29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Antara Asli dan Palsu, Siapa yang Tahu?

Saat ini, banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab membuat e-KTP, Akta Kelahiran dan Kartu Keluarga palsu. Bahkan dikabarkan ada 70ribu berkas palsu berserak di seluruh Sumatera Utara. Lalu, bagaimana membedakannya?

Seorang warga menunjukkan e-KTP//Andri Ginting/Sumut Pos
Seorang warga menunjukkan e-KTP//Andri Ginting/Sumut Pos

Menurut Kadis Dukcapil Medan, Muslim Harahap, pihaknya sudah menemukan prihal KTP, akta kelahiran dan KK yang palsu sejak awal. Karena itu, Disdukcapil Medan sudah pernah melaporkan kepada Polresta Medan disertai dengan bukti lengkap sekitar 6 bulan lewat. “Kita menemukan ada warga yang memiliki KTP dan akta kelahiran palsu. Saat itu juga, kita laporkan ke Polresta Medan prihal temuan tersebut, termasuk daerahnya. Dan, kemarin (Kamis,red) berhasil menangkap seorang pelaku pemalsuan itu,” jelasnya.

Untuk e-KTP, diungkapkan tindakan pemalsuan tersebut tentunya untuk mencari keuntungan. Sebab, keuntungan dari memalsukan tersebut memiliki keuntungan bagi warga. Dikatakan, bahwa di e-KTP ada chip yang berisi data warga. KTP yang dicetak palsu tersebut disebutkan tidak memiliki chip. “Yang membedakan adalah chipnya. KTP yang palsu tidak memiliki chip, jadi hanya mirip dengan bentuknya. Kegunaan e-KTP palsu itu tidak ada, sebab nanti ketika berurusan dengan bank atau sebagainya, pasti ketahuan,” sebutnya.

Sedangkan, untuk Akta Kelahiran ditambahkan, terjadinya pemalsuan akibat kebutuhan. Warga yang membutuhkan akta kelahiran cepat membuat dia memilih membuat yang palsu, meskipun harganya lebih mahal.

Lantas, apa perbedaan Akta Kelahiran palsu dengan yang asli? Muslim mengatakan, kalau perbedaannya bisa dilihat dengan jelas, terutama dari nomor registrasinya. Kalau di akta kelahiran palsu, maka nomor registrasinya ditulis menggunakan abjad NO sebagai singkat nomor, sedangkan yang asli tanpa abjad nomor, tapi langsung dengan angkanya. “Itulah bedanya, karena akta kelahiran yang asli registrasinya langsung dari Jakarta,” ungkapnya.

Lalu bagaimana dengan Kartu Keluarga? Untuk KK sendiri, Muslim menambahkan sulit untuk membedakannya. Hal yang bisa membedakannya adalah di Nomor Induk Kependudukan (NIK). Untuk memastikan KK tersebut alsli atau palsu, maka harus dicek ka Kantor Disdukcapil Kota Medan. “‘KK itu palsu akan terlihat ketika kita mengecak NIK-nya di komputer. Kalau asli, maka data akan muncul dengan benar, kalau palsu bica muncul data orang,” tegasnya.

Calo Dapat Rp400 Ribu per Hari

Untuk menghindari mendapat e-KTP, KK dan Akta Kelahiran palsu, Muslim pun mengimbau kepada warga untuk tidak mempercayai calo. Dia menyarankan agar warga mengurus langsung ke lokasi pengurusan terdekat.  “Menang, ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pengurusan akta kelahiran tanpa persidangan, maka warga langsung membludak. Saat itu juga, banyak calo yang bergentayangan,” ujar Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Medan, Muslim Harahap, kemarin.

Diungkapkan, aksi pencaloan akta kelahiran di Kantor Disdukcapil Medan lebih kepada nomor antrean. Para calo langsung memborong nomor antrian, dan dijual kepada warga yang ingin mengurus akta kelahiran dengan harga berkisar antara Rp10 ribu hingga Rp 20 ribu. “Pencaloan di sini lebih kepada penjualan nomor antrean. Calo langsung memborong nomor antrian yang kita bagikan. Nomor itu dijual ke warga,” jelasnya.

