TYRONE, SUMUTPOS.CO – Penembakan kembali terjadi di Amerika Serikat (AS). Pada Kamis malam (26/2) sampai Jumat pagi waktu setempat (27/2), Joseph Jesse Aldridge melancarkan penembakan di empat rumah sekaligus. Para penduduk Kota Tyrone yang terletak di Texas County, Negara Bagian Missouri pun langsung gempar.
Teror yang Aldridge tebar dengan sepucuk pistol kaliber 45 itu menewaskan tujuh orang. Seluruh korban adalah warga dewasa. Empat di antaranya adalah sepupu pria 36 tahun tersebut. Yakni, Garold Dee Aldridge dan istrinya, Julie Ann Aldridge, serta Harold Wayne Aldridge dan sang istri, Janell Arlisa Aldridge. ’’Usia para korban sekitar 47–52 tahun,’’ jelas Patroli Jalan Raya Missouri.
Dalam pernyataan tertulis mengenai insiden maut di kawasan Bible Belt tersebut, Patroli Jalan Raya Missouri melaporkan, korban ke-8 hanya terluka. Sebagaimana tim medis, aparat pun yakin korban ke-8 tersebut selamat. Sebab, luka yang dialami tidak fatal. Hingga kemarin (28/2), korban sekaligus saksi tersebut masih dirawat intensif di rumah sakit.
Sejauh ini polisi masih berusaha melacak motif pelaku. Tampaknya, korban terluka akan menjadi saksi kunci yang bisa menguak teka-teki tersebut. Sebab, pelaku pun tewas. Pria yang selama ini dikenal sebagai lelaki tertutup itu bunuh diri setelah menghabisi tujuh korbannya. Dia ditemukan tewas di dalam sebuah truk pikap yang melaju tanpa sopir di jalan raya sekitar 24 atau 32 kilometer dari lokasi penembakan.
Seiring investigasi yang dilakukan polisi di kota berpenduduk sekitar 50 orang itu, mereka menemukan ibu pelaku, Alice L. Alridge, tewas di rumah yang ditinggali bersama putranya tersebut. Perempuan 74 tahun itu meninggal di sofa. Karena faktor usia dan kesehatan, ibu Alridge tersbut berada di bawah pengawasan dokter. Saat polisi menemukan jasadnya, dia diduga sudah meninggal selama sekitar 24 jam.
’’Ini kematian yang wajar. Dia meninggal secara alami,’’ kata Tom Whittaker dari Badan Koroner Texas County. Dia memastikan bahwa Alridge tidak membunuh sang ibu dengan senjata maut yang digunakan untuk membunuh para korbannya. Sebaliknya, kematian sang ibu ditengarai membuat pelaku terguncang. Hingga akhirnya, dia menembaki korban-korbannya.
Sheriff James Sigman menyatakan, informasi tentang penembakan maut itu kali pertama didengar pada Kamis pukul 22.15 waktu setempat. Saat itu seorang gadis melarikan diri dari rumahnya untuk menghindari penembakan. Dia berlari ke rumah tetangga tanpa alas kaki dan hanya mengenakan baju tidur. Kepada sang tetangga, dia melaporkan penembakan Alridge.
Gadis yang namanya tidak disebutkan itu lantas menelepon polisi dari rumah si tetangga. Dengan suara bergetar, dia mengungkapkan, ayah dan ibunya tewas ditembak pelaku. ’’Ketika tiba di rumah saya, dia terlihat sangat ketakutan. Dia menangis histeris dan tidak bisa berkata-kata. Kakinya juga kram karena dia berlari di tengah salju tanpa sandal atau sepatu,’’ papar si tetangga.
Seorang warga lainnya, John W. Shriver, menyatakan terbangun saat telepon rumahnya berdering. Salah seorang saudara yang tinggal tidak jauh dari rumahnya mengabarkan, seorang pria menembak mati sang suami. ’’Saat saya tiba di rumah mereka, saya menemukan mereka berdua sudah tidak bernyawa dan tergeletak di lantai kamar tidur,’’ ujarnya.
Penembakan tersebut bukan insiden yang akrab dengan warga Tyrone. Sebab, komunitas kecil yang sebagian besar penduduknya masih punya pertautan darah tersebut relatif damai jika dibandingkan dengan kawasan lainnya. Karena itu, insiden pada Kamis-Jumat lalu sukses menghadirkan teror sekaligus mimpi buruk bagi para penduduk kota kecil tersebut. (AP/AFP/BBC/hep/c15/ami/jos/jpnn)