26 C
Medan
Monday, September 30, 2024

Lima Penyebab Kerusuhan London

LONDON- Di tengah perdebatan tentang pemangkasan anggaran keamanan maupun strategi tentang penanganan kerusuhan dan penjarahan di Inggris, muncul pertanyaan mendasar mengenai latar belakang terjadinya frustasi massa tersebut.

The Week membeber lima teori yang menggambarkan situasi pemicu meledaknya kemarahan massa di Inggris itu. Mary Riddel, doktor ekonomi dari University of Nevada, Las Vegas,  kepada Telegraph menyatakan  faktor pertamanya adalah kesenjangan. Ada penilaian telah terjadi ketimpangan dalam soal pendapatan, kesejahteraan, dan kesempatan hidup di Inggris sejak terjadinya krisis keuangan terbesar pada 1929.

Faktor yang kedua adalah kurang tegasnya polisi dalam menangani kerusuhan. Andrew Sullivan dari Daily Beast menilai, reaksi polisi saat menangani meletusnya kerusuhan pada Sabtu lalu (6/8) kurang memadai. Saat itu, polisi tidak melakukan penangkapan dan penggerebekan. Akibatnya, para perusuh dan penjarah dengan mudah beraksi.
Yang ketiga adalah tingkat pengangguran pemuda yang cukup tinggi. Melihat begitu masif dan terkoordinasinya kerusuhan itu, Doug Saunders selaku kolumnis di Globe and Mail, Kanada, menyatakan bahwa fenomena tersebut lebih berbahaya daripada hooliganisme.

Faktor berikutnya adalah persoalan oportunisme yang parah. Menurut jurnalis Brendan Neill, rusuh London bukanlah pemberontakan politik dari kelompok masyarakat miskin dan tertindas, melainkan menyebarluasnya perilaku nihilisme oleh sekelompok orang yang sengaja merampok anggota komunitas mereka. Teori yang terakhir terkait dengan persoalan ras. Bagi sebagian pelaku kerusuhan dan penjarahan, momen balas dendam atas perlakuan menyimpang dari polisi yang berlangsung selama bertahun-tahun.(he week/cak/dwi/jpnn)

LONDON- Di tengah perdebatan tentang pemangkasan anggaran keamanan maupun strategi tentang penanganan kerusuhan dan penjarahan di Inggris, muncul pertanyaan mendasar mengenai latar belakang terjadinya frustasi massa tersebut.

The Week membeber lima teori yang menggambarkan situasi pemicu meledaknya kemarahan massa di Inggris itu. Mary Riddel, doktor ekonomi dari University of Nevada, Las Vegas,  kepada Telegraph menyatakan  faktor pertamanya adalah kesenjangan. Ada penilaian telah terjadi ketimpangan dalam soal pendapatan, kesejahteraan, dan kesempatan hidup di Inggris sejak terjadinya krisis keuangan terbesar pada 1929.

Faktor yang kedua adalah kurang tegasnya polisi dalam menangani kerusuhan. Andrew Sullivan dari Daily Beast menilai, reaksi polisi saat menangani meletusnya kerusuhan pada Sabtu lalu (6/8) kurang memadai. Saat itu, polisi tidak melakukan penangkapan dan penggerebekan. Akibatnya, para perusuh dan penjarah dengan mudah beraksi.
Yang ketiga adalah tingkat pengangguran pemuda yang cukup tinggi. Melihat begitu masif dan terkoordinasinya kerusuhan itu, Doug Saunders selaku kolumnis di Globe and Mail, Kanada, menyatakan bahwa fenomena tersebut lebih berbahaya daripada hooliganisme.

Faktor berikutnya adalah persoalan oportunisme yang parah. Menurut jurnalis Brendan Neill, rusuh London bukanlah pemberontakan politik dari kelompok masyarakat miskin dan tertindas, melainkan menyebarluasnya perilaku nihilisme oleh sekelompok orang yang sengaja merampok anggota komunitas mereka. Teori yang terakhir terkait dengan persoalan ras. Bagi sebagian pelaku kerusuhan dan penjarahan, momen balas dendam atas perlakuan menyimpang dari polisi yang berlangsung selama bertahun-tahun.(he week/cak/dwi/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/