26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Waspada! Virus Demam Babi Afrika Masuk Asia, Tingkat Kematian 100 Persen

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peternak babi di Sumut diminta mulai mewaspadai virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika ke Indonesia. Sebab, virus tersebut sudah masuk ke sejumlah negara Asia Tenggara.

Kepala Bidang Karantina Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Belawan, Dokter Hewan (drh) Suwarno Triwidodo mengatakan, pada Agustus 2018 lalu, penyakit tersebut mewabah di Tiongkok. Selanjutnya, September tahun ini penyakit sudah menyebar ke negara Asia Tenggara seperti Kamboja, Vietnam, Laos, Filipina, Thailand hingga Timor Leste.

“Penyakit demam babi ini disebabkan oleh virus ASF, yang mewabah di Afrika. Penyakit ini sangat mudah penyebarannya. Tak hanya melalui babi itu sendiri, tetapi juga produk turunannya,” ujar drh Suwarno Triwidodo, Minggu (6/10).

Diutarakannya, virus ASF tidak bisa menular kepada manusia. Melainkan hanya kepada sesama babi saja, termasuk babi hutan. Gejala penyakit demam babi Afrika ini mulai dari demam tinggi pada babi. Kemudian ada bintik-bintik merah pada kulit hingga diare berdarah. “Gejala demam babi Afrika hampir mirip dengan penyakit babi hog choleran

Penyakit tersebut selain menyerang babi ternak, juga babi hutan. Tetapi apabila menyerang babi hutan, biasanya tidak menunjukkan gejalanya. Namun, babi hutan bisa menjadi carrier atau pembawa (sehat tapi bisa menularkan),” papar Suwarno.

Meski tidak menular kepada manusia, namun penyakit tersebut akan sangat merugikan bagi para peternak babi jika sudah terjangkit virusnya. Sebab tingkat penyebaran penyakit itu sangat cepat atau masif. Tingkat kematiannya mencapai 100 persen. Ditinjau dari sisi ekonomi, jelas sangat merugikan karena mengancam iklim usaha para peternak babi khususnya di Sumut.

“Di Sumut terkenal sebagai provinsi sentral peternakan babi. Populasi babi di Sumut saat ini sudah di angka sekitar 1,23 juta ekor. Makanya, dengan jumlah babi tersebut benar-benar perlu antisipasi semaksimal mungkin, jangan sampai masuk penyakit ini. Sebab jumlah segitu terbilang tinggi di Indonesia,” ungkapnya.

Disinggung kenapa tidak diberikan vaksin terhadap babi sebagai upaya pencegahan, Suwarno menyatakan, sampai saat ini belum ada vaksin terhadap virus ASF. “Lain halnya dengan penyakit seperti hog cholera (kolera babi), karena penyakit tersebut sudah ada vaksinnya. Sebab, hog cholera sudah pernah terjadi di Indonesia sebelumnya,” terang Suwarno.

Untuk mencegah virus ASF menyebar di Indonesia termasuk di Sumut, pihaknya sudah melakukan langkah-langkah antisipatif. Antara lain, peningkatan kewaspadaan dengan instruksi yang disampaikan kepada UPT-UPT (Unit Pelayanan Teknis). Salahsatunya Balai Besar Karantina Pertanian Belawan. “Kami sudah melakukan langkah-langkah antisipatif tersebut, begitu instruksi diberikan maka langsung koordinasi dengan stakeholder yang ada di lingkungan Pelabuhan Belawan seperti Syahbandar, Otoritas Pelabuhan bahkan termasuk Pelindo I,” katanya.

Koordinasi yang dilakukan itu dalam rangka untuk mendukung upaya peningkatan kewaspadaan terhadap penyebaran virus ASF, baik hewan babi sendiri dan juga produk turunannya. “Sampai sekarang ini tidak ada lalu lintas (laut) babi hidup maupun produknya yang dari luar negeri masuk lewat Pelabuhan Belawan,” ucap Suwarno.

