31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Akhir Tragis Diktator Flamboyan

Menyerah di Terowongan, Kadhafi Tewas Tanpa Ampun

SIRTE-Dengan suara gemetar, pria sepuh berbaju militer dengan warna khaki yang terpojok di sebuah selokan air bersama beberapa  orang dekatnya itu berteriak, “Jangan tembak, jangan tembak.” Tangannya yang masih menggenggam pistol berwarna keemasan terangkat tanda menyerah. Kelima orang yang bersamanya terkurung di saluran air di bawah jalan di Distrik 2 yang mengarah keluar Sirte, kota di pesisir Mediterania, sebelah barat Tripoli, Libya, tersebut, juga melakukan hal yang sama.

Tapi, belasan tentara yang mengepungnya kemarin (20/10) seakan tak mendengar teriakan itu. Pistol emasnya direbut dan kedua kaki si pria tadi ditembak. Ada pula yang menembak perut dan kepalanya. Pria itu pun mengembuskan napas terakhir.

Pria tersebut adalah Muammar Kadhafi. Sebuah akhir yang amat tragis untuk seorang diktator flamboyan berpangkat kolonel yang selama sekitar 42 tahun menguasai negeri bekas jajahan Italia itu.

Turut tewas bersama pria 69 tahun tersebut di selokan itu salah seorang anaknya, Mutassim, dan Kepala Intelijen Abd Allah al-Sanusi.

Mutassim dan al-Sanusi juga tewas ditembak tentara pemberontak yang telah berjuang mendongkel kekuasaan Kadhafi sejak Februari silam. Sedangkan tiga orang lainnya yang ada di selokan itu ditangkap, yakni juru bicara pemerintahan Kadhafi, Moussa Ibrahim; sepupu sekaligus penasihat Kadhafi Ahmed Ibrahim; dan Mansour Daw, asisten pribadi sang diktator

Mereka berombongan menggunakan lima mobil bermaksud melarikan diri dari Sirte. Tapi, di tengah perjalanan, mereka dihentikan hajaran dari udara dua pesawat NATO. Serangan tersebut mengakibatkan mantan Menteri Pertahanan Libya Abu Bakr Yunis tewas seketika, begitu pula dengan tiga pengawal yang mengawal konvoi mantan penguasa negeri kaya minyak tersebut.

Kabar tewasnya Kadhafi yang telah hidup dalam pelarian sejak jatuhnya Tripoli pada 23 Agustus lalu itu langsung disambut gembira pasukan pemberontak dan mayoritas warga Libya, mulai ibu kota Tripoli hingga ke Benghazi, kota tempat revolusi Libya bermula. Mereka turun ke jalan, menembakkan senapan ke udara, dan membunyikan klakson mobil. Teriakan “Allahu Akbar” terdengar dimana-mana.

“Kami sudah lama menunggu momen ini. Muammar Kadhafi telah tewas,” kata Perdana Menteri Libya (versi pemberontak yang dinaungi Dewan Transisi Nasional atau NTC) Mahmoud Jibril dalam jumpa pers di Tripoli tadi malam WIB, seperti dikutip Associated Press.  Terpisah, pejabat NTC lainnya, Abdel Madjid Mlegta, juga mengonfirmasi kematian pria yang oleh mantan Presiden Amerika Serikat dijuluki sebagai “si Anjing Gila” itu. “(Selain di kaki) dia (Kadhafi) juga ditembak di kepala. Banyak tembakan diarahkan kepada rombongannya dan dia tewas,” katanya, seperti dikutip Al-Arabiya.net.

Sebelum jumpa pers itu, sempat terjadi kesimpangsiuran. Ada yang menyebut Kadhafi tertangkap hidup-hidup. Ada pula yang mengatakan pria yang berkuasa setelah memimpin kudeta terhadap Raja Idris pada 1969 itu tertangkap tapi terluka dan dirawat di rumah sakit di Misrata, kota di sebelah barat Sirte. Tapi, banyak juga yang mengabarkan Kadhafi telah tewas.

