SANAA – Upaya Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) untuk mengakhiri kemelut politik di Yaman sia-sia. Penandatanganan kesepakatan damai, kemarin (2/5) seharusnya terjadi di Kota Riyadh, Arab Saudi, batal. Sebab, Presiden Ali Abdullah Saleh mendadak batal meneken kesepakatan tersebut.
Sabtu lalu (30/4), bersamaan dengan kedatangan Sekjen GCC Abdullatif bin Rashid al-Zayani di Kota Sanaa, pemimpin 65 tahun itu menyatakan kesanggupannya meneken kesepakatan dengan oposisi. Meski tidak puas dengan draf transisi yang memberikan waktu 30 hari kepada Saleh untuk mundur, oposisi Yaman pun menyambut baik keputusan Saleh.
Tapi, tak sampai 24 jam kemudian, Saleh berubah pikiran. Politikus yang pandai bersiasat politik itu menegaskan bahwa dia hanya akan mengirimkan orang kepercayaan ke Riyadh. Nantinya, utusan itulah yang akan meneken draf transisi. Selanjutnya, Saleh akan meratifikasi kesepakatan tersebut setelah melakukan evaluasi.
“Tampaknya akan segera lahir serangkaian kekerasan baru (di Yaman),” kata pakar politik Yaman Fares al-Saqqaf. Cepat atau lambat, lanjut dia, kekuatan asing akan turun tangan. Dengan demikian, kerusuhan dan pertumpahan darah akan terus berlanjut. Setidaknya, sampai Saleh bersedia mundur dari jabatannya.
Minggu lalu (1/5), usai pertemuan menteri luar negeri enam negara anggota GCC, Zayani kembali bertolak ke Sanaa. Dia langsung menemui Saleh dan menanyakan perubahan sikapnya. Sayangnya, hasil pertemuan tertutup itu tidak diberitahukan kepada media. Yang jelas, penandatanganan yang seharusnya terjadi kemarin batal terlaksana. (ap/hep/jpnn)