MA HARUS TERBUKA UNTUK BERBENAH
Sementara itu, kasus OTT pejabat peradilan mendapat perhatian serius dari Komisi Yudisial (KY). Juru Bicara (Jubir) KY Farid Wajdi mengatakan, pihaknya sangat prihatin dengan kasus yang terjadi beruntun. “Kasus yang sebelumnya masih diusut, sekarang terjadi lagi,” kata dia kemarin (16/6).
OTT yang dilakukan KPK sepertinya tidak membuat efek jera bagi para pelaku. Para jebatan peradilan masih nekat melakukan pelanggaran. “Maka, patut pertanyakan, sudah begitu parah kah perilaku aparat pengadilan,” terang ayah empat anak itu.
Perilaku pejabat pengadilan itu mencoreng wajah peradilan Indonesia. Stigma buruk semakin melekat. Upaya untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada pengadilan semakin sulit dilakukan. Masyarakat akan semakin pesimis untuk mendapatkan keadilan dari proses peradilan di negeri ini. Bagaimana keadilan bisa didapatkan jika aparatnya seperti itu.
Tidak ada maaf bagi pejabat pengadilan yang menjatuhkan wibawa dan martabat peradilan. MA harus tegas dalam memberikan sanksi. “Salah satu penyebab penyimpangan itu terjadi, karena pengawasan dan penegakan sanksi yang lemah bagi mereka yang melanggar,” mantan dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara itu.
Mafia peradilan yang berturut-turut terjadi sebagai bukti bahwa reformasi peradilan belum menyentuh masalah dasar, yaitu integritas. Selain itu sebagai bukti beban manajerial MA sudah overload. Khususnya dalam bidang pengawasan. Pengadilan seharusnya berkonsentrasi penuh pada kewenangan justisial. Untuk melakukan perbaikan peradilan dibutuhkan itikad baik serta keterbukaan MA dalam melakukan perbaikan. (gun/sof/lum/adz)