NTC awalnya hanya menyatakan ada “tangkapan besar” yang dibawa ke Misrata. Tapi, kemudian beredar foto seorang pria yang wajah dan tubuhnya berlumuran darah yang diduga kuat sebagai Kadhafi. Televisi Al-Jazeera juga menayangkan potongan gambar yang memperlihatkan pria yang sama, dikelilingi tentara pemberontak yang terlihat merayakan momen tersebut dengan menembakkan senjata mereka ke udara.

Bahkan setelah jumpa pers yang dihelat Jibril pun, banyak pihak yang belum yakin, termasuk Amerika Serikat. Belum ada kepastian juga bagaimana sebenarnya Kadhafi tewas. CNN, misalnya, menyebut diktator eksentrik dan orang-orang dekatnya digerebek di rumah tempat persembunyiannya di Sirte. Dia ditembak karena berusaha melarikan diri.
Namun, versi yang banyak diyakini kebenarannya adalah Kadhafi tewas di selokan ketika berusaha meninggalkan Sirte tadi. NATO, seperti dikutip The Guardian, sudah mengonfirmasi dua pesawat mereka berhasil menghajar konvoi mobil yang kemudian diketahui ditumpangi Kadhafi.

Sejak kompleks kediamannya yang megah dan kokoh di Tripoli, Bab Al Aziziya, direbut pemberontak, Kadhafi bersama sejumlah orang dekatnya memang bersembunyi di Sirte, kota kelahiran yang sangat dicintai pria yang ditetapkan Pengadilan Kriminal Internasional sebagai penjahat perang itu. Sejumlah keluarganya juga mengungsi ke Aljazair.
Sedangkan anaknya yang paling terkenal, Saif al-Islam, hingga berita ini ditulis, dikabarkan masih berkeliaran di wilayah gurun pasir sebelah selatan negeri itu. Pasukan pemberontak terus memburu pria yang Agustus lalu sempat dikabarkan tertangkap di Tripoli itu.

Dengan tewas di kota kelahiran, Kadhafi bernasib sama seperti eks diktator Iraq Saddam Hussein yang juga tertangkap di sebuah gudang pertanian tak jauh dari kota kelahirannya, Tikrit, pada 13 Desember 2003. Hanya bedanya, Saddam ditangkap hidup-hidup dan baru dihukum gantung pada 5 November 2006.

Tewasnya Kadhafi tersebut sekaligus bisa diartikan bahwa perang di Libya telah berakhir. Sebelumnya, meski Tripoli telah jatuh, pasukan pro-Kadhafi terus melakukan perlawanan, terutama dari Sirte. Akibatnya, konflik bersenjata yang berlangsung selama delapan bulan itu mengakibatkan setidaknya 25 ribu nyawa melayang.

Perang berakhir, tapi bukan berarti persoalan telah selesai. Libya yang kini di bawah kendali NTC masih harus menghadapi segunung masalah. Mulai membangun kembali infrastruktur yang porak poranda, memulihkan perekonomian, hingga membentuk pemerintahan baru yang bisa mewakili berbagai faksi yang tergabung dalam NTC. Di Sirte, misalnya, mayoritas fasilitas kota hancur dan hampir seluruh penduduknya yang berjumlah 100 ribu orang mengungsi.

Kepala NTC Mustafa Abdel Jalil sudah berjanji akan memberi kompensasi kepada keluarga 25 ribu warga Libya yang tewas akibat perang yang disulut revolusi Arab yang lebih dulu berkobar di dua negara tetangga, Tunisia dan Mesir itu.  “Keluarga para martir, juga yang terluka serta para pejuang sendiri akan kami beri kompensasi,” kata Jalil kepada AFP.
Meski kemenangan kaum pemberontak anti-Kadhafi tak lepas dari bantuan pasukan NATO, sejumlah pihak di luar Libya sudah mewanti-wanti agar nasib negeri itu sepenuhnya diserahkan kepafa rakyat Libya sendiri. “Jangan ada intervensi,” ujar Presiden Rusia Dmitry Medvedev, seperti dikutip AFP.

