32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Penduduk Tiongkok Bakal Dipermudah Punya Keturunan

 

Perdana Menteri Cina, Li Keqiang.
Perdana Menteri Cina, Li Keqiang.

BEIJING, SUMUTPOS.CO – Selama ini Tiongkok dikenal sebagai negara dengan populasi terbanyak di dunia. Berdasarkan hal tersebut, sejak 1970-an, pemerintah Tiongkok punya kebijakan ‘Satu Anak’. Tujuannya, menekan angka pertumbuhan.

Pasangan yang tinggal di perkotaan hanya boleh memiliki satu anak. Lantas, pasangan yang tinggal di pedesaan boleh memiliki dua anak. Dengan catatan, anak pertama mereka adalah perempuan.

Kini setelah kebijakan itu ditetapkan lebih dari 45 tahun, Pemerintah Tiongkok ganti kebingungan dengan demografi penduduknya. Penduduk yang berusia tua meningkat cukup tajam, sedangkan yang berusia kerja kian menyusut. Laporan pada 2012 menunjukkan bahwa penduduk usia kerja berkurang 4,45 juta orang.

Pada 2013 penduduk Tiongkok yang berusia di atas 60 tahun meningkat tajam, yakni 202 juta orang. Jumlah tersebut setara dengan 15 persen dari total populasi di Tiongkok.

Kini, penduduk Tiongkok bakal lebih mudah memiliki anak. Sebab, ada kemungkinan bahwa kebijakan satu anak akan lebih dikendurkan lagi. Langkah itu ditempuh setelah kebijakan untuk memiliki dua anak yang diberlakukan dua tahun lalu tidak berjalan baik.

Minggu (15/3), Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang menegaskan, akan ada perbaikan dan peningkatan kebijakan terkait dengan hal tersebut. Dengan begitu, lebih banyak yang tertarik untuk memiliki dua anak.

“Kami akan membuat perbaikan dan penyesuaian atas kebijakan itu sesuai hukum yang berlaku,” ujarnya.

Namun, dia tidak menjelaskan penyesuaian yang akan diambil pemerintah tersebut secara detail.

Kebijakan dua anak yang diberlakukan sejak 2013 tidak mendapatkan respons positif dari masyarakat. Terlebih ada syarat khusus untuk memiliki dua anak itu. Yaitu, orang tua masing-masing pasangan harus sama-sama anak tunggal. Akhirnya, tidak ada penambahan signifikan pada angka kelahiran bayi setelah aturan baru tersebut diberlakukan.

Karena itulah, kebijakan dua anak untuk pasangan tertentu tersebut kini ditinjau ulang secara menyeluruh. “Seluruh pro dan kontra kami pertimbangkan,” tandas PM Li.

Sepanjang 2014 lalu, setelah kelonggaran kebijakan dua anak diterapkan, ternyata hanya ada tambahan 470 ribu kelahiran baru. Jumlah itu hanya sepertiga dari sepersepuluh penduduk yang lolos syarat untuk menambah anak. Pemerintah Tiongkok menargetkan bahwa tahun ini akan ada peningkatan jumlah bayi yang baru lahir.

Kebijakan satu anak yang diterapkan pemerintah Tiongkok memang sukses menekan angka kelahiran dan meroketkan perekonomian mereka. Namun, di sisi lain, efek negatifnya juga banyak. Orang tua yang hanya berkesempatan memiliki seorang anak cenderung memilih anak laki-laki.

Berbagai usaha mereka lakukan agar anak yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki. Karena itu, jumlah laki-laki jauh lebih banyak daripada perempuan. Sebagai contoh, tahun lalu, untuk setiap 116 kelahiran bayi laki-laki, hanya ada seratus kelahiran bayi perempuan. Imbasnya, terjadi ketidakseimbangan dalam rasio.

Bukan hanya itu, pria-pria pun jadi sulit mencari istri sehingga harus membeli istri dari negara-negara tetangga secara ilegal. Para pria tersebut bukannya tidak ingin menikah dengan orang Tiongkok. Namun, karena jumlah penduduk muda yang perempuan sedikit, orang tua sang gadis kebanyakan kerap jual mahal. Mereka meminta uang mahar yang luar biasa besar. (AFP/Xinhua/sha/c20/tia/adk/jpnn)

 

Perdana Menteri Cina, Li Keqiang.
Perdana Menteri Cina, Li Keqiang.