Meski begitu, sambung dia, ada satu hal yang perlu diwaspadai karena selain dari babi dan produk turunnya, penularan virus ASF bisa juga melalui sisa-sisa sampah makanan yang terbawa oleh kapal luar negeri. Maka dari itu, pihaknya melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait untuk mengantisipasinya agar tidak menjadi media penularan penyakit demam babi Afrika tersebut masuk melalui Pelabuhan Belawan.

“Selain itu, kami juga sudah melakukan sosialisasi baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti memasang spanduk pemberitahuan di pelabuhan. Kemudian, sosialisasi kepada awak kapal, agen pelayaran yang berhubungan dengan kapal-kapal luar negeri yang bersandar di Pelabuhan Belawan hingga masyarakat di pelabuhan,” jabarnya.

Tak hanya itu, tambah Suwarno, pihaknya juga berkoordinasi secara intensif dengan Balai Veteriner Medan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut serta kabupaten/kota. “Koordinasi tersebut mengantisipasi apabila virus itu masuk ke Indonesia bahkan Sumut, dan bagaimana langkah-langkah pencegahannya. Untuk itu, pengawasan kapal-kapal luar negeri yang masuk dari Pelabuhan Belawan lebih intensif lagi,” tandasnya.

Pengawasan Ketat

Pengamat kesehatan Sumut, Dr Umar Zein meminta perlu adanya pengawasan ketat dari dinas terkait agar virus ASF bisa dicegah. Menurut Umar Zein, perlu diwaspadai daging-daging babi yang diimpor. “Perlu adanya pengecekan dan pengawasan terlebih dahulu dari dinas terkait, agar virus tersebut (ASF) tidak masuk,” ujarnya.

Kata Umar Zein, pengawasan dan pengecekan perlu juga dilakukan agar mengantisipasi serta mencegah babi-babi lokal tertular virus tersebut. “Kalau kemungkinan menular ke manusia masih cukup jauh karena pastinya melalui proses. Hanya saja, untuk penularan ke hewan lokal bisa saja terjadi jika tidak dilakukan pengawasan dan pengecekan sejak awal,” tegasnya. (ris)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Peternak babi di Sumut diminta mulai mewaspadai virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika ke Indonesia. Sebab, virus tersebut sudah masuk ke sejumlah negara Asia Tenggara.

Kepala Bidang Karantina Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Belawan, Dokter Hewan (drh) Suwarno Triwidodo mengatakan, pada Agustus 2018 lalu, penyakit tersebut mewabah di Tiongkok. Selanjutnya, September tahun ini penyakit sudah menyebar ke negara Asia Tenggara seperti Kamboja, Vietnam, Laos, Filipina, Thailand hingga Timor Leste.

“Penyakit demam babi ini disebabkan oleh virus ASF, yang mewabah di Afrika. Penyakit ini sangat mudah penyebarannya. Tak hanya melalui babi itu sendiri, tetapi juga produk turunannya,” ujar drh Suwarno Triwidodo, Minggu (6/10).

Diutarakannya, virus ASF tidak bisa menular kepada manusia. Melainkan hanya kepada sesama babi saja, termasuk babi hutan. Gejala penyakit demam babi Afrika ini mulai dari demam tinggi pada babi. Kemudian ada bintik-bintik merah pada kulit hingga diare berdarah. “Gejala demam babi Afrika hampir mirip dengan penyakit babi hog choleran

Penyakit tersebut selain menyerang babi ternak, juga babi hutan. Tetapi apabila menyerang babi hutan, biasanya tidak menunjukkan gejalanya. Namun, babi hutan bisa menjadi carrier atau pembawa (sehat tapi bisa menularkan),” papar Suwarno.

Meski tidak menular kepada manusia, namun penyakit tersebut akan sangat merugikan bagi para peternak babi jika sudah terjangkit virusnya. Sebab tingkat penyebaran penyakit itu sangat cepat atau masif. Tingkat kematiannya mencapai 100 persen. Ditinjau dari sisi ekonomi, jelas sangat merugikan karena mengancam iklim usaha para peternak babi khususnya di Sumut.

