DAMASKUS – Kekerasan di Syria belum juga mereda. Bentrok antara pasukan pemerintah dan para pejuang oposisi masih berlanjut. Pasukan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad terus menggempur sejumlah lokasi oposisi di beberapa kota di negeri itu. Korban jiwa pun terus berjatuhan.
Sejumlah aktivis melaporkan bahwa Agustus atau bulan ini menjadi bulan paling mematikan atau berdarah di Syria sejak revolusi anti-Assad meletus Maret tahun lalu. Meski Agustus masih tersisa sekitar sepekan, Komite Koordinasi Lokal atau Local Coordination Committees (LCC) Syria menyebut korban tewas di Syria bulan ini mencapai lebih dari 3.700 orang. Sebagian besar di antaranya warga sipil.
Aktivis dari lembaga pemantau Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) bahkan menyebut jumlah korban jiwa di Syria sudah melampaui 4 ribu dalam kurun waktu tiga pekan. Itu menjadikan korban tewas selama revolusi di Syria telah mencapai 24.500 orang.
Jumlah korban bakal terus bertambah karena kekerasan terus berlangsung. Militer pemerintah secara frontal terus menggempur sejumlah titik yang dikuasai oposisi. Tentara loyalis Assad melancarkan serangan udara dengan jet dan helikopter. Roket-roket membombardir pertahanan oposisi.
Perkembangan itu menimbulkan perasaan ngeri Utusan Khusus PBB dan Liga Arab untuk Syria Lakhdar Brahimi. ’’Saya juga merasa ngeri sekaligus takut atas besarnya misi dan mandat misi saya untuk membantu mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama 18 bulan,’’ ujarnya. Pria, yang secara formal baru memulai tugas bulan depan dan menggantikan Kofi Annan yang mundur belum lama ini, tersebut mengadakan pertemuan khusus dengan pejabat dan para tokoh PBB Jumat lalu (24/8).
Menurut LCC, militer pro-Assad kemarin menembakkan lebih dari 10 rudal ke Provinsi Idlib. Sejumlah jet tempur Syria menggempur dari udara dengan menggunakan senjata mesin. (cnn/afp/cak/dwi/jpnn)