Ke Lokasi Petilasan The Beatles, Stasiun Harry Potter dan Notting Hill di London
Lokasi wisata di London bukan hanya Westminster Abbey, Big Ben, London Eye, Tower Bridge, atau Buckingham Palace. Ada juga tempat “petilasan” grup band legendaris The Beatles yang terus didatangi para turis. Berikut laporan wartawan Jawa Pos (grup Sumut Pos) M Ilham Butsiyanto yang baru pulang dari sana.
SEMBARANGAN mencorat-coret tembok di London bisa berujung hukuman atau denda karena dianggap vandalisme. Namun, aturan yang satu itun tidak berlaku di Abbey Road 3-5, London. Siapa pun yang melintas di sana bebas meninggalkan coretan di tembok pagar.
Biasanya, siapa pun yang singgah di tempat itu memang selalu meninggalkan coretan, terutama para turis. Bukan sembarang pagar yang mereka corat-coret. Itu adalah pagar studio Abbey Road. Dulu bernama studio EMI yang pernah merekam lagu grup musik legendaris The Beatles.
Bermacam-macam tulisan dari berbagai bahasa tertuang di pagar tembok putih tersebut. Ada yang menggunakan pulpen, spidol, bahkan cat semprot. Nyaris seluruh pagar tembok itu telah tertutup berbagai tulisan tangan.
Awal mula coret-mencoret di tembok tersebut dimulai sekitar 25 tahun lalu sebagai penghargaan fans kepada The Beatles. Pada 2004, sempat ada rencana untuk melarang pencoretan tembok itu karena para tetangga di Abbey Road merasa lingkungannya menjadi kotor.
Namun, rencana tersebut ditentang habis-habisan oleh penggila The Beatles. Hingga saat ini coretan-coretan itu tetap ada. Memang, terkadang tembok dicat ulang agar bersih. Itu dilakukan setiap tiga pekan, tapi kemudian boleh kembali dicoret-coret. Selanjutnya, coretan yang telah dihapus bisa dilihat kembali di situs www.abbeyroad.com/visit.
“Kami meninggalkan tulisan ini sebagai kenangan. Ini memang salah satu tempat yang ingin saya datangi di London,” kata Lena Faerber, turis asal Jerman, yang ditemui Jawa Pos di Abbey Road.
Selain meninggalkan coretan di pagar tembok, biasanya para turis berusaha mendapatkan foto spesial. Yakni, meniru adegan The Beatles dalam cover album berjudul Abbey Road yang diluncurkan pada 1969. Ketika itu para personel The Beatles menyeberang di sudut jalan Abbey Road di luar studio rekaman.
Ide menggunakan zebra cross di sudut Abbey Road itu datang dari Paul McCartney. Mereka memakai tenaga fotografer ternama asal Skotlandia, Iain Macmillan, untuk mengambil gambar John Lennon yang diikuti Ringo Starr, MacCartney, serta George Harrison di belakangnya.
Album Abbey Road kemudian mengangkat citra Abbey Road. Apalagi Abbey Road disebut sebagai album terbaik grup musik asal Liverpool itu. Majalah musik Rolling Stone menempatkan album tersebut dalam urutan ke-14 daftar 500 album paling hebat sepanjang masa.
Karena itu, citra Abbey Road sangat terangkat. Dulu ketika mengambil foto untuk cover album tersebut, The Beatles meminta bantuan polisi guna menghentikan sementara arus lalu lintas di Abbey Road. Nah, kini banyak turis yang datang dan berusaha meniru adegan tersebut. Alhasil, sering terjadi kemacetan di wilayah tersebut gara-gara ulah turis itu.
Masalahnya, para pengendara di sekitar Abbey Road tidak bisa memprotes. Sebab, di zebra cross tersebut terdapat lampu kuning bulat sebagai tanda setiap kendaraan harus berhenti ketika ada orang yang menyeberang. Di London, selain lampu lalu lintas yang lazim di Indonesia berwarna merah, kuning, dan hijau, ada jenis lampu lalu lintas yang hanya berwarna kuning dan bulat ditempatkan di kanan-kiri jalan.
“Kalau lampu yang ini, semua harus berhenti, bagaimanapun keadaannya. Terutama ketika pejalan kaki sudah melangkahkan kakinya di jalan raya. Di London, pejalan kaki memang mendapat keistimewaan,” jelas Kenneth Taylor, polisi yang ditemui Jawa Pos di area Abbey Road.