Pihaknya akhirnya mengetahui pencaloan tersebut setelah heran dengan orang yang mengantri, sementara nomor antrian sudah habis. Dan, setelah diselidiki, ternyata ada yang mengambil nomor antrian banyak dan menjualnya kepada warga. “Mereka jual harganya Rp20 ribu, kalau 20 orang saja, maka calo itu dapat Rp400 ribu dalam sehari. Gaji siapa yang ada Rp 400 ribu sehari,” sebutnya.

Untuk menghindari aksi pencaloan itu, Disdukcapil pun membuat cara dengan meniadakan antrean. Siapa yang duluan tiba, maka dia dulu yang mengantre. Sedangkan, formulir pendaftaran bisa diambil ke kantor kelurahan. “Kita tambah petugas penerima berkas dan tidak menggunakan nomor antrean lagi. Itu cara untuk menghindari praktik pencaloan. Hasilnya, calo tidak bisa berkutik,” paparnya.

Muslim menambahkan, sebenarnya, untuk mengurus akta kelahiran, cara cukup singkat. Warga datang ke kantor kelurahan untuk meminta rekomendasi dan formulir pendaftaran. Setelah itu, warga bisa langsung mendaftarkan permohonan di lokasi yang sudah ditetapkan, yakni kantor lurah atau kecamatan yang ditunjuk menjadi loket pendaftaran akta kelahiran, dengan syarat yang benar.

Syarat pengurusan akta kelahiran adalah, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KTP), Akta Perkawinan, rekomendasi lurah, surat keterangan lurah dan saksi. “Bila syarat sudah lengkap, bisa mengajukan permohonan. Setelah diajukan, maka tanggal siapnya kita tentukan dan bisa ambil ke kantor Disdukcapil dengan membawa bukti yang kita berikan,” ungkapnya. (*)

Baca juga: 70 Ribu Data Palsu Berserak di Sumut

Saat ini, banyak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab membuat e-KTP, Akta Kelahiran dan Kartu Keluarga palsu. Bahkan dikabarkan ada 70ribu berkas palsu berserak di seluruh Sumatera Utara. Lalu, bagaimana membedakannya?

Seorang warga menunjukkan e-KTP//Andri Ginting/Sumut Pos
Seorang warga menunjukkan e-KTP//Andri Ginting/Sumut Pos

Menurut Kadis Dukcapil Medan, Muslim Harahap, pihaknya sudah menemukan prihal KTP, akta kelahiran dan KK yang palsu sejak awal. Karena itu, Disdukcapil Medan sudah pernah melaporkan kepada Polresta Medan disertai dengan bukti lengkap sekitar 6 bulan lewat. “Kita menemukan ada warga yang memiliki KTP dan akta kelahiran palsu. Saat itu juga, kita laporkan ke Polresta Medan prihal temuan tersebut, termasuk daerahnya. Dan, kemarin (Kamis,red) berhasil menangkap seorang pelaku pemalsuan itu,” jelasnya.

Untuk e-KTP, diungkapkan tindakan pemalsuan tersebut tentunya untuk mencari keuntungan. Sebab, keuntungan dari memalsukan tersebut memiliki keuntungan bagi warga. Dikatakan, bahwa di e-KTP ada chip yang berisi data warga. KTP yang dicetak palsu tersebut disebutkan tidak memiliki chip. “Yang membedakan adalah chipnya. KTP yang palsu tidak memiliki chip, jadi hanya mirip dengan bentuknya. Kegunaan e-KTP palsu itu tidak ada, sebab nanti ketika berurusan dengan bank atau sebagainya, pasti ketahuan,” sebutnya.

Sedangkan, untuk Akta Kelahiran ditambahkan, terjadinya pemalsuan akibat kebutuhan. Warga yang membutuhkan akta kelahiran cepat membuat dia memilih membuat yang palsu, meskipun harganya lebih mahal.

