31.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

RI Imbau Solusi Damai untuk Konflik Filipina Selatan

RI Imbau Solusi Damai untuk Konflik Filipina Selatan
RI Imbau Solusi Damai untuk Konflik Filipina Selatan

Filipina  – Sebanyak 5.432 warga negara Indonesia (WNI) terjebak di daerah konflik di Filipina Selatan. Situasi yang semakin panas antara pemerintah Filipina dan Front Nasional Pembebasan Moro (MNLF) belum membuat pemerintah Indonesia berupaya memulangkan para WNI tersebut ke tanah air.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene menjelaskan bahwa saat ini rencana pemulangan para WNI itu belum ada. Kendati demikian, dia menyatakan bahwa pihak KBRI dan KJRI di sana akan terus memantau kondisi WNI. “Belum, sampai saat ini belum ada (rencana pemulangan). Kami masih terus memantau kondisi di sana,” katanya.

Selain terus memantau kondisi konflik di Filipina Selatan, pihak KBRI di Kuala Lumpur dan KJRI di Filipina Selatan disibukkan dengan mengurus izin para WNI tersebut. Pasalnya, sebagian besar dari mereka sudah tidak memiliki izin tinggal dan dokumen keimigrasian lain. “Sebagian besar dari mereka sudah turun-temurun tinggal di sana tanpa status yang jelas. Bahkan, banyak yang sudah tidak memiliki dokumen imigrasi maupun paspor,” jelasnya.

Selain agar mereka memiliki status yang jelas untuk mendapat perlindungan yang jelas, pengurusan itu, lanjut Tene, dilakukan agar anak para WNI tersebut bisa bersekolah. Sebab, jika tidak memiliki identitas yang jelas, anak-anak tersebut bakal kesulitan untuk duduk di bangku sekolah.

Dalam situs resmi Kementerian Luar Negeri kemarin, Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa menyampaikan keprihatinannya atas konflik di Filipina Selatan. Menlu mengimbau konflik itu segera diselesaikan secara damai. “Solusi damai adalah satu-satunya pilihan yang harus ditempuh kedua pihak,” ujarnya,

Marty menyarankan semua pihak terkait bisa menahan diri serta memastikan keselamatan dan keamanan warga sipil. Selain itu, dia mengharapkan kedua pihak tetap berdasar pada kesepakatan yang telah mereka capai sebagaimana yang tertuang dalam Final Peace Agreement 1996.

“Kesepakatan 1996 yang komprehensif tersebut merupakan landasan bagi penyelesaian permasalahan di Filipina Selatan yang adil, menyeluruh, dan berkelanjutan,” tutur dia. Marty juga menyatakan kesiapan pemerintah Indonesia untuk turut berkontribusi dalam pemulihan kondisi di Filipina Selatan jika pihak terkait meminta.

Sebelumnya, saat rapat tanya jawab dengan Komisi I DPR Rabu lalu, Menlu mengutarakan bahwa kondisi di Filipina Selatan saat ini cukup memprihatinkan. Konflik yang terjadi antara MNLF dan pemerintah setempat dinyatakan dapat mengancam stabilitas serta keamanan Filipina Selatan. Karena itu, Menlu menegaskan bahwa pemerintah Indonesia dan Filipina mengadakan pembicaraan intensif agar situasi di sana tidak memburuk.

Pertempuran antara MNLF dan militer Filipina di Zamboanga, Filipina Selatan, kembali terjadi sejak Senin (9/9). Beberapa ratus pasukan bersenjata MNLF mencoba memasuki kota dengan perahu yang kemudian dicegat Angkatan Laut Filipina. Pihak militer mengatakan bahwa para pemberontak yang berseragam militer itu berusaha masuk ke balai kota untuk mengibarkan bendera Moro dan mendeklarasikan kemerdekaan dari pemerintahan nasional Filipina.

