SUMUTPOS.CO- KELOMPOK pemberontak Islamic State Iraq Syria atau yang dikenal dengan sebutan ISIS kian masyhur dengan kebengisan dan kebrutalannya. Yang terakhir, kelompok yang dipimpin Abu Bakr al-Baghdadi ini beberapa waktu lalu merilis video berdurasi lima menit yang berisi eksekusi mati terhadap 21 penganut Kristen Koptik di Libia.
Seiring mencuatnya berita tentang pemenggalan kepala terhadap penganut Kristen Koptik di sebuah pantai itu, kejanggalan pun mulai terendus. Sejumlah ahli meyakini eksekusi itu tidak dilakukan di pantai dan ada efek visual dalam pembuatan video itu.
Bagian-bagian dari video yang membikin mual itu ternyata palsu. Dalam rekaman itu terlihat 21 mengenakan seragam oranye berjalan menyusuri pantai yang sepi. Setiap satu di antara mereka dipegang oleh seorang militan berpakaian hitam.
Para tahanan itu kemudian dipaksa berlutut dan merebahkan tubuh. Selanjutnya, satu per satu dieksekusi dengan cara dipotong kepalanya. Di bagian akhir, ada lautan penuh darah untuk menunjukkan proses pemenggalan itu telah tuntas.
Dalam rentetan gambar itulah para ahli mulai mencium ada yang janggal. Di antaranya adalah ada beberapa jagal ISIS yang tingginya mencapai 7 kaki atau sekitar 2,1 meter. Sempat diyakini para jagal dengan tinggi lebih dari 2 meter itu merupakan pasukan elit.
Pertanyaan yang muncul, apakah seluruh tawanan dalam video itu dieksekusi di lokasi dan waktu yang sama. Veryan Khan dariTerrorism Research and Analyst Consortium bahkan menyebut video itu dibuat berdasarkan teknik “layar hijau” atau cara yang biasa dilakukan dalam pembuatan film-film Hollywood untuk menggabungkan objek rekaman dengan latar belakang gambar yang berbeda.
“Ada banyak kesalahan teknik pada video itu sehingga menunjukkan itu hasil manipulasi,” kata Khan seperti dikutip Fox News.
Ia meyakini tak ada seorang pun dalam video itu menjadi korban. Bahkan 21 orang yang dipancung dalam video itu hanya nelayan miskin dari Mesir yang pergi ke Libia dan diyakini masih hidup.
Beberapa hari setelah video itu diunggah pada 15 February lalu, pesawat tempur Mesir menyisir sebuah kota pelabuhan kecil di sebelah timur Tripoli yang diyakini sebagai lokasi penjagalan itu. Namun tidak ada tanda-tanda bekasnya.
Menurut Khan, jelas video itu dibuat dalam ruang tertutup. Kemudian background sengaja dipilih sebuah pantai di Teluk Sirte yang masih menjadi bagian dari Laut Mediteran di Libia.
Kejanggalan yang paling terlihat, kata Khan, adalah sosok “Jihad Yusuf” dalam video itu yang terlihat lebih besar ketimbang laut di kedua sisinya saat kamera dalam posisi close up ataupun wide shot. Ada proporsi yang aneh dalam video itu saat kamera video dalam posisi close up.
Sedangkan tumpahan darah yang menjadi sesi akhir penjagalan itu juga tak kalah janggal. Sebab, efek merah darah di lautan itu sangat mudah dimanupilasu bahkan dengan aplikasi di telepon seluler. “Itu hal yang terudah dan termudah dalam proses pasca-produksi,” sambung Khan.
Lantas mengapa ISIS melakukan manipulasi? Menurut Khan, ISIS melakukan revolusi dalam penggunaan teknik layar hijau demi menghindari pantauan drone dan satelit.
Khan menyebut sang produser mungkin hanya butuh kameramen dan asisten untuk menhgadirkan gambar luar ruang. Kemudian di proses editing ditambah dengan gambar pemenggalan. “Manipulasi video ala IS itu menjadi hal biasa,” kata Khan.
Sutradara film Hollywood, Mary Lambert membenarkan pendapat Khan. Tubuh para pemenggal yang sekitar 60 centimeter lebih tinggi ketimbang para korban juga terlihat janggal.
Sempat diyakini para pemenggal itu merupakan unit dari pasukan khusus. “Rekaman itu terlihat rusak oleh militan yang benar-benar tinggi dan orang-orang Kristen yang kerdil,” katanya.
Soal teknik layar hijau, Lambert yang tercatat sebagai profesor bidang film di New York University itu juga mengamininya. “Yang paling mungkin adalah layar hijau,” ujar profesor bidang film di Universitas New York itu.
Jika dicermati dari awal hingga akhir memang ada inkonsistensi yang menunjukkan rentetan kejanggalan. “Saya pikir dalam rekaman pembuka semua figur juga animasi. Mereka tidak pernah lebih dari enam orang di pantai,” ujar Lambert.
Menurutnya, animasi itu biasa digunakan dengan teknikrotoscoping yang berati menghapus latar belakang dalam proses pengambilan gambar, kemudian digabungkan dengan gambar lain untuk background. Biasanya memang dilakukan dengan layar hijau.
Karenaya video itu tidak dibuat dalam gambar yang runut sesuai aslinya. “Editing yang melompat-lompat dalam pembukaan video itu adalah cara untuk menutupinya,” lanjut Lambert.
Kejanggalan lainnya adalah suara di dalam video itu. Sebab, suara yang terdengar jelas dihasilkan dari rekaman audio dan polesan studio.
Sedangkan koresponden Voice of America di Mesir, Edward Yerenian juga menyebut adanya sikap skeptis dari para analis di negeri piramid itu tentang korban aksi ISIS yang disebut dari Kristen Koptik. “Bahkan soal jumlah orang yang dipenggal masih diperdebatkan,” katanya.(dailymail/foxnews/ara/jpnn)