Seorang mahasiswa Medan yang menuntut ilmu di Benghazi, Libya, Alfiansyah Harahap (24) menyebutkan kepemimpinan Muamar Kadhafi membuat rasa aman, buktinya 70 persen rakyat Libya mendukung kepemimpinannya. Tapi, karena permintan pemerintah Indonesia maka dirinya harus kembali.
Hal itu dikemukannya saat ditemui di rumah orang tuanya, di Jalan Menteng Gang Bakti No 5, Medan, Selasa (15/3), Alfiansyah menyebutkan, bahwa kepulangannya ke Kota Medan, Sabtu (12/3) sebenarnya hal yang sangat berat, lantaran tiga bulan mendatang dirinya akan menamatkan studinya di Akademi Dakwah Islamiah Internasional.
“Saya khawatir tidak bisa kembali lagi ke Libya. Karena, studinya yang dijalaninya sudah empat tahun hanya tersisa tiga bulan lagi,” katanya.
Dia menyebutkan, selama di Libya, dirinya tinggal di Kota Benghazi atau wilayah ibu kota saat dipimpin Raja Idris. Sedangkan kerusuhan itu terpusat di ibu kota Libya yang sekarang ini di Tripoli.
Alfiansyah menuturkan, kerusuhan yang menyebabkan perang saudara antara pro Kadhafi dan pro demokrasi di Libya, sebenarnya bukan hal yang ditakutinya, karena dirinya dan sebagian teman yang lain tinggal di asrama Akademi Dakwah Islamiah Internasional.
“Di dalam akademi kami merasa aman, karena sebelum kerusuhan, akademi akan dijaga dengan ketat dan karena kerusuhan akademi semakin diperketat, jadi kami masih tetap aman,” ucapnya, “Selama rusuh, 113 mahasiswa Indonesia yang ada di akademi tersebut tidak merasa kekurangan, karena stok makanan selama 2 minggu telah di sediakan pihak akedemi,” tambahnya saat ditemui di rumahnya di Jalan Menteng Gang Bakti No 5, Medan.
Ketika ditanyai mengenai kepemimpinan Kadhafi, dia menyatakan, permintaan rakyat yang ingin mengembalikan masa Raja Idris di Libya dan menggulingkan kekuasaan Muammar Kadhafi merupakan hal sangat sulit. Apalagi, sekitar 70 persen penduduk di Libya merasa aman dengan kepemimpinan Kadhafi, “Masyarakat di Libya makmur, bahkan pendapatan mereka sangat terjamin,” katanya, “Kami berharap agar Pemerintah memperhatikan memperhatikan nasibnya sebagai seorang pelajar, saya hanya ingin menyelesaikan tugas sekolah saya di Libya,” harapnya.
Bahkan, dia menyebutkan, kerusuhan di Libya ini hanya sebagian saja, tidak seperti apa yang diberitakan media massa. Bahkan, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok hanya dibeberapa bagian saja, begitu juga kawasan pariwisata yang ditutup.
“Jadi bukan secara keseluruhannya kerusuhan itu,” paparnya.
Alfiansyah yang ketika itu ditemui didampingi ibunya, Nurhamidah Siregar mengakui, sempat merasa sedih, karena adanya pemberitaan yang mengganggu pikirannya.
“Saya sempat berfikir, apakah anak saya akan aman, makanan dan keselamatannya baik-baik saja, karena pemberitaan yang tidak sesuai tersebut membuat saya merasa sangat sedih dengan keadaan di Libya,”ujarnya. (mag-9)