25.2 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Polonia Nasibmu Nanti…

Dahulu, wilayah di Kelurahan Sari Rejo dan Sukadame Kecamatan Medan Polonia, merupakan wilayah pertanian, perkebunan dan peternakan. Beberapa waktu kemudian menjadi kawasan yang berhubungan langsung dengan bandar udara. Nanti, setelah Kualanamu Internasional Airport beroperasi, Polonia mau bagaimana?

Landasan pacu Bandara Polonia Medan terlihat dari udara//Sumut Pos
Landasan pacu Bandara Polonia Medan terlihat dari udara//Sumut Pos

“Saya di sini masih zaman perang dengan Jepang dulu. Kalau ada serangan dari pihak Jepang, maka warga akan masuk ke dalam lubang yang dikorek di tanah. Bahkan, daerah sini dulu merupakan daerah perairan hingga kami pakai perahu. Makanya nama jalan ini adalah Tertai,” ungkap seorang tetua di Keluarahan Sari Rejo, Kogelimbal, saat ditemui Sumut Pos di kediamannya di Jalan Teratai Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia, Minggu (5/5) siang.

Menurut perempuan berusia 80 tahun itu, lintasan di bandara Polonia dahulunya bisa dilalui, baik pejalan kaki dan pengendara. Namun, cara pelintasannya, disebut wanita berdarah India itu sistemnya seperti melintasi rel kereta api saat ini. Bila pesawat hendak melintas, maka akan diberi tanda dan dijaga oleh seorang petugas dengan menggunakan tanda berupa bendera. Wanita bertubuh gempal itu menyebut kalau dahulunya lintasan bandara itu dijadikan jalan alternatif menuju Jalan Mongonsidi. Sekitar pelintasan itu sendiri, kata Kogelimbal merupakan kawasan persawahan.

Untuk markas besar Lanud, diakui Kogelimbal kalau dahulu tidak ada. Lokasi markas Lanud saat ini, disebutnya hanya merupakan gudang bagi pesawat capung. Begitu juga dengan terminal kedatangan domestik dan internasional, terlebih gudang tempat pengiriman barang-barang (cargo) juga tidak ada. Sementara untuk lapangan tembak, disebut Kogelimbal kalau dahulunya merupakan kandang lembu dan lokasi pengangonan lembu bagi warga.

Di Simpang Jalan

Terlepas dari itu, masa depan wilayah Polonia memang bak di simpang jalan. Meski pihak TNI AU telah mengatakan Polonia akan jadi badar militer, kenyataannya pusat bisnis menjamur di daerah itu. Central Business District (CBD) menjadi ikon pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.

Kehadiran CBD ini membangkitkan pro kontra. Satu di antaranya muncul dari Forum Masyarakat Sari Rejo (Formas), Riwayat Pakpahan. Menurutnya, sesuai sejarahnya kawasan itu memang lebih ideal menjadi lahan hijau bagi kota Medan. Belum lagi latar belakang pendirian CBD cenderung bermasalah.

Soal masalah ini diamini oleh Camat Medan Polonia, Odie Doddy Prastyo. “Yang jelas warga yang membuka usaha di CBD Polonia tidak pernah melapor. Soalnya mereka sangat tertutup kepada pihak kecamatan,” bilangnya.

Kemudian saat ditanya soal harga tanah di kawasan CBD Polonia, Odie menyebutkan dirinya betul tidak tahu berapa jumlah harga yang dipatok. Soalnya, lagi-lagi para warga CBD itu selalu tertutup kepada pihak kecamatan. Namun, kalau