KAIRO – Kerusuhan kembali meletus di Mesir. Bahkan, dua kerusuhan berskala besar terjadi secara beruntun di dua kota besar di negeri piramid itu dalam dua hari terakhir ini. Kemarin (26/1) 16 orang tewas dalam kerusuhan di Port Said, kota di timurlaut Mesir, setelah Pengadilan Kairo memvonis mati 21 suporter sepak bola yang terlibat dalam aksi kekerasan yang merenggut nyawa 74 orang pada 1 Februari tahun lalu. Sehari sebelumnya, tujuh orang tewas dalam peringatan kedua Revolusi Mesir di Kota Kairo.
Sebenarnya, terdapat 72 orang yang menjadi terdakwa dalam aksi kerusuhan di Port Said tahun lalu itu. Tetapi, kemarin Pengadilan Kairo baru menjatuhkan vonis kepada 21 terdakwa. ’’Vonis untuk 52 terdakwa lainnya akan kami bacakan pada 9 Maret nanti,’’ kata Hakim Sobhi Abdel-Maguid, seperti disiarkan stasiun televisi pemerintah Mesir.
Tim kuasa hukum para terdakwa menyatakan bahwa seluruh kliennya adalah suporter tim sepak bola asal Port Said, Al-Masry. ’’Ada sembilan petugas keamanan yang ikut menjalani sidang. Tetapi, pengadilan tak menjatuhkan vonis apapun kepada mereka,’’ ujar seorang pengacara. Dalam kerusuhan 1 Februari tahun lalu, 74 korban tewas merupakan pendukung tim sepak bola asal Kairo, Al-Ahly.
Sebelum hakim membacakan vonis, ratusan suporter Al-Ahly berkumpul di sebuah stadion di Kairo. Keluarga dan kerabat para korban tewas juga hadir untuk mendengarkan keputusan hakim. ’’Allahu Akbar,’’ seru mereka menjelang vonis. Mereka juga terus menerus mendendangkan yel-yel antiaparat dan anti-pemerintah.
Pendukung Al-Ahly sempat mengancam melancarkan serangan balasan kepada suporter Al-Masry jika Pengadilan Kairo tak menjatuhkan vonis setimpal. Sejak awal sidang, mereka menuntut para pendukung Al-Masry yang terbukti menyerang dan melakukan pembunuhan agar dihukum mati. Di Mesir, hukuman mati biasanya dilakukan dengan cara digantung.
Begitu mendengar vonis, suporter Al-Ahly bersorak-sorai. Mereka mengepalkan tangan ke udara sebagai tanda kemenangan sambil mengusung foto korban kerusuhan. ’’Saat ini, keinginan saya hanya satu. Yakni, menyaksikan eksekusi mereka dengan mata kepala saya sendiri,”kata Nour al-Sabah, ayah salah seorang korban.
Vonis hakim direaksi sebaliknya oleh para pendukung Al-Masry. Kemarin mereka mengamuk di Port Said, kota di utara Terusan Suez dan di tepi Laut Mediteranea. Mereka menuding aparat dan pemerintahan Presiden Muhammad Mursi sengaja menjadikan Al-Masry kambing hitam dalam kerusuhan itu. Tidak terima dengan keputusan pengadilan, suporter Al-Masry menyerang polisi.
Seorang warga Port Said yang mengaku bukan fans Al-Ahly mengatakan bahwa vonis mati itu hanyalah rekayasa. Menurut dia, pengadilan sengaja meluluskan tuntutan para pendukung Al-Masry hanya untuk menenangkan publik. ’’Kami tidak memahami dasar pengambilan keputusan ini. Penduduk Port Said resah,’’ tutur Muhammad al-Daw.
Senada dengan para suporter Al-Masry, al-Daw juga menyebut aparat dan pemerintah sebagai pihak yang paling bertanggung-jawab atas kerusuhan tahun lalu. Meski tahu bahwa pendukung Al-Masry dan Al-Ahly bermusuhan, aparat tidak melakukan razia senjata saat dua tim berlaga. Akibatnya, saat Al-Ahly kalah 1-3, aksi kekerasan pun tak terelakkan.
Pendukung fanatik Al-Masry di Port Said menembak mati dua polisi yang berjaga di penjara kota itu kemarin. Mereka mendesak agar polisi membebaskan para terdakwa dari bui. Aparat pun menyemprotkan gas air mata untuk membubarkan massa. Polisi menembakkan peluru karet dan peluru asli untuk menghalau massa. ’’Sebanyak 14 orang tewas,” kata seorang petugas mengenai kerusuhan di halaman penjara tersebut. Selain menewaskan 14 orang dan dua polisi, kekacauan tersebut juga mengakibatkan ratusan lainnya terluka.
Kerusuhan di Port Said itu terjadi sehari setelah bentrok aparat dan demonstran di Kairo. Peringatan ke-2 Revolusi Mesir di ibu kota berujung ricuh dan menyulut bentrok di Kota Suez serta Kota Ismailiya. Ini membuat pemerintah melipatgandakan keamanan. Kemarin aparat militer dikirim ke Port Said dan beberapa kota lain di Mesir.
Sedikitnya, tujuh orang tewas dan sekitar 456 lainnya terluka akibat kerusuhan terkait peringatan revolusi. Mursi pun lantas membatalkan rencana kunjungannya ke Ethiopia kemarin. Pemimpin 61 tahun itu langsung menggelar rapat darurat dengan para petinggi Dewan Pertahanan Nasional. Dia berharap campur tangan aparat bisa meredam gejolak rakyat Mesir. (jpnn)