Namun, hal tersebut disangkal dengan tegas oleh pihak pemberontak. Mereka menyatakan, para anggota front berkumpul untuk melakukan demonstrasi damai sebelum akhirnya diserang militer Filipina. Hingga kemarin, telah dilaporkan 12 orang tewas dan sekitar 13 ribu warga mengungsi. (mia/c11/kim)

RI Imbau Solusi Damai untuk Konflik Filipina Selatan
RI Imbau Solusi Damai untuk Konflik Filipina Selatan

Filipina  – Sebanyak 5.432 warga negara Indonesia (WNI) terjebak di daerah konflik di Filipina Selatan. Situasi yang semakin panas antara pemerintah Filipina dan Front Nasional Pembebasan Moro (MNLF) belum membuat pemerintah Indonesia berupaya memulangkan para WNI tersebut ke tanah air.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene menjelaskan bahwa saat ini rencana pemulangan para WNI itu belum ada. Kendati demikian, dia menyatakan bahwa pihak KBRI dan KJRI di sana akan terus memantau kondisi WNI. “Belum, sampai saat ini belum ada (rencana pemulangan). Kami masih terus memantau kondisi di sana,” katanya.

Selain terus memantau kondisi konflik di Filipina Selatan, pihak KBRI di Kuala Lumpur dan KJRI di Filipina Selatan disibukkan dengan mengurus izin para WNI tersebut. Pasalnya, sebagian besar dari mereka sudah tidak memiliki izin tinggal dan dokumen keimigrasian lain. “Sebagian besar dari mereka sudah turun-temurun tinggal di sana tanpa status yang jelas. Bahkan, banyak yang sudah tidak memiliki dokumen imigrasi maupun paspor,” jelasnya.

Selain agar mereka memiliki status yang jelas untuk mendapat perlindungan yang jelas, pengurusan itu, lanjut Tene, dilakukan agar anak para WNI tersebut bisa bersekolah. Sebab, jika tidak memiliki identitas yang jelas, anak-anak tersebut bakal kesulitan untuk duduk di bangku sekolah.

Dalam situs resmi Kementerian Luar Negeri kemarin, Menteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa menyampaikan keprihatinannya atas konflik di Filipina Selatan. Menlu mengimbau konflik itu segera diselesaikan secara damai. “Solusi damai adalah satu-satunya pilihan yang harus ditempuh kedua pihak,” ujarnya,

Marty menyarankan semua pihak terkait bisa menahan diri serta memastikan keselamatan dan keamanan warga sipil. Selain itu, dia mengharapkan kedua pihak tetap berdasar pada kesepakatan yang telah mereka capai sebagaimana yang tertuang dalam Final Peace Agreement 1996.

“Kesepakatan 1996 yang komprehensif tersebut merupakan landasan bagi penyelesaian permasalahan di Filipina Selatan yang adil, menyeluruh, dan berkelanjutan,” tutur dia. Marty juga menyatakan kesiapan pemerintah Indonesia untuk turut berkontribusi dalam pemulihan kondisi di Filipina Selatan jika pihak terkait meminta.

Sebelumnya, saat rapat tanya jawab dengan Komisi I DPR Rabu lalu, Menlu mengutarakan bahwa kondisi di Filipina Selatan saat ini cukup memprihatinkan. Konflik yang terjadi antara MNLF dan pemerintah setempat dinyatakan dapat mengancam stabilitas serta keamanan Filipina Selatan. Karena itu, Menlu menegaskan bahwa pemerintah Indonesia dan Filipina mengadakan pembicaraan intensif agar situasi di sana tidak memburuk.

Pertempuran antara MNLF dan militer Filipina di Zamboanga, Filipina Selatan, kembali terjadi sejak Senin (9/9). Beberapa ratus pasukan bersenjata MNLF mencoba memasuki kota dengan perahu yang kemudian dicegat Angkatan Laut Filipina. Pihak militer mengatakan bahwa para pemberontak yang berseragam militer itu berusaha masuk ke balai kota untuk mengibarkan bendera Moro dan mendeklarasikan kemerdekaan dari pemerintahan nasional Filipina.

Namun, hal tersebut disangkal dengan tegas oleh pihak pemberontak. Mereka menyatakan, para anggota front berkumpul untuk melakukan demonstrasi damai sebelum akhirnya diserang militer Filipina. Hingga kemarin, telah dilaporkan 12 orang tewas dan sekitar 13 ribu warga mengungsi. (mia/c11/kim)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/