25 C
Medan
Wednesday, December 4, 2024
spot_img

Studi Kaukus Keswa: Pemilu 2024 Tingkatkan Risiko Kecemasan dan Depresi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO — Setelah usai penyelenggaraan Pemilu 2024, diketahui prevalensi Kecemasan (anxiety) sedang-berat sebesar 16% dan Depresi (depression) sebesar 17,1%. Hal ini diperoleh dari studi observasional terkait Kesehatan Jiwa dan Pemilu yang dilakukan oleh Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa. Menurut Ketua Tim Peneliti dan Inisiator Kaukus, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, temuan prevalensi kecemasan dan depresi ini lebih tinggi dibanding data hasil Riskesdas 2018 dan Direktorat Keswa Kemenkes 2022.

Menurut Ray, data sebelum pemilu menunjukkan angka Depresi sedang-berat 6% dan gangguan emosi termasuk ansietas sedang dan berat 9,8%. Jadi terlihat memang meningkat bila dibandingkan temuan kami yang dilakukan tepat sesaat setelah hari pencoblosan, yaitu antara 14 hingga 16 Februari 2024. Dan terlihat bahwa risiko nya pun semua terkait dengan persepsi kesehatan jiwa yang berhubungan dengan proses partisipasi Pemilu,” ungkap Ray yang merupakan Ketua Health Collaborative Center (HCC) ini.

Dalam pemaparan hasil studi itu, tim peneliti dan inisiator Kaukus yang terdiri dari Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, Prof. Dr. dr. Nila F Moeloek, Prof. Dr. Tjhin Wiguna, dan Kristin Samah ini menjelaskan secaara metodologis sruvei ini memiliki tingkat keppercayaan sebesar 95% dan margin oof error 2%, sehingga bisa dikatakan kredibel dan mewakili kondisi di masyarakat Indonesia. Dengan respondedn sebesar 1077, studi ini juga menemukan bahwa risiko yang muncul terkait proses dan partisipasi Pemilu 2024 meningkatkan potensi kecemasan (ansietas) sebesar 2 kali dan risiko depresi pun meningkat hingga 3 kali lipat.

Menurut Prof. Nila F Moeloek yang merupakan inisiator kaukus, temuan ini menunjukkan bahwa perlu ada intervensi dan mitigasi khusus di masyarakat. Orientasi nya adalah mencegah supaya kecemasan dan depresi tidak memberat. Karena kita ketahui ansietas dan depresi ini adalah pintu masuk untuk gangguan jiwa serius bahkan bisa fatal, jadi dicegah,” ungkap Menteri Kesehatan RI 2014-2019 ini.

Lebih lanjut tim peneliti Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa merekomendasikan agar pemerintah dan segenap komponen masyarakat perlu menjadikan suasana komunitas untuk tidak berlarut-larut membahas aspek konflik dan perbedaan politik pasca Pemilu. Sebaliknya perlu ada sudut pandang positif agar situasi pasca pemilu menjadi nyaman. Kaukus juga merekomendasikan penting adanya penguatan akses pelayanan kesehatan jiwa di tingkat komunitas dan layanan primer, termasuk membuka potensi konseling di puskesmas.

Survei hubungan kesehatan jiwa dengan Pemilu 2024 ini menggunakan metode observasional kuantitatif dengan design cross sectional melalui kuesioner online. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner GAD-7 dan PHQ-9 untuk mengukur status kesehatan jiwa. Kuesioner dilengkapi dengan modifikasi peneliti untuk mengukur persepsi tentang Pemilu dan status demografi.
Selain menemukan tingkat depresi dan ansietas, studi ini juga menemukan bahwa pemilu 2024 berhubungan erat dengan munculnya konflik diri, konflik external dan tekanan pihak lain dalam membuat pilihan. Aspek konflik dengan pihak lain terbutki berpotensi menimbulkan depresi sedang-berat pada 31,3 persen responden dengan tingkat risiko 2,5 kali lipat. Sementara itu 4 dari 10 responden mengaku mendapat tekanan ketika harus memilih calon tertentu akibatnya berisiko depresi sedang-berat hingga 3,3 kali lebih besar.

