26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Mentimun Maut Dipicu Varian Baru Bakteri

LONDON – Teka-teki soal kasus mentimun maut sejauh ini telah merenggut 18 nyawa di Eropa akhirnya terkuak.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kamis (2/6) menyatakan wabah Escherichia coli atau E. coli dalam tragedi mentimun maut, yang juga menyebabkan ratusan penduduk di Eropa menderita gangguan pencernaan dan ginjal, tersebut merupakan varian baru.

“Ini jenis baru yang unik dan belum pernah dilihat sebelumnya. Jenis (bakteri) ini memiliki karakter beragam dan jauh lebih berbahaya serta mematikan,” ungkap Hilde Kruse, pakar kesehatan pangan WHO.
Penelitian genetika awal oleh WHO nmenunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan pada mentimun di Jerman itu adalah bentuk mutasi dari dua jenis E. coli. Yakni, enteroaggregative dan enterohemorrhagic. Karena sifatnya jauh lebih agresif daripada E. coli pada umumnya, tidak heran jika infeksi bakteri tersebut menimbulkan kematian.
Selain menewaskan 18 orang (16 warga Jerman), wabah E. coli itu mengakibatkan 1.500 orang terkapar dan dirawat di rumah sakit. Dari jumlah itu, 470 kena komplikasi gagal ginjal. Mereka menderita gangguan ginjal dan perdarahan usus.

Setelah menemukan jenis bakteri yang membuat panik dan waswas sembilan negara Eropa itu, WHO berusaha mencari tahu penyebab lahirnya jenis E. coli baru tersebut. Menurut Kruse, bakteri sangat jarang mengalami mutasi terus menerus. “Tidak biasanya bakteri semacam E. coli berevolusi dan bertukar gen terus menerus,” ungkapnya.
Kendati demikian, keanehan semacam itu kadang terjadi. “Dunia bakteri memang sangat dinamis. Setiap saat bisa terjadi perubahan. Dan, bakteri pada manusia serta hewan memang seringkali bertukar gen,” ucap dokter perempuan tersebut. Fenomena itulah yang membuat manusia sering terinfeksi virus yang semula hanya menyerang binatang. Contohnya, wabah virus Ebola beberapa waktu lalu.

Dia mengimbau para pakar untuk meneliti kesehatan hewan ternak di Eropa. Sebab, belum tentu wabah E. coli berasal dari mentimun atau selada dan tomat. “Kita patut mencurigai faktor binatang. Bisa jadi E. coli itu berasal dari pupuk kandang yang digunakan sebagai rabuk tanaman,” jelasnya.

Untuk mencegah meluasnya wabah E. coli yang semula menjangkiti warga di utara Jerman itu, negara-negara Eropa mengimbau agar warganya menghindari makanan mentah. Terutama mentimun, tomat, dan selada. Pemerintah Rusia pun kemarin menghentikan seluruh impor sayuran dari Uni Eropa (UE). Jika terpaksa harus mengonsumsi sayuran atau buah mentah, warga diminta mencuci dengan seksama. Bila perlu, buah dan sayuran mentah dikupas lebih dulu sebelum disantap.

Pejabat UE berharap, wabah yang menghantui Eropa itu segera berlalu. Apalagi, masa inkubasi bakteri biasanya hanya sekitar tiga sampai delapan hari. Pada kasus biasa, pasien yang terinfeksi E. coli akan sembuh dalam waktu 10 hari. “Semoga tak sampai terjadi transmisi sekunder yang bisa berakibat fatal pada anak-anak,” ungkap Jubir WHO Aphaluck Bhatiasevi. (ap/afp/bbc/hep/dwi/jpnn)

LONDON – Teka-teki soal kasus mentimun maut sejauh ini telah merenggut 18 nyawa di Eropa akhirnya terkuak.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kamis (2/6) menyatakan wabah Escherichia coli atau E. coli dalam tragedi mentimun maut, yang juga menyebabkan ratusan penduduk di Eropa menderita gangguan pencernaan dan ginjal, tersebut merupakan varian baru.

“Ini jenis baru yang unik dan belum pernah dilihat sebelumnya. Jenis (bakteri) ini memiliki karakter beragam dan jauh lebih berbahaya serta mematikan,” ungkap Hilde Kruse, pakar kesehatan pangan WHO.
Penelitian genetika awal oleh WHO nmenunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan pada mentimun di Jerman itu adalah bentuk mutasi dari dua jenis E. coli. Yakni, enteroaggregative dan enterohemorrhagic. Karena sifatnya jauh lebih agresif daripada E. coli pada umumnya, tidak heran jika infeksi bakteri tersebut menimbulkan kematian.
Selain menewaskan 18 orang (16 warga Jerman), wabah E. coli itu mengakibatkan 1.500 orang terkapar dan dirawat di rumah sakit. Dari jumlah itu, 470 kena komplikasi gagal ginjal. Mereka menderita gangguan ginjal dan perdarahan usus.

Setelah menemukan jenis bakteri yang membuat panik dan waswas sembilan negara Eropa itu, WHO berusaha mencari tahu penyebab lahirnya jenis E. coli baru tersebut. Menurut Kruse, bakteri sangat jarang mengalami mutasi terus menerus. “Tidak biasanya bakteri semacam E. coli berevolusi dan bertukar gen terus menerus,” ungkapnya.
Kendati demikian, keanehan semacam itu kadang terjadi. “Dunia bakteri memang sangat dinamis. Setiap saat bisa terjadi perubahan. Dan, bakteri pada manusia serta hewan memang seringkali bertukar gen,” ucap dokter perempuan tersebut. Fenomena itulah yang membuat manusia sering terinfeksi virus yang semula hanya menyerang binatang. Contohnya, wabah virus Ebola beberapa waktu lalu.

Dia mengimbau para pakar untuk meneliti kesehatan hewan ternak di Eropa. Sebab, belum tentu wabah E. coli berasal dari mentimun atau selada dan tomat. “Kita patut mencurigai faktor binatang. Bisa jadi E. coli itu berasal dari pupuk kandang yang digunakan sebagai rabuk tanaman,” jelasnya.

Untuk mencegah meluasnya wabah E. coli yang semula menjangkiti warga di utara Jerman itu, negara-negara Eropa mengimbau agar warganya menghindari makanan mentah. Terutama mentimun, tomat, dan selada. Pemerintah Rusia pun kemarin menghentikan seluruh impor sayuran dari Uni Eropa (UE). Jika terpaksa harus mengonsumsi sayuran atau buah mentah, warga diminta mencuci dengan seksama. Bila perlu, buah dan sayuran mentah dikupas lebih dulu sebelum disantap.

Pejabat UE berharap, wabah yang menghantui Eropa itu segera berlalu. Apalagi, masa inkubasi bakteri biasanya hanya sekitar tiga sampai delapan hari. Pada kasus biasa, pasien yang terinfeksi E. coli akan sembuh dalam waktu 10 hari. “Semoga tak sampai terjadi transmisi sekunder yang bisa berakibat fatal pada anak-anak,” ungkap Jubir WHO Aphaluck Bhatiasevi. (ap/afp/bbc/hep/dwi/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/