 40 menit ini memang bukan murni karya Kartika Soekarno Foundation. Film tersebut digarap para sinneas asal Inggris.
Kartika Soekarno Foundatian hanya memberikan ide terhadap film. Tak heran film yang mengambil gambar buruknya kondisi sampah di sejumlah negara asing itu pun memasukan Sungai Ciliwung, Jakarta. “Ada lokasi seperti di Jakarta dan Bali yang menjadi bagian dalam film itu,” ucapnya dalam bahasa asing.
Kartika tak bermaksud menjadikan Sungai Ciliwung sebagai bagian buruk dari persoalan sampah di dunia. Tapi memang kondisi serupa juga terjadi di beberapa negara lain. Termasuk di negara Cina, Pasific Utara dan kawasan Mediterania.
Film ‘Trashed’ ini, terang dia, lebih menggambarkan kondisi buruk yang terjadi di dunia ini. Persoalan sampah tidak tertangani sedikit pun. Bahkan terkesan semakin menakutkan. Dalam film itu pun, Kartika membeberkan sejumlah fakta yang terjadi dari sampah. Kondisi kesehatan warga yang buruk dialami, termasuk berbagai kerusakan alam. Hingga nantinya bakal merusak peradaban manusia. “Sampah itu sendiri yang nanti menjadi mesin pemusnah peradaban manusia. Jika tidak sekarang kita memulai mengolah sampah secara bijak,” ucapnya.
Menariknya, film dokumenter ‘Trashed’ ini diperankan actor kawakan, Jeremy Irons. Seorang aktor yang berhasil menyabet gelar actor terbaik dalam Academy Award. Banyak film yang telah dimainkan Jeremy Irons, antara lain The Man in The Iron Mask.
Kartika mengakui peran Jeremy Irons dalam film ini sangat tepat. Mampu memberikan pesan tentang bahaya sampah di dunia. Bahkan secara pribadi pun memperlihatkan dedikasi Jeremy Irons terkait lingkungan hidup. “Jeremy bukan hanya aktor. Dia juga seorang yang peduli dengan
lingkungan. Makanya dia mendukung film Trashed,” imbuhnya.
Kartika menyebut, film dokuementer ini disusun melalui proses yang panjang. Dilakukan riset secara mendalam. Hingga mampu mengambarkan kondisi terburuk dari sampah di dunia. Terkait biaya pembuatan film, dia tak ingin membeberkan.
Film dokumenter yang disponsori oleh para penggiat lingkungan hidup itu lebih banyak berasal dari uang donatur. “Makanya film ini lebih ditujukan pada pesan, bukan komersil,” tegasnya.
Dia berharap film ‘Trashed’ ini dapat memberikan pemahaman sama pada semua kalangan tentang pengolahan sampah. Pemerintah, kalangan swasta dan masyarakat umum harus bergerak bersama menyelesaikan sampah.
Karena, lanjut dia, persoalan sampah bukanlah persoalan sekelompok orang. Sampah menjadi persoalan bersama yang perlu diselesaikan secara bersama pula. “Kami berharap film ini mendorong kesadaran, kebijakan dan tindakan yang tegas dalam penyelesaian sampah,” ucapnya.
Kartika Soekarno Foundation bukan hanya yayasan yang peduli pada lingkungan saja. Sejumlah program yang terkait pada pendidikan dan kesehatna pun menjadi perhatian. Antara lain perbaikan layanan Posyandu di daerah terpencil di Indonesia. (*)