BEIJING, SUMUTPOS.CO – Selama ini Tiongkok dikenal sebagai negara dengan populasi terbanyak di dunia. Berdasarkan hal tersebut, sejak 1970-an, pemerintah Tiongkok punya kebijakan ‘Satu Anak’. Tujuannya, menekan angka pertumbuhan.

Pasangan yang tinggal di perkotaan hanya boleh memiliki satu anak. Lantas, pasangan yang tinggal di pedesaan boleh memiliki dua anak. Dengan catatan, anak pertama mereka adalah perempuan.

Kini setelah kebijakan itu ditetapkan lebih dari 45 tahun, Pemerintah Tiongkok ganti kebingungan dengan demografi penduduknya. Penduduk yang berusia tua meningkat cukup tajam, sedangkan yang berusia kerja kian menyusut. Laporan pada 2012 menunjukkan bahwa penduduk usia kerja berkurang 4,45 juta orang.

Pada 2013 penduduk Tiongkok yang berusia di atas 60 tahun meningkat tajam, yakni 202 juta orang. Jumlah tersebut setara dengan 15 persen dari total populasi di Tiongkok.

Kini, penduduk Tiongkok bakal lebih mudah memiliki anak. Sebab, ada kemungkinan bahwa kebijakan satu anak akan lebih dikendurkan lagi. Langkah itu ditempuh setelah kebijakan untuk memiliki dua anak yang diberlakukan dua tahun lalu tidak berjalan baik.

Minggu (15/3), Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang menegaskan, akan ada perbaikan dan peningkatan kebijakan terkait dengan hal tersebut. Dengan begitu, lebih banyak yang tertarik untuk memiliki dua anak.

“Kami akan membuat perbaikan dan penyesuaian atas kebijakan itu sesuai hukum yang berlaku,” ujarnya.

Namun, dia tidak menjelaskan penyesuaian yang akan diambil pemerintah tersebut secara detail.

Kebijakan dua anak yang diberlakukan sejak 2013 tidak mendapatkan respons positif dari masyarakat. Terlebih ada syarat khusus untuk memiliki dua anak itu. Yaitu, orang tua masing-masing pasangan harus sama-sama anak tunggal. Akhirnya, tidak ada penambahan signifikan pada angka kelahiran bayi setelah aturan baru tersebut diberlakukan.

Karena itulah, kebijakan dua anak untuk pasangan tertentu tersebut kini ditinjau ulang secara menyeluruh. “Seluruh pro dan kontra kami pertimbangkan,” tandas PM Li.

Sepanjang 2014 lalu, setelah kelonggaran kebijakan dua anak diterapkan, ternyata hanya ada tambahan 470 ribu kelahiran baru. Jumlah itu hanya sepertiga dari sepersepuluh penduduk yang lolos syarat untuk menambah anak. Pemerintah Tiongkok menargetkan bahwa tahun ini akan ada peningkatan jumlah bayi yang baru lahir.

Kebijakan satu anak yang diterapkan pemerintah Tiongkok memang sukses menekan angka kelahiran dan meroketkan perekonomian mereka. Namun, di sisi lain, efek negatifnya juga banyak. Orang tua yang hanya berkesempatan memiliki seorang anak cenderung memilih anak laki-laki.

Berbagai usaha mereka lakukan agar anak yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki. Karena itu, jumlah laki-laki jauh lebih banyak daripada perempuan. Sebagai contoh, tahun lalu, untuk setiap 116 kelahiran bayi laki-laki, hanya ada seratus kelahiran bayi perempuan. Imbasnya, terjadi ketidakseimbangan dalam rasio.

Bukan hanya itu, pria-pria pun jadi sulit mencari istri sehingga harus membeli istri dari negara-negara tetangga secara ilegal. Para pria tersebut bukannya tidak ingin menikah dengan orang Tiongkok. Namun, karena jumlah penduduk muda yang perempuan sedikit, orang tua sang gadis kebanyakan kerap jual mahal. Mereka meminta uang mahar yang luar biasa besar. (AFP/Xinhua/sha/c20/tia/adk/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/