Mantan kandidat presiden AS, senator John McCain juga mendukung warga Libya agar fokus menyelesaikan masalah mereka sendiri. “Warga Libya bisa fokus pada penguatan persatuan nasional dan membangun perekonomian,” katanya. (ttg/jpnn)

KRONOLOGIS TEWASNYA KADHAFI

16.05 WIB:
Sirte, kota tempat Muammar Kadhafi bersembunyi, jatuh ke tangan pemberontak.

18.01:
Dua pesawat NATO membombardir rombongan mobil Kadhafi; anaknya, Mutassim; mantan menteri pertahanan Abu Bakr Younis; juru bicara Kadhafi, Moussa Ibrahim; kepala intelijen Abd Allah Al Sanusi; sepupu sekaligus penasihat Kadhafi Ahmed Ibrahim; asisten pribadi Kadhafi, Mansour Daw, dan tiga pengawal.

18.07:
Younis dan tiga pengawal tewas akibat hajaran pesawat Nato. Kadhafi dan anggota rombongan bersembunyi di selokan di bawah jalan. Pasukan pemberontak mengepungnya.

18.25:
Terkepung, Kadhafi yang menggenggam pistol berwarna keemasan berteriak, “jangan tembak, jangan tembak.” Tapi, seorang tentara pemberontak menembaknya di kedua kaki dengan senjata kaliber 9 milimeter. Ada pula yang menyebut dia ditembak di bagian perut.

18.53:
Reuters melaporkan, Kadhafi tewas karena luka tembak. Mutassim juga tewas. Sedangkan anggota rombongan lainnya ditangkap.

18.56:
Televisi Al-Libiya yang pro-Kadhafi membantah sang kolonel tewas.

17.03:
Seorang tentara pemberontak yang turut menangkap Kadhafi memastikan diktator itu telah tewas. Dia mengaku merampas pistol emasnya.

Sumber: Reuters, The Guardian, Daily Telegraph, AFP

Menyerah di Terowongan, Kadhafi Tewas Tanpa Ampun

SIRTE-Dengan suara gemetar, pria sepuh berbaju militer dengan warna khaki yang terpojok di sebuah selokan air bersama beberapa  orang dekatnya itu berteriak, “Jangan tembak, jangan tembak.” Tangannya yang masih menggenggam pistol berwarna keemasan terangkat tanda menyerah. Kelima orang yang bersamanya terkurung di saluran air di bawah jalan di Distrik 2 yang mengarah keluar Sirte, kota di pesisir Mediterania, sebelah barat Tripoli, Libya, tersebut, juga melakukan hal yang sama.

Tapi, belasan tentara yang mengepungnya kemarin (20/10) seakan tak mendengar teriakan itu. Pistol emasnya direbut dan kedua kaki si pria tadi ditembak. Ada pula yang menembak perut dan kepalanya. Pria itu pun mengembuskan napas terakhir.

Pria tersebut adalah Muammar Kadhafi. Sebuah akhir yang amat tragis untuk seorang diktator flamboyan berpangkat kolonel yang selama sekitar 42 tahun menguasai negeri bekas jajahan Italia itu.

Turut tewas bersama pria 69 tahun tersebut di selokan itu salah seorang anaknya, Mutassim, dan Kepala Intelijen Abd Allah al-Sanusi.

Mutassim dan al-Sanusi juga tewas ditembak tentara pemberontak yang telah berjuang mendongkel kekuasaan Kadhafi sejak Februari silam. Sedangkan tiga orang lainnya yang ada di selokan itu ditangkap, yakni juru bicara pemerintahan Kadhafi, Moussa Ibrahim; sepupu sekaligus penasihat Kadhafi Ahmed Ibrahim; dan Mansour Daw, asisten pribadi sang diktator

Mereka berombongan menggunakan lima mobil bermaksud melarikan diri dari Sirte. Tapi, di tengah perjalanan, mereka dihentikan hajaran dari udara dua pesawat NATO. Serangan tersebut mengakibatkan mantan Menteri Pertahanan Libya Abu Bakr Yunis tewas seketika, begitu pula dengan tiga pengawal yang mengawal konvoi mantan penguasa negeri kaya minyak tersebut.

