28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Jepang Krisis Air Minum, Pemerintah Larang Penyulingan Air Hujan

OSAKA – Tingkat radiasi akibat kebocoran reaktor Fukushima Daiichi makin mengancam pasokan air di seluruh Jepang. Kementerian Kesehatan meminta seluruh fasilitas penyulingan air di seluruh Jepang menghentikan menggunakan air hujan untuk dijernihkan dan dikonsumi masyarakat. Selain itu pemerintah meminta, setiap kolam penampungan air ditutup terpal untuk mencegah terkontaminasi radiasi.

Ibu Kota Tokyo dan sejumlah wilayah di sekitarnya, pekan lalu menyatakan, telah mendeteksi peningkatan kadar radioaktif iodine-138 di dalam air ledeng. Akibatnya, otoritas setempat menyatakan bahwa air tersebut tidak aman untuk bayi, meski tingkat radiasinya terus menurun sepekan terakhir.

Kementerian kesehatan memperingatkan, air hujan pasca ledakan reaktor kemungkinan besar terpapar elemen radioaktif yang dikeluarkan oleh Fukushima Daiichi. Biasanya air tersebut dialirkan melalui sungai ke kanal-kanal sebelum dijernihkan sebagai air minum.

“Karena tingkat radioaktif meningkat di Tokyo setelah hujan turun, kementerian kesehatan meminta operator fasilitas penjernih air di seluruh Jepang untuk mengambil langkah-langkah pencegahan,” terang seorang pejabat Kementerian Kesehatan kepada Agence France Presse.

Langkah tersebut diantaranya menghentikan penggunaan air sungai setelah hujan turun dan menutup kolam penampung air yang sudah dijernihkan dengan terpal. “Kementerian menginstruksikan, langkah tersebut bisa dilakukan dengan catatan tidak mengganggu suplai air besih kepada masyarakat,” tambahnya.

Kementerian kesehatan mengimbau agar operator fasilitas penjernih air menggunakan bubuk zat karbon dalam proses penjernihan untuk mengurangi material radioaktif. Badan meteorologi Jepang memprediksi akan turun hujan dan salju sore hari ini, Selasa (29/3) di sebagian Prefektur Fukushima dan Ibaraki, dimana lokasi PLTN berada.
Presiden TEPCO, Masataka Shimizu dilaporkan jatuh sakit dan memutuskan untuk mengambil cuti beberapa hari untuk memulihkan kondisinya. Pria 66 tahun tersebut sakit sejak 16 Maret. Dia cuti sebagai anggota satuan tugas yang dibentuk pemerintah dan TEPCO untuk beberapa hari.

“Karena bekerja telalu keras, dia (Shimizu) jatuh sakit. Meski tidak bisa bergabung secara langsung dengan satuan tugas, dia tetap berada di kantor pusat Tokyo setiap saat untuk memberikan pengarahan,” terang seorang juru bicara TEPCO seperti dilansir AFP.

Namun Harian Mainichi, yang mengutip sumber TEPCO lainnya melansir, Shimizu sedang sakit parah dan sebagian besar waktunya hanya bisa dihabiskan di atas tempat tidur, di ruangan berbeda dimana satuan tugas bekerja.  Shimizu tak lagi tampil di depan publik sejak jumpa pers 13 Maret lalu, pasca ledakan di PLTN Fukushima terjadi. Keterangan Shimizu tersebut bahkan banyak mendapat kritik dari media lokal.

TEPCO menuai kritik dari pemerintah, Minggu (26/3), sehari setelah mengumumkan keterangan salah tentang meningkatnya radiasi di dalam air hingga 10 juta kali lipat di atas normal. Namun kemudian menganulir keterangan sebelumnya dengan menyebut angka lebih rendah, meski masih dalam level bahaya.
“Mengingat fakta bahwa memonitor tingkat radioaktif adalah hal penting untuk memastikan keamanan, kesalahan seperti ini sama sekali tidak bisa diterima,” ujar Juru Bicara Pemerintah Yukio Edano. Akibat kesalahan tersebut nilai saham TEPCO merosot 18 persen, kemarin (28/3).

Sementara itu, jumlah korban yang dikonfirmasi tewas dan dinyatakan hilang dalam bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda pantai timur laut Jepang mencapai 28 ribu pada Senin (28/3), menurut Badan Kepolisian Nasional.

Badan yang mengumpulkan data dari prefektur yang terkena dampak tersebut mengatakan bahwa 10.901 orang telah dipastikan meninggal dan 17.649 dinyatakan hilang per Senin, pukul 03.00 sore waktu setempat, sebagai akibat dari bencana 11 Maret. Sebanyak 2.776 orang terdaftar sebagai korban luka-luka.
Gempa itu telah menjadi bencana alam paling mematikan di Jepang sejak Gempa Bumi Besar Kanto pada 1923 yang menewaskan lebih dari 142.000 orang. Ratusan ribu orang telah mengungsi dari rumah mereka dan tinggal di fasilitas darurat. (cak/jpnn)

OSAKA – Tingkat radiasi akibat kebocoran reaktor Fukushima Daiichi makin mengancam pasokan air di seluruh Jepang. Kementerian Kesehatan meminta seluruh fasilitas penyulingan air di seluruh Jepang menghentikan menggunakan air hujan untuk dijernihkan dan dikonsumi masyarakat. Selain itu pemerintah meminta, setiap kolam penampungan air ditutup terpal untuk mencegah terkontaminasi radiasi.