Dia juga menjelaskan, warga di sekitar Abbey Road dan pengguna jalan sudah paham dengan kondisi tersebut. Karena itu, setiap ada yang melewati zebra cross di depan studio, mereka akan berjalan perlahan.
Kalau Abbey Road mewakili peninggalan musik di London, masih ada Sherlock Holmes, tokoh detektif fiksi karya Sir Arthur Conan Doyle yang telah diterbitkan dalam bentuk novel dan film. Sejumlah peninggalannya tersimpan rapi di Baker Street 221 B yang ditetapkan sebagai museum resmi Sherlock Holmes.
Museum itu diabadikan lantaran merupakan lokasi Sir Arthur menulis novel detektif legendaris tersebut. Selain menyimpan berbagai memorabilia peninggalan Sir Arthur dan beberapa pernak-pernik yang identik dengan Sherlock, museum itu sekaligus merupakan toko yang menjual pernak-pernik Sherlock.
Kisah Sherlock juga dimanfaatkan banyak pedagang lainnya untuk mengambil keuntungan. Faktanya, di sekitar Baker Street terdapat beberapa kafe atau bar yang sengaja menggunakan nama Sherlock. Karena itu, Baker Street juga sangat identik dengan Sherlock dan menjadi jujukan para turis dari berbagai negara.
Selain The Beatles dan Sherlock, yang tidak kalah menarik adalah platform 9 3/4 di Stasiun King’s Cross, stasiun terbesar di London. Platform 9 3/4 berasal dari novel Harry Potter yang ditulis JK Rowling. Dalam cerita, platform itu merupakan titik keberangkatan menuju sekolah sihir Hogwarts.
Platform tersebut terletak di antara platform 8 dan 9. Dulu, Pemerintah Kota London memutuskan untuk memasang troli dorong yang setengah masuk di area platform 9 3/4, tapi sekarang dipindah ke depan stasiun karena renovasi yang dilakukan di platform 8.
Selain itu, banyaknya turis yang berdatangan memengaruhi arus lalu lintas di platform 8 dan 9 yang selama ini masih aktif melayani pengguna kereta. Karena itu, posisi di depan stasiun dinilai cukup strategis.
Dengan begitu, siapa pun yang menuju stasiun terbesar di Kota London tersebut akan bisa melihat dengan jelas. Banyak yang memanfaatkannya untuk berfoto di troli yang sebagiannya masuk ke tembok itu. “Buat kenang-kenangan, supaya terlihat seperti hendak ke Hogwarts,” ungkap Carmela, turis asal Spanyol.
Namun, agak berbeda dari lokasi sebelumnya di mana troli setengah itu dipasang di tembok bata merah khas London, kini hanya dipasang sebuah wallpaper bergambar bata merah. Lokasinya juga berada di tengah-tengah kios di depan Stasiun King’s Cross.
Masih ada beberapa ikon pop lain yang tetap dijaga di Kota London. Misalnya, pasar kaget di Notting Hill. Itu merupakan lokasi dalam film drama romantis yang diluncurkan pada 1999 dengan judul yang sama. Pemerannya adalah Julia Roberts dan Hugh Grant.
“Itulah yang membuat semakin banyak lokasi yang bisa dikunjungi di London. Kami juga senang karena dengan begitu banyak orang luar yang datang sekadar melihat dan berbelanja di sini,” kata Emily Cooper, warga Notting Hill yang ditemui Jawa Pos.
Sayang sekali Jawa Pos berkunjung ke sana tidak pada Sabtu atau Minggu. Sebab, biasanya di daerah Portobello, Notting Hill, di wilayah Royal Borough of Kensington and Chelsea ada pasar kaget yang menjadi background lokasi film Notting Hill.
Pasar kaget di Portobello tersebut cukup panjang. Melewati sekitar empat lampu lalu lintas, melintang mulai Portobello Road sampai Notting Hill Gate. Biasanya di sana dijual barang-barang antik, pernak-pernik yang berkaitan dengan London, serta makanan.
Namun, pengunjung yang datang karena terinspirasi film Notting Hill jangan kaget. Sebab, tidak semua latar film itu sesuai dengan kenyataan. Contohnya, tidak akan ditemui toko buku milik William Thacker (Hugh Grant). Memang ada beberapa toko buku masakan atau pertamanan. Tapi, tidak ada toko buku travel seperti dalam film.
Bukan hanya itu, di sepanjang Portobello Road tidak akan ditemui rumah berpintu biru tempat tinggal Thacker dalam film. Sebab, scene itu memang tidak diambil di Portobello Road, melainkan di Westbourne Park Road.(c5/kum/jpnn)