Studi juga menemukan, sebanyak 40% responden mengalami depresi sedang-berat akibat tekanan dalam memilih calon tertentu dengan tingkat risiko hingga 3,3 kali lipat. Sehingga temuan ini penting ditindaklanjuti dengan menggali akar dan sumber konflik yang lahir dari proses pemilu 2024. (rel/sih)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO — Setelah usai penyelenggaraan Pemilu 2024, diketahui prevalensi Kecemasan (anxiety) sedang-berat sebesar 16% dan Depresi (depression) sebesar 17,1%. Hal ini diperoleh dari studi observasional terkait Kesehatan Jiwa dan Pemilu yang dilakukan oleh Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa. Menurut Ketua Tim Peneliti dan Inisiator Kaukus, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, temuan prevalensi kecemasan dan depresi ini lebih tinggi dibanding data hasil Riskesdas 2018 dan Direktorat Keswa Kemenkes 2022.

Menurut Ray, data sebelum pemilu menunjukkan angka Depresi sedang-berat 6% dan gangguan emosi termasuk ansietas sedang dan berat 9,8%. Jadi terlihat memang meningkat bila dibandingkan temuan kami yang dilakukan tepat sesaat setelah hari pencoblosan, yaitu antara 14 hingga 16 Februari 2024. Dan terlihat bahwa risiko nya pun semua terkait dengan persepsi kesehatan jiwa yang berhubungan dengan proses partisipasi Pemilu,” ungkap Ray yang merupakan Ketua Health Collaborative Center (HCC) ini.

Dalam pemaparan hasil studi itu, tim peneliti dan inisiator Kaukus yang terdiri dari Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, Prof. Dr. dr. Nila F Moeloek, Prof. Dr. Tjhin Wiguna, dan Kristin Samah ini menjelaskan secaara metodologis sruvei ini memiliki tingkat keppercayaan sebesar 95% dan margin oof error 2%, sehingga bisa dikatakan kredibel dan mewakili kondisi di masyarakat Indonesia. Dengan respondedn sebesar 1077, studi ini juga menemukan bahwa risiko yang muncul terkait proses dan partisipasi Pemilu 2024 meningkatkan potensi kecemasan (ansietas) sebesar 2 kali dan risiko depresi pun meningkat hingga 3 kali lipat.

Menurut Prof. Nila F Moeloek yang merupakan inisiator kaukus, temuan ini menunjukkan bahwa perlu ada intervensi dan mitigasi khusus di masyarakat. Orientasi nya adalah mencegah supaya kecemasan dan depresi tidak memberat. Karena kita ketahui ansietas dan depresi ini adalah pintu masuk untuk gangguan jiwa serius bahkan bisa fatal, jadi dicegah,” ungkap Menteri Kesehatan RI 2014-2019 ini.

Lebih lanjut tim peneliti Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa merekomendasikan agar pemerintah dan segenap komponen masyarakat perlu menjadikan suasana komunitas untuk tidak berlarut-larut membahas aspek konflik dan perbedaan politik pasca Pemilu. Sebaliknya perlu ada sudut pandang positif agar situasi pasca pemilu menjadi nyaman. Kaukus juga merekomendasikan penting adanya penguatan akses pelayanan kesehatan jiwa di tingkat komunitas dan layanan primer, termasuk membuka potensi konseling di puskesmas.

Survei hubungan kesehatan jiwa dengan Pemilu 2024 ini menggunakan metode observasional kuantitatif dengan design cross sectional melalui kuesioner online. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner GAD-7 dan PHQ-9 untuk mengukur status kesehatan jiwa. Kuesioner dilengkapi dengan modifikasi peneliti untuk mengukur persepsi tentang Pemilu dan status demografi.
Selain menemukan tingkat depresi dan ansietas, studi ini juga menemukan bahwa pemilu 2024 berhubungan erat dengan munculnya konflik diri, konflik external dan tekanan pihak lain dalam membuat pilihan. Aspek konflik dengan pihak lain terbutki berpotensi menimbulkan depresi sedang-berat pada 31,3 persen responden dengan tingkat risiko 2,5 kali lipat. Sementara itu 4 dari 10 responden mengaku mendapat tekanan ketika harus memilih calon tertentu akibatnya berisiko depresi sedang-berat hingga 3,3 kali lebih besar.

Studi juga menemukan, sebanyak 40% responden mengalami depresi sedang-berat akibat tekanan dalam memilih calon tertentu dengan tingkat risiko hingga 3,3 kali lipat. Sehingga temuan ini penting ditindaklanjuti dengan menggali akar dan sumber konflik yang lahir dari proses pemilu 2024. (rel/sih)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/