23.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Hidup Susah, Warga Desa Ini Ramai-Ramai Jual Ginjal

Warga Nepal menunjukkan bekas sayatan bekas operasi mengambil ginjal di pinggang mereka.
Warga Nepal menunjukkan bekas sayatan bekas operasi mengambil ginjal di pinggang mereka.

KATHMANDU, SUMUTPOS.CO – Tiga bulan berlalu pascabencana. Namun, kepedihan karena gempa 7,8 SR masih dirasakan warga Desa Hokse di Nepal. Hidup mereka makin susah. Rumah hancur dan harta yang tidak seberapa juga sirna. Ditambah lagi, kesehatan sebagian penduduk di desa minus itu mulai menurun. Sebab, ginjalnya yang tinggal satu mulai bermasalah akibat mereka tidak bisa menjaga stamina tubuh. Banyak warga yang malah menjadi alcoholic karena stres.

Ya. Warga tertekan secara psikologis lantaran pengorbanan besar mereka ternyata sia-sia. Mereka telanjur merelakan ginjal melayang demi rumah. Eh, ternyata rumah hancur karena gempa.

Mayoritas warga desa tersebut memang hidup dengan satu ginjal lantaran yang sebelah lagi sudah mereka jual. Tidak peduli laki-laki maupun warga perempuan dewasa. Tidak heran, wilayah itu dijuluki sebagai Desa Ginjal.

Kemiskinan membuat warga Desa Hokse menjadi mangsa empuk para calo organ yang ‘bergentayangan’ di Distrik Kavrepalanchowk. Calo-calo tersebut membujuk warga dengan mengatakan bahwa organ yang telah diambil bukan masalah karena akan tumbuh kembali.

Salah satu yang teperdaya oleh mulut manis calo organ itu adalah Geeta, 37. Ternyata dia hanya meraup 200.000 Nepal rupee (Rp 26,2 juta) untuk satu ginjal. ‘Saya mau menjual ginjal karena saudara ipar saya bilang bahwa tubuh kita sebenarnya hanya butuh satu ginjal. Saudara merenggut ginjal saya dan gempa mengambil rumah saya,’ ujar perempuan yang sebelah ginjalnya diambil lewat operasi di India selama 1,5 jam saja tersebut.

Ironisnya, sejak gempa, angka warga yang menjual ginjalnya itu terus bertambah. WHO menyebutkan, di Negeri Atap Dunia tersebut saja, diperkirakan perdagangan ilegal organ itu mencapai 10 ribu kasus.

Hanya sedikit rumah sakit di Nepal yang melakukan operasi donor ginjal. ‘Mereka ingin pelayanan yang lebih baik. Yang diinginkan adalah dokter India. Karena itu, mereka pergi ke rumah sakit di India,’ ungkap Dr Rishi Kumar Kafle, direktur Pusat Ginjal Anak. (dm/sha/c14/ami)

Warga Nepal menunjukkan bekas sayatan bekas operasi mengambil ginjal di pinggang mereka.
Warga Nepal menunjukkan bekas sayatan bekas operasi mengambil ginjal di pinggang mereka.

KATHMANDU, SUMUTPOS.CO – Tiga bulan berlalu pascabencana. Namun, kepedihan karena gempa 7,8 SR masih dirasakan warga Desa Hokse di Nepal. Hidup mereka makin susah. Rumah hancur dan harta yang tidak seberapa juga sirna. Ditambah lagi, kesehatan sebagian penduduk di desa minus itu mulai menurun. Sebab, ginjalnya yang tinggal satu mulai bermasalah akibat mereka tidak bisa menjaga stamina tubuh. Banyak warga yang malah menjadi alcoholic karena stres.

Ya. Warga tertekan secara psikologis lantaran pengorbanan besar mereka ternyata sia-sia. Mereka telanjur merelakan ginjal melayang demi rumah. Eh, ternyata rumah hancur karena gempa.

Mayoritas warga desa tersebut memang hidup dengan satu ginjal lantaran yang sebelah lagi sudah mereka jual. Tidak peduli laki-laki maupun warga perempuan dewasa. Tidak heran, wilayah itu dijuluki sebagai Desa Ginjal.

Kemiskinan membuat warga Desa Hokse menjadi mangsa empuk para calo organ yang ‘bergentayangan’ di Distrik Kavrepalanchowk. Calo-calo tersebut membujuk warga dengan mengatakan bahwa organ yang telah diambil bukan masalah karena akan tumbuh kembali.

Salah satu yang teperdaya oleh mulut manis calo organ itu adalah Geeta, 37. Ternyata dia hanya meraup 200.000 Nepal rupee (Rp 26,2 juta) untuk satu ginjal. ‘Saya mau menjual ginjal karena saudara ipar saya bilang bahwa tubuh kita sebenarnya hanya butuh satu ginjal. Saudara merenggut ginjal saya dan gempa mengambil rumah saya,’ ujar perempuan yang sebelah ginjalnya diambil lewat operasi di India selama 1,5 jam saja tersebut.

Ironisnya, sejak gempa, angka warga yang menjual ginjalnya itu terus bertambah. WHO menyebutkan, di Negeri Atap Dunia tersebut saja, diperkirakan perdagangan ilegal organ itu mencapai 10 ribu kasus.

Hanya sedikit rumah sakit di Nepal yang melakukan operasi donor ginjal. ‘Mereka ingin pelayanan yang lebih baik. Yang diinginkan adalah dokter India. Karena itu, mereka pergi ke rumah sakit di India,’ ungkap Dr Rishi Kumar Kafle, direktur Pusat Ginjal Anak. (dm/sha/c14/ami)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/