Kabar tewasnya Kadhafi yang telah hidup dalam pelarian sejak jatuhnya Tripoli pada 23 Agustus lalu itu langsung disambut gembira pasukan pemberontak dan mayoritas warga Libya, mulai ibu kota Tripoli hingga ke Benghazi, kota tempat revolusi Libya bermula. Mereka turun ke jalan, menembakkan senapan ke udara, dan membunyikan klakson mobil. Teriakan “Allahu Akbar” terdengar dimana-mana.

“Kami sudah lama menunggu momen ini. Muammar Kadhafi telah tewas,” kata Perdana Menteri Libya (versi pemberontak yang dinaungi Dewan Transisi Nasional atau NTC) Mahmoud Jibril dalam jumpa pers di Tripoli tadi malam WIB, seperti dikutip Associated Press.  Terpisah, pejabat NTC lainnya, Abdel Madjid Mlegta, juga mengonfirmasi kematian pria yang oleh mantan Presiden Amerika Serikat dijuluki sebagai “si Anjing Gila” itu. “(Selain di kaki) dia (Kadhafi) juga ditembak di kepala. Banyak tembakan diarahkan kepada rombongannya dan dia tewas,” katanya, seperti dikutip Al-Arabiya.net.

Sebelum jumpa pers itu, sempat terjadi kesimpangsiuran. Ada yang menyebut Kadhafi tertangkap hidup-hidup. Ada pula yang mengatakan pria yang berkuasa setelah memimpin kudeta terhadap Raja Idris pada 1969 itu tertangkap tapi terluka dan dirawat di rumah sakit di Misrata, kota di sebelah barat Sirte. Tapi, banyak juga yang mengabarkan Kadhafi telah tewas.

NTC awalnya hanya menyatakan ada “tangkapan besar” yang dibawa ke Misrata. Tapi, kemudian beredar foto seorang pria yang wajah dan tubuhnya berlumuran darah yang diduga kuat sebagai Kadhafi. Televisi Al-Jazeera juga menayangkan potongan gambar yang memperlihatkan pria yang sama, dikelilingi tentara pemberontak yang terlihat merayakan momen tersebut dengan menembakkan senjata mereka ke udara.

Bahkan setelah jumpa pers yang dihelat Jibril pun, banyak pihak yang belum yakin, termasuk Amerika Serikat. Belum ada kepastian juga bagaimana sebenarnya Kadhafi tewas. CNN, misalnya, menyebut diktator eksentrik dan orang-orang dekatnya digerebek di rumah tempat persembunyiannya di Sirte. Dia ditembak karena berusaha melarikan diri.
Namun, versi yang banyak diyakini kebenarannya adalah Kadhafi tewas di selokan ketika berusaha meninggalkan Sirte tadi. NATO, seperti dikutip The Guardian, sudah mengonfirmasi dua pesawat mereka berhasil menghajar konvoi mobil yang kemudian diketahui ditumpangi Kadhafi.

Sejak kompleks kediamannya yang megah dan kokoh di Tripoli, Bab Al Aziziya, direbut pemberontak, Kadhafi bersama sejumlah orang dekatnya memang bersembunyi di Sirte, kota kelahiran yang sangat dicintai pria yang ditetapkan Pengadilan Kriminal Internasional sebagai penjahat perang itu. Sejumlah keluarganya juga mengungsi ke Aljazair.
Sedangkan anaknya yang paling terkenal, Saif al-Islam, hingga berita ini ditulis, dikabarkan masih berkeliaran di wilayah gurun pasir sebelah selatan negeri itu. Pasukan pemberontak terus memburu pria yang Agustus lalu sempat dikabarkan tertangkap di Tripoli itu.

