30 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Sekolah Masih Libur, Pasang Karung Pasir hingga 10 Kilometer

Ke Bangkok ketika Status Siaga Banjir Masih Berlaku

Banjir besar yang melanda Thailand bulan lalu sempat memorak-porandakan wajah Kota Bangkok. Hingga Rabu lalu (23/11), status siaga banjir masih diberlakukan di sana. Berikut laporan wartawan Jawa
Pos Tri Mujoko Bayuaji yang baru pulang dari Bangkok

JALANAN di sudut Distrik Ratchprasong di pusat Kota Bangkok siang itu (23/11) tampak ramai. Lalu-lalang bus kota bersaing dengan lalu-lalang warga di ibu kota Negeri Gajah Putih itu yang sudah memulai aktivitasnya. Ada juga warga yang mendatangi pagoda di pinggiran jalan untuk beribadah. Bersamaan dengan itu, terdengar deru suara monorel yang melaju di atas keramaian jalan di distrik tersebut. Ketika bencana banjir melanda Thailand yang menewaskan sedikitnya 600 orang, Distrik Ratchprasong juga tidak luput dari genangan air. Meski tidak parah, setidaknya banjir yang terjadi di sana hingga menggenangi jalan raya di sekitar Ratchprasong. Secara keseluruhan, banjir pada akhir Oktober dan November 2011 saat itu mampu menenggelamkan dua pertiga kawasan Bangkok.

Di kawasan distrik lain, aktivitas warga hari itu mulai terlihat normal. Pusat perbelanjaan yang menjamur di Bangkok juga mulai dipenuhi transaksi jual beli. Di kawasan zona merah Kota Bangkok seperti Distrik Patpong, kafekafe hiburan malam juga sudah penuh dengan hiruk-pikuk pada malamnya. Siri, salah seorang warga Bangkok, menuturkan, saat ini kondisi ibu kota negara itu sudah relatif aman. Sebelumnya, para turis yang datang ke Bangkok harus terjebak banjir. Sebab, jalan dari Bandara Internasional Suvarnabhumi juga tenggelam oleh banjir. “Saat ini, hampir di seluruh Bangkok sudah tidak ada banjir,” ujar pria 40 tahun tersebut saat ditemui Jawa Pos di salah satu sudut Distrik Ratchprasong. Menurut Siri, ketika banjir datang, warga panik. Sebab, air meluap secara tiba-tiba. Menurut dia, luapan air itu berasal dari danau di sebelah utara Bangkok. Curah hujan yang tinggi juga mengakibatkan ketinggian air di Sungai Chao Phraya berlebih. “Dalam sehari, bisa hujan terus-menerus saat itu,” kata Siri. Ketika itu, daerah-daerah penting di kawasan Bangkok juga tergenang air. Selain Bandara Suvarnabhumi, sejumlah kawasan penting dan perkotaan tergenang. Kediaman Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra di kompleks elite Soi Yothin Pattana 3 di Distrik Bueng Kum, Bangkok, ketika itu juga sempat tergenang air, meski ketinggiannya tidak separah di kawasan lain. Rumah Siri berada di Distrik Don Muang. Distrik itu sebelumnya dikenal dengan bandar udara internasional Bangkok sebelum digantikan Suvarnabhumi. Ketinggian air di rumah Siri saat puncak banjir mencapai pinggang orang dewasa. “Sekarang masih ada banjir, namun tinggal segini saja,” ujarnya sambil menunjuk setinggi lututnya. Banjir besar yang melanda hampir seluruh wilayah Thailand itu mengakibatkan korban jiwa yang tidak sedikit. Sebab, banyak kepanikan melanda. Sirimengakui, seluruh keluarganya langsung memutuskan untuk pindah dari kawasan Don Muang untuk mencari tempat yang lebih aman. “Saya masih tinggal di sana. Sebab, ketika malam, banyak maling. Harus ada yang menjaga,” ujarnya. Jika melihat kondisi lalu lintas, jalanan di sekitar Bangkok, menurut Siri, belum pulih seperti kondisi sebelumnya. Kemacetan yang biasa terjadi di sejumlah ruas jalan Bangkok belum terurai. Dia menegaskan, pemerintah setempat memutuskan Kota Bangkok saat ini masih berstatus siaga. “Banjir bisa datang kembali kapan saja,” ujarnya.