“Di Sumut terkenal sebagai provinsi sentral peternakan babi. Populasi babi di Sumut saat ini sudah di angka sekitar 1,23 juta ekor. Makanya, dengan jumlah babi tersebut benar-benar perlu antisipasi semaksimal mungkin, jangan sampai masuk penyakit ini. Sebab jumlah segitu terbilang tinggi di Indonesia,” ungkapnya.

Disinggung kenapa tidak diberikan vaksin terhadap babi sebagai upaya pencegahan, Suwarno menyatakan, sampai saat ini belum ada vaksin terhadap virus ASF. “Lain halnya dengan penyakit seperti hog cholera (kolera babi), karena penyakit tersebut sudah ada vaksinnya. Sebab, hog cholera sudah pernah terjadi di Indonesia sebelumnya,” terang Suwarno.

Untuk mencegah virus ASF menyebar di Indonesia termasuk di Sumut, pihaknya sudah melakukan langkah-langkah antisipatif. Antara lain, peningkatan kewaspadaan dengan instruksi yang disampaikan kepada UPT-UPT (Unit Pelayanan Teknis). Salahsatunya Balai Besar Karantina Pertanian Belawan. “Kami sudah melakukan langkah-langkah antisipatif tersebut, begitu instruksi diberikan maka langsung koordinasi dengan stakeholder yang ada di lingkungan Pelabuhan Belawan seperti Syahbandar, Otoritas Pelabuhan bahkan termasuk Pelindo I,” katanya.

Koordinasi yang dilakukan itu dalam rangka untuk mendukung upaya peningkatan kewaspadaan terhadap penyebaran virus ASF, baik hewan babi sendiri dan juga produk turunannya. “Sampai sekarang ini tidak ada lalu lintas (laut) babi hidup maupun produknya yang dari luar negeri masuk lewat Pelabuhan Belawan,” ucap Suwarno.

Meski begitu, sambung dia, ada satu hal yang perlu diwaspadai karena selain dari babi dan produk turunnya, penularan virus ASF bisa juga melalui sisa-sisa sampah makanan yang terbawa oleh kapal luar negeri. Maka dari itu, pihaknya melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait untuk mengantisipasinya agar tidak menjadi media penularan penyakit demam babi Afrika tersebut masuk melalui Pelabuhan Belawan.

“Selain itu, kami juga sudah melakukan sosialisasi baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti memasang spanduk pemberitahuan di pelabuhan. Kemudian, sosialisasi kepada awak kapal, agen pelayaran yang berhubungan dengan kapal-kapal luar negeri yang bersandar di Pelabuhan Belawan hingga masyarakat di pelabuhan,” jabarnya.

Tak hanya itu, tambah Suwarno, pihaknya juga berkoordinasi secara intensif dengan Balai Veteriner Medan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut serta kabupaten/kota. “Koordinasi tersebut mengantisipasi apabila virus itu masuk ke Indonesia bahkan Sumut, dan bagaimana langkah-langkah pencegahannya. Untuk itu, pengawasan kapal-kapal luar negeri yang masuk dari Pelabuhan Belawan lebih intensif lagi,” tandasnya.

Pengawasan Ketat

Pengamat kesehatan Sumut, Dr Umar Zein meminta perlu adanya pengawasan ketat dari dinas terkait agar virus ASF bisa dicegah. Menurut Umar Zein, perlu diwaspadai daging-daging babi yang diimpor. “Perlu adanya pengecekan dan pengawasan terlebih dahulu dari dinas terkait, agar virus tersebut (ASF) tidak masuk,” ujarnya.

Kata Umar Zein, pengawasan dan pengecekan perlu juga dilakukan agar mengantisipasi serta mencegah babi-babi lokal tertular virus tersebut. “Kalau kemungkinan menular ke manusia masih cukup jauh karena pastinya melalui proses. Hanya saja, untuk penularan ke hewan lokal bisa saja terjadi jika tidak dilakukan pengawasan dan pengecekan sejak awal,” tegasnya. (ris)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/