ACEH, SUMUTPOS.CO – Malam puncak pergelaran Miss Indonesia 2015 akan digelar Senin (16/2) besok, dan ditayangkan live di salah satu stasiun TV swasta pada pukul 21.00 WIB. Bagi sebagian besar masyarakat provinsi lain di Indonesia, mereka mendukung wakilnya di ajang tersebut. Namun, itu tidak berlaku bagi wakil Aceh.
Wakil Aceh untuk tahun ini dalam Miss Indonesia 2015 adalah Ratna Nurlia Alfiandini yang berasal dari Surabaya. Menurut informasi yang diperoleh Harian Rakyat Aceh, Ratna adalah wanita kelahiran Surabaya, 17 Desember 1994. Ia tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga Surabaya saat ini.
Sepertinya bukanlah sebuah kebanggaan bagi masyarakat Aceh memiliki wakil yang disebut salah satu ajang bergengsi di Indonesia. Provinsi yang menjunjung tinggi syariat Islam ini tidak ingin memiliki wakil di ajang tersebut.
Hal ini dibuktikan dari sejumlah komentar disosial media dan dunia nyata yang tidak begitu nyaman dengan penampilan Ratna Nurlia Alfiandini karena tidak menggunakan jilbab.
“Dia sudah melanggar syariat Aceh, melanggar yang dibanggakan oleh masyarakat Aceh. Seharusnya dia tau bagaimana Aceh. Jika memang takut tidak menang karena pakai jilbab, jangan bawa nama Aceh, karena Aceh negeri Syariat,” ujar ketua umum Pelajar Islam Indonesia (PII) provinsi Aceh.
Gadis berkulit putih yang tidak mengenakan jilbab ini juga berprofesi sebagai model foto dan catwalk. Kakek neneknya disebut asli Sigli, Kabupaten Pidie. Ia juga dikabarkan pernah tinggal di Takengon dan Sigli.
Ajang kontes kecantikan di Indonesia seperti Miss Indonesia, selalu mendapat kecaman dari Aceh, dikarenakan beberapa wakil Aceh yang ikut ke ajang tersebut jarang menggunakan jilbab dan bertolak belakang dengan budaya Aceh yang Islami.
Ketua BEM Unsyiah Muhammad Hamzah berharap pemerintah mengambil sikap tegas. “Menurut saya tidak seharusnya dia mewakili Aceh dengan penampilan yang sangat tidak mencerminkan perempuan Aceh yang berkarakter Islami. Saya Berharap kepada pemerintah mengambil sikap tegas untuk menolak dia karena justru memberi citra buruk untuk Aceh,” ungkapnya.
Senada dengan Hamzah, salah satu kader Pelajar Islam Indonesia (PII) Aceh, Ahmad Yanis juga mengharapkan ketegasan dari pemerintah dalam mengambil sikap demi syariat Islam di bumi Serambi Mekkah.
“Pemerintah harus tegas bahwa tidak ada izin dari pemerintah untuk membawa nama Aceh dalam kontes tersebut. Atau melarang secara tegas setiap peserta dari Aceh untuk ikut kontes. Kebanyakan yang ikut hanya membawa nama Aceh karena alasan keturunan saja sedangkan dia tidak mengerti Aceh,” jelas Ahmad Yanis. (mag-61)