Status siaga di Kota Bangkok itu, kata Siri, juga berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Hingga Rabu (23/11), pemerintah Kota Bangkok masih meliburkan para siswa. “Sekolah-sekolah ditutup. Karena itu, wajar perjalanan Anda lebih lancar,” ujarnya. Dari informasi yang dihimpun Jawa Pos, status siaga yang masih diberlakukan hingga Rabu (23/11) tersebut tak lepas dari status kawasan utara Bangkok yang masih tergenang air, terutama di kawasan Don Muang dan Sai Mai. Dua kawasan itu seakan terisolasi. Pemerintah Bangkok saat ini memasang karungkarung pasir di Distrik Langsit untuk menutup kawasan tersebut. “Panjangnya bisa lebih dari 10 kilometer,” kata Siri membenarkan. Akibat pengisolasian kawasan tersebut, pemerintah wajib memberikan tanggungan kepada masyarakat sekitar. Pemerintah Kota Bangkok saat ini sudah menyiapkan anggaran untuk membantu korban banjir. Setiap anggota keluarga yang terkena bencana wajib mendapat bantuan 5.000 baht atau Rp 1,5 juta per keluarga. Menurut Siri, bantuan itu didapat dengan mengajukan diri kepada pemerintahan setingkat kelurahan setempat. Setiap orang wajib menunjukkan identitas diri dan foto rumah yang terimbas banjir. “Daftar dulu, baru cair,” ujarnya. Rencananya, kata dia, pemerintah baru mencairkan anggaran tersebut akhirNovember. Siri mengungkapkan, pemerintah dalam pemberitaan media lokal Thailand juga mewacanakan pemberitan ganti rugi rumah. Jumlah bantuan per anggota keluarga berdasar informasi itu akan mencapai 30 ribu baht atau sekitar Rp9 juta. “Saya berharap rencana itu benar-benar direalisasikan,” tuturnya. Antisipasi warga atas ancaman banjir masih terlihat di beberapa titik. Di gedung parlemen Thailand, misalnya, masih terlihat sejumlah karung pasir yang ditempatkan di titik-titik masuknya air. Pemandangan yang sama terlihat di sejumlah gedung bisnis serta pusat perbelanjaan. Duta Besar RI untuk Thailand Mohammad Hatta menjelaskan, saat banjir tiba, kantor kedutaan tempat dirinya bertugas menjadi pusat penampungan warga Indonesia di sekitar Bangkok. Kebanyakan adalah mahasiswa serta para ekspatriat yang bekerja di perusahaan multinasional. “Juga banyak mahasiswa di kampus di luar Bangkok yang mengungsi ke sini,” ungkapnya. Menurut dia, saat ini para mahasiswa memilih kembali ke tanah air. Sebab, selain banjir, kerusakan infrastruktur karena banjir dialami kampus-kampus mereka. Perbaikan baru akan dimulai setelah banjir benar-benar surut. “Sampai tahun depan, tampaknya, belum selesai,” katanya. (c5/kum/jpnn)

 

Ke Bangkok ketika Status Siaga Banjir Masih Berlaku

Banjir besar yang melanda Thailand bulan lalu sempat memorak-porandakan wajah Kota Bangkok. Hingga Rabu lalu (23/11), status siaga banjir masih diberlakukan di sana. Berikut laporan wartawan Jawa
Pos Tri Mujoko Bayuaji yang baru pulang dari Bangkok

JALANAN di sudut Distrik Ratchprasong di pusat Kota Bangkok siang itu (23/11) tampak ramai. Lalu-lalang bus kota bersaing dengan lalu-lalang warga di ibu kota Negeri Gajah Putih itu yang sudah memulai aktivitasnya. Ada juga warga yang mendatangi pagoda di pinggiran jalan untuk beribadah. Bersamaan dengan itu, terdengar deru suara monorel yang melaju di atas keramaian jalan di distrik tersebut. Ketika bencana banjir melanda Thailand yang menewaskan sedikitnya 600 orang, Distrik Ratchprasong juga tidak luput dari genangan air. Meski tidak parah, setidaknya banjir yang terjadi di sana hingga menggenangi jalan raya di sekitar Ratchprasong. Secara keseluruhan, banjir pada akhir Oktober dan November 2011 saat itu mampu menenggelamkan dua pertiga kawasan Bangkok.

