JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Nama presenter talkshow Dedy Corbuzier menjadi terlapor dalam kasus dugaan pencemaran nama baik dan penistaan terhadap Hakim Agung Gayus Lumbuun. Kemarin, Gayus melaporkan pencemaran nama baiknya dalam tayangan talkshow Hitam Putih ke Bareskrim Mabes Polri.
Gayus datang menggunakan mobil pribadinya sekitar pukul 13.45 dan langsung menuju SPKT Bareskrim Polri. Dua jam berada di SPKT, mantan politisi PDIP itu keluar dengan menenteng surat laporan bernomor TBL/112/02/2014/Bareskrim. Dia melaporkan dugaan pencemaran namka baik atas tudingan menerima gratifikasi Rp 700 juta dari Julia Perez.
Gratifikasi itu bertujuan agar Gayus dan hakim agung lainnya memutus Dewi Perssik bersalah dalam kasus penganiayaan pada 2010. Memang, dalam putusan tiga bulan penjara untuk Depe itu, Gayus merupakan salah seorang hakim anggota.
Menurut Gayus, laporan tersebut berawal dari tayangan Hitam Putih pada 18 Februari lalu. Dalam talkshow tersebut, Dedy selaku presenter Hitam Putih menayangkan bukti transfer dari Jupe kepada Gayus. “Tentu saya katakan itu tidak benar,” ujar hakim 66 tahun itu.
Gayus menuturkan, cara transfer yang ditunjukkan Dedy sangat janggal. Sebab, tidak ada ceritanya seseorang bisa melakukan transfer elektronik antar rekening maupun antar bank di Indonesia dalam jumlah jumbo. Apalagi, jumlahnya mencapai Rp 700 juta dalam satu kali transfer.
Bukti yang diserahkan Gayus adalah print out transfer e-banking personal. “Dalam surat edaran bank Indonesia, e-banking personal hanya boleh transfer maksimal Rp 50 juta untuk antar bank. Untuk yang (banknya) sama, itu maksimal Rp 100 juta,” lanjutnya. Gayus juga menyerahkan sejumlah dokumen yang menurut dia adalah palsu.
Dia mengingatkan agar media tidak gegabah menayangkan sebuah informasi. Jika sampai hakim agung dituding terlibat suap tanpa bukti yang valid, maka itu sama saja dengan melakukan penistaan terhadap lembaga Mahkamah Agung.
Dalam laporan tersebut, ada empat pasal KUHP yang dirujuk. Yakni, pasal 310 (penistaan), 311 (fitnah), 312 (pembuktian kebenaran), dan 263 (pemalsuan dokumen). Selain itu, UU Informasi dan Transaksi Elektronik juga menjadi rujukan.
Gayus menambahkan, dia menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada polisi untuk diselidiki. “yang perlu diselidiki adalah siapa pembuatnya , yang menggunakan, dan siapa yang turut serta dalam rekayasa tersebut,” tambahnya. (byu)