Lantas, apa perbedaan Akta Kelahiran palsu dengan yang asli? Muslim mengatakan, kalau perbedaannya bisa dilihat dengan jelas, terutama dari nomor registrasinya. Kalau di akta kelahiran palsu, maka nomor registrasinya ditulis menggunakan abjad NO sebagai singkat nomor, sedangkan yang asli tanpa abjad nomor, tapi langsung dengan angkanya. “Itulah bedanya, karena akta kelahiran yang asli registrasinya langsung dari Jakarta,” ungkapnya.

Lalu bagaimana dengan Kartu Keluarga? Untuk KK sendiri, Muslim menambahkan sulit untuk membedakannya. Hal yang bisa membedakannya adalah di Nomor Induk Kependudukan (NIK). Untuk memastikan KK tersebut alsli atau palsu, maka harus dicek ka Kantor Disdukcapil Kota Medan. “‘KK itu palsu akan terlihat ketika kita mengecak NIK-nya di komputer. Kalau asli, maka data akan muncul dengan benar, kalau palsu bica muncul data orang,” tegasnya.

Calo Dapat Rp400 Ribu per Hari

Untuk menghindari mendapat e-KTP, KK dan Akta Kelahiran palsu, Muslim pun mengimbau kepada warga untuk tidak mempercayai calo. Dia menyarankan agar warga mengurus langsung ke lokasi pengurusan terdekat.  “Menang, ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pengurusan akta kelahiran tanpa persidangan, maka warga langsung membludak. Saat itu juga, banyak calo yang bergentayangan,” ujar Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Medan, Muslim Harahap, kemarin.

Diungkapkan, aksi pencaloan akta kelahiran di Kantor Disdukcapil Medan lebih kepada nomor antrean. Para calo langsung memborong nomor antrian, dan dijual kepada warga yang ingin mengurus akta kelahiran dengan harga berkisar antara Rp10 ribu hingga Rp 20 ribu. “Pencaloan di sini lebih kepada penjualan nomor antrean. Calo langsung memborong nomor antrian yang kita bagikan. Nomor itu dijual ke warga,” jelasnya.

Pihaknya akhirnya mengetahui pencaloan tersebut setelah heran dengan orang yang mengantri, sementara nomor antrian sudah habis. Dan, setelah diselidiki, ternyata ada yang mengambil nomor antrian banyak dan menjualnya kepada warga. “Mereka jual harganya Rp20 ribu, kalau 20 orang saja, maka calo itu dapat Rp400 ribu dalam sehari. Gaji siapa yang ada Rp 400 ribu sehari,” sebutnya.

Untuk menghindari aksi pencaloan itu, Disdukcapil pun membuat cara dengan meniadakan antrean. Siapa yang duluan tiba, maka dia dulu yang mengantre. Sedangkan, formulir pendaftaran bisa diambil ke kantor kelurahan. “Kita tambah petugas penerima berkas dan tidak menggunakan nomor antrean lagi. Itu cara untuk menghindari praktik pencaloan. Hasilnya, calo tidak bisa berkutik,” paparnya.

Muslim menambahkan, sebenarnya, untuk mengurus akta kelahiran, cara cukup singkat. Warga datang ke kantor kelurahan untuk meminta rekomendasi dan formulir pendaftaran. Setelah itu, warga bisa langsung mendaftarkan permohonan di lokasi yang sudah ditetapkan, yakni kantor lurah atau kecamatan yang ditunjuk menjadi loket pendaftaran akta kelahiran, dengan syarat yang benar.

Syarat pengurusan akta kelahiran adalah, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KTP), Akta Perkawinan, rekomendasi lurah, surat keterangan lurah dan saksi. “Bila syarat sudah lengkap, bisa mengajukan permohonan. Setelah diajukan, maka tanggal siapnya kita tentukan dan bisa ambil ke kantor Disdukcapil dengan membawa bukti yang kita berikan,” ungkapnya. (*)

Baca juga: 70 Ribu Data Palsu Berserak di Sumut

Artikel Terkait

Tragedi Akhir Tahun si Logo Merah

Incar Bule karena Hasil Lebih Besar

Baru Mudik Usai Lebaran

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/