Ibu Kota Tokyo dan sejumlah wilayah di sekitarnya, pekan lalu menyatakan, telah mendeteksi peningkatan kadar radioaktif iodine-138 di dalam air ledeng. Akibatnya, otoritas setempat menyatakan bahwa air tersebut tidak aman untuk bayi, meski tingkat radiasinya terus menurun sepekan terakhir.

Kementerian kesehatan memperingatkan, air hujan pasca ledakan reaktor kemungkinan besar terpapar elemen radioaktif yang dikeluarkan oleh Fukushima Daiichi. Biasanya air tersebut dialirkan melalui sungai ke kanal-kanal sebelum dijernihkan sebagai air minum.

“Karena tingkat radioaktif meningkat di Tokyo setelah hujan turun, kementerian kesehatan meminta operator fasilitas penjernih air di seluruh Jepang untuk mengambil langkah-langkah pencegahan,” terang seorang pejabat Kementerian Kesehatan kepada Agence France Presse.

Langkah tersebut diantaranya menghentikan penggunaan air sungai setelah hujan turun dan menutup kolam penampung air yang sudah dijernihkan dengan terpal. “Kementerian menginstruksikan, langkah tersebut bisa dilakukan dengan catatan tidak mengganggu suplai air besih kepada masyarakat,” tambahnya.

Kementerian kesehatan mengimbau agar operator fasilitas penjernih air menggunakan bubuk zat karbon dalam proses penjernihan untuk mengurangi material radioaktif. Badan meteorologi Jepang memprediksi akan turun hujan dan salju sore hari ini, Selasa (29/3) di sebagian Prefektur Fukushima dan Ibaraki, dimana lokasi PLTN berada.
Presiden TEPCO, Masataka Shimizu dilaporkan jatuh sakit dan memutuskan untuk mengambil cuti beberapa hari untuk memulihkan kondisinya. Pria 66 tahun tersebut sakit sejak 16 Maret. Dia cuti sebagai anggota satuan tugas yang dibentuk pemerintah dan TEPCO untuk beberapa hari.

“Karena bekerja telalu keras, dia (Shimizu) jatuh sakit. Meski tidak bisa bergabung secara langsung dengan satuan tugas, dia tetap berada di kantor pusat Tokyo setiap saat untuk memberikan pengarahan,” terang seorang juru bicara TEPCO seperti dilansir AFP.

Namun Harian Mainichi, yang mengutip sumber TEPCO lainnya melansir, Shimizu sedang sakit parah dan sebagian besar waktunya hanya bisa dihabiskan di atas tempat tidur, di ruangan berbeda dimana satuan tugas bekerja.  Shimizu tak lagi tampil di depan publik sejak jumpa pers 13 Maret lalu, pasca ledakan di PLTN Fukushima terjadi. Keterangan Shimizu tersebut bahkan banyak mendapat kritik dari media lokal.

TEPCO menuai kritik dari pemerintah, Minggu (26/3), sehari setelah mengumumkan keterangan salah tentang meningkatnya radiasi di dalam air hingga 10 juta kali lipat di atas normal. Namun kemudian menganulir keterangan sebelumnya dengan menyebut angka lebih rendah, meski masih dalam level bahaya.
“Mengingat fakta bahwa memonitor tingkat radioaktif adalah hal penting untuk memastikan keamanan, kesalahan seperti ini sama sekali tidak bisa diterima,” ujar Juru Bicara Pemerintah Yukio Edano. Akibat kesalahan tersebut nilai saham TEPCO merosot 18 persen, kemarin (28/3).

Sementara itu, jumlah korban yang dikonfirmasi tewas dan dinyatakan hilang dalam bencana gempa bumi dan tsunami yang melanda pantai timur laut Jepang mencapai 28 ribu pada Senin (28/3), menurut Badan Kepolisian Nasional.

Badan yang mengumpulkan data dari prefektur yang terkena dampak tersebut mengatakan bahwa 10.901 orang telah dipastikan meninggal dan 17.649 dinyatakan hilang per Senin, pukul 03.00 sore waktu setempat, sebagai akibat dari bencana 11 Maret. Sebanyak 2.776 orang terdaftar sebagai korban luka-luka.
Gempa itu telah menjadi bencana alam paling mematikan di Jepang sejak Gempa Bumi Besar Kanto pada 1923 yang menewaskan lebih dari 142.000 orang. Ratusan ribu orang telah mengungsi dari rumah mereka dan tinggal di fasilitas darurat. (cak/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/