Di kawasan distrik lain, aktivitas warga hari itu mulai terlihat normal. Pusat perbelanjaan yang menjamur di Bangkok juga mulai dipenuhi transaksi jual beli. Di kawasan zona merah Kota Bangkok seperti Distrik Patpong, kafekafe hiburan malam juga sudah penuh dengan hiruk-pikuk pada malamnya. Siri, salah seorang warga Bangkok, menuturkan, saat ini kondisi ibu kota negara itu sudah relatif aman. Sebelumnya, para turis yang datang ke Bangkok harus terjebak banjir. Sebab, jalan dari Bandara Internasional Suvarnabhumi juga tenggelam oleh banjir. “Saat ini, hampir di seluruh Bangkok sudah tidak ada banjir,” ujar pria 40 tahun tersebut saat ditemui Jawa Pos di salah satu sudut Distrik Ratchprasong. Menurut Siri, ketika banjir datang, warga panik. Sebab, air meluap secara tiba-tiba. Menurut dia, luapan air itu berasal dari danau di sebelah utara Bangkok. Curah hujan yang tinggi juga mengakibatkan ketinggian air di Sungai Chao Phraya berlebih. “Dalam sehari, bisa hujan terus-menerus saat itu,” kata Siri. Ketika itu, daerah-daerah penting di kawasan Bangkok juga tergenang air. Selain Bandara Suvarnabhumi, sejumlah kawasan penting dan perkotaan tergenang. Kediaman Perdana Menteri Thailand Yingluck Shinawatra di kompleks elite Soi Yothin Pattana 3 di Distrik Bueng Kum, Bangkok, ketika itu juga sempat tergenang air, meski ketinggiannya tidak separah di kawasan lain. Rumah Siri berada di Distrik Don Muang. Distrik itu sebelumnya dikenal dengan bandar udara internasional Bangkok sebelum digantikan Suvarnabhumi. Ketinggian air di rumah Siri saat puncak banjir mencapai pinggang orang dewasa. “Sekarang masih ada banjir, namun tinggal segini saja,” ujarnya sambil menunjuk setinggi lututnya. Banjir besar yang melanda hampir seluruh wilayah Thailand itu mengakibatkan korban jiwa yang tidak sedikit. Sebab, banyak kepanikan melanda. Sirimengakui, seluruh keluarganya langsung memutuskan untuk pindah dari kawasan Don Muang untuk mencari tempat yang lebih aman. “Saya masih tinggal di sana. Sebab, ketika malam, banyak maling. Harus ada yang menjaga,” ujarnya. Jika melihat kondisi lalu lintas, jalanan di sekitar Bangkok, menurut Siri, belum pulih seperti kondisi sebelumnya. Kemacetan yang biasa terjadi di sejumlah ruas jalan Bangkok belum terurai. Dia menegaskan, pemerintah setempat memutuskan Kota Bangkok saat ini masih berstatus siaga. “Banjir bisa datang kembali kapan saja,” ujarnya.

Status siaga di Kota Bangkok itu, kata Siri, juga berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Hingga Rabu (23/11), pemerintah Kota Bangkok masih meliburkan para siswa. “Sekolah-sekolah ditutup. Karena itu, wajar perjalanan Anda lebih lancar,” ujarnya. Dari informasi yang dihimpun Jawa Pos, status siaga yang masih diberlakukan hingga Rabu (23/11) tersebut tak lepas dari status kawasan utara Bangkok yang masih tergenang air, terutama di kawasan Don Muang dan Sai Mai. Dua kawasan itu seakan terisolasi. Pemerintah Bangkok saat ini memasang karungkarung pasir di Distrik Langsit untuk menutup kawasan tersebut. “Panjangnya bisa lebih dari 10 kilometer,” kata Siri membenarkan. Akibat pengisolasian kawasan tersebut, pemerintah wajib memberikan tanggungan kepada masyarakat sekitar. Pemerintah Kota Bangkok saat ini sudah menyiapkan anggaran untuk membantu korban banjir. Setiap anggota keluarga yang terkena bencana wajib mendapat bantuan 5.000 baht atau Rp 1,5 juta per keluarga. Menurut Siri, bantuan itu didapat dengan mengajukan diri kepada pemerintahan setingkat kelurahan setempat. Setiap orang wajib menunjukkan identitas diri dan foto rumah yang terimbas banjir. “Daftar dulu, baru cair,” ujarnya. Rencananya, kata dia, pemerintah baru mencairkan anggaran tersebut akhirNovember. Siri mengungkapkan, pemerintah dalam pemberitaan media lokal Thailand juga mewacanakan pemberitan ganti rugi rumah. Jumlah bantuan per anggota keluarga berdasar informasi itu akan mencapai 30 ribu baht atau sekitar Rp9 juta. “Saya berharap rencana itu benar-benar direalisasikan,” tuturnya. Antisipasi warga atas ancaman banjir masih terlihat di beberapa titik. Di gedung parlemen Thailand, misalnya, masih terlihat sejumlah karung pasir yang ditempatkan di titik-titik masuknya air. Pemandangan yang sama terlihat di sejumlah gedung bisnis serta pusat perbelanjaan. Duta Besar RI untuk Thailand Mohammad Hatta menjelaskan, saat banjir tiba, kantor kedutaan tempat dirinya bertugas menjadi pusat penampungan warga Indonesia di sekitar Bangkok. Kebanyakan adalah mahasiswa serta para ekspatriat yang bekerja di perusahaan multinasional. “Juga banyak mahasiswa di kampus di luar Bangkok yang mengungsi ke sini,” ungkapnya. Menurut dia, saat ini para mahasiswa memilih kembali ke tanah air. Sebab, selain banjir, kerusakan infrastruktur karena banjir dialami kampus-kampus mereka. Perbaikan baru akan dimulai setelah banjir benar-benar surut. “Sampai tahun depan, tampaknya, belum selesai,” katanya. (c5/kum/jpnn)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/