Jakarta-Kemarin menjadi hari pertama pemungutan suara yang digelar di luar negeri. Antusiasme warga negara Indonesia (WNI) terpantau kurang. Salah satunya yang berlangsung di perwakilan Indonesia di Riyadh.
Tempat Pemungutan Suara (TPS) di KBRI Riyadh yang dibuka mulai pukul 13.00 waktu setempat sempat ramai oleh beberapa WNI. Namun, kemudian jumlah WNI yang datang cendrung menurun. Hingga pukul 16.15 waktu setempat, tercatat 1.100 WNI yang telah memberikan suaranya di TPS. Jumlah ini masih jauh dari keseluruhan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Riyadh sebanyak 88.235 orang.
Minimnya antusias WNI ini disebabkan lantaran kondisi cuaca Riyadh yang cukup ekstrim. Pada siang hari, cuaca panas mencapai 48 derajat celcius.
“Ini kan sedang bulan puasa, ditambah cuaca yang cukup panas,”ujar Kepala Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Riyadh Murjasa Solly pada koran ini kemarin.
Kendati demikian, Murjasa menargetkan, jumlah pemilih di Riyadh akan terus meningkat usai berbuka puasa. Ia pesimis, jumlah pemilih di Riyadh akan mencapai 8 ribu orang pemilih. “Paling tidak sama dengan pemilihan legeslatif (pileg) april lalu sebanyak 8.234 orang, meski banyak yang sedang pulang liburan juga,” jelasnya.
Selain menyediakan 6 TPS di KBRI, pihak PPLN Riyadh juga menyediakan 16 titik lokasi drop box dan pengiriman surat suara melalui pos. Pengiriman drop box telah dilakukan lebih awal pada tanggal 25-28 Juni 2014 kemarin.
Menurut catatan PPLN Riyadh, ada sebanyak 4081 surat suara yang dikirimkan melalui drop box. Sedangkan melalui pos sebanyak 252 surat suara. “Dari jumlah suara yang dikirm, kita gunakan 16.333, baik untuk TPS, drop box, dan pos. untuk drop box kita kirim hingga perbatasan Jordania, Irak dan Kuwait,” jelasnya.
Dengan kata lain, akan ada sekitar 71.902 surat suara yang tidak digunakan. Menurut Ketua Migrant Care Anis Hidayah, sisa tersebut akan sangat rawan sekali disalahgunakan. Sebab, pengawasan pilpres di luar negeri yang relative kurang.
Selain itu, mekanisme drop box dan pos surat juga dikatakannya sangat rawan untuk diselewengkan. “Berkaca pada penyelenggaraan Pemilu 2009 dan Pemilu Legislatif 2014, potensi pelanggarannya besar. Mekanisme pengawasannya sulit,” tegasnya. (mia/dim/jpnn/rbb)