Dengan tewas di kota kelahiran, Kadhafi bernasib sama seperti eks diktator Iraq Saddam Hussein yang juga tertangkap di sebuah gudang pertanian tak jauh dari kota kelahirannya, Tikrit, pada 13 Desember 2003. Hanya bedanya, Saddam ditangkap hidup-hidup dan baru dihukum gantung pada 5 November 2006.

Tewasnya Kadhafi tersebut sekaligus bisa diartikan bahwa perang di Libya telah berakhir. Sebelumnya, meski Tripoli telah jatuh, pasukan pro-Kadhafi terus melakukan perlawanan, terutama dari Sirte. Akibatnya, konflik bersenjata yang berlangsung selama delapan bulan itu mengakibatkan setidaknya 25 ribu nyawa melayang.

Perang berakhir, tapi bukan berarti persoalan telah selesai. Libya yang kini di bawah kendali NTC masih harus menghadapi segunung masalah. Mulai membangun kembali infrastruktur yang porak poranda, memulihkan perekonomian, hingga membentuk pemerintahan baru yang bisa mewakili berbagai faksi yang tergabung dalam NTC. Di Sirte, misalnya, mayoritas fasilitas kota hancur dan hampir seluruh penduduknya yang berjumlah 100 ribu orang mengungsi.

Kepala NTC Mustafa Abdel Jalil sudah berjanji akan memberi kompensasi kepada keluarga 25 ribu warga Libya yang tewas akibat perang yang disulut revolusi Arab yang lebih dulu berkobar di dua negara tetangga, Tunisia dan Mesir itu.  “Keluarga para martir, juga yang terluka serta para pejuang sendiri akan kami beri kompensasi,” kata Jalil kepada AFP.
Meski kemenangan kaum pemberontak anti-Kadhafi tak lepas dari bantuan pasukan NATO, sejumlah pihak di luar Libya sudah mewanti-wanti agar nasib negeri itu sepenuhnya diserahkan kepafa rakyat Libya sendiri. “Jangan ada intervensi,” ujar Presiden Rusia Dmitry Medvedev, seperti dikutip AFP.

Mantan kandidat presiden AS, senator John McCain juga mendukung warga Libya agar fokus menyelesaikan masalah mereka sendiri. “Warga Libya bisa fokus pada penguatan persatuan nasional dan membangun perekonomian,” katanya. (ttg/jpnn)

KRONOLOGIS TEWASNYA KADHAFI

16.05 WIB:
Sirte, kota tempat Muammar Kadhafi bersembunyi, jatuh ke tangan pemberontak.

18.01:
Dua pesawat NATO membombardir rombongan mobil Kadhafi; anaknya, Mutassim; mantan menteri pertahanan Abu Bakr Younis; juru bicara Kadhafi, Moussa Ibrahim; kepala intelijen Abd Allah Al Sanusi; sepupu sekaligus penasihat Kadhafi Ahmed Ibrahim; asisten pribadi Kadhafi, Mansour Daw, dan tiga pengawal.

18.07:
Younis dan tiga pengawal tewas akibat hajaran pesawat Nato. Kadhafi dan anggota rombongan bersembunyi di selokan di bawah jalan. Pasukan pemberontak mengepungnya.

18.25:
Terkepung, Kadhafi yang menggenggam pistol berwarna keemasan berteriak, “jangan tembak, jangan tembak.” Tapi, seorang tentara pemberontak menembaknya di kedua kaki dengan senjata kaliber 9 milimeter. Ada pula yang menyebut dia ditembak di bagian perut.

18.53:
Reuters melaporkan, Kadhafi tewas karena luka tembak. Mutassim juga tewas. Sedangkan anggota rombongan lainnya ditangkap.

18.56:
Televisi Al-Libiya yang pro-Kadhafi membantah sang kolonel tewas.

17.03:
Seorang tentara pemberontak yang turut menangkap Kadhafi memastikan diktator itu telah tewas. Dia mengaku merampas pistol emasnya.

Sumber: Reuters, The Guardian, Daily Telegraph, AFP

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/