LAHAD DATU -Tenaga kerja Indonesia (TKI) di barak pengungsian Embara Budi masih belum bisa bekerja. Sebanyak 193 orang termasuk perempuan dan anak-anak berada di wilayah aman sekitar 9 kilometer dari titik pengepungan gerilyawan Sulu , Kampung Tanduo, Felda Sahabat, Lahad Datu, Sabah.
“Saya sebenarnya ingin segera kembali ke ladang. Di sini cuma makan, tidur, makan , tidur. Tidak enak,” ujar Noris Rahman, TKI asal Ajibarang, Banyumas, Jateng pada Jawa Pos di sela-sela kunjungan rombongan Konsulat Tawau di komplek pengungsian kemarin (08/03). Sejak mereka mengungsi 14 Februari lalu, baru kemarin secara resmi pejabat Konsulat berkunjung.
Rahman mengaku sempat panik saat gerilyawan Sulu berangsur datang ke Kampung Tanduo. Titik kumpul gerilyawan itu hanya beberapa ratus meter dari barak sehari-hari mereka tinggal di Blok 17 Felda Sahabat. “Mereka memakai pakaian hitam-hitam, memakai ikat kepala dan sering baris berbaris,” ujarnya.
Tiga hari setelah rombongan gerilyawan Sulu itu datang, mereka segera diungsikan ke Embara Budi. “Barang “barang dari camp yang bisa dibawa ya dibawa,” kata pria yang tinggal di Felda Sahabat bersama istrinya itu.
Agus Panna , TKI dari Makassar juga sempat melihat rombongan gerilyawan Sulu. “Mereka membawa bendera putih ada gambar kerisnya warnanya hitam,” katanya. Karena tampak asing dan aneh, dia takut mendekat. “Sebelum mereka datang kami baik dengan penduduk Tanduo, sering bercakap-cakap,” katanya.
Kampung Tanduo bukan termasuk wilayah Felda Sahabat, namun hanya dibatasi sebuah sungai. Sekitar 1000 warga kampung Tanduo sekarang juga tinggal bersama TKI di barak Embara Budi, pengungsian yang terdekat dengan lokasi baku tembak.
Nursyiah, TKI asal Bulukumba mengaku sering cemas dan tidak bisa tidur mendengar bunyi tembakan dan laju pesawat patrol Malaysia yang sedang melaksanakan Operasi Daulat. “Awal dengar bom, saya malah menangis,” ujar wanita yang sudah belasan tahun tinggal di Lahad Datu sebagai TKI itu.
Dia juga punya keluarga di Sulawesi Selatan yang sering menelepon karena panik. “Tapi, saya yakinkan bahwa kami aman,” ujar wanita berjilbab ini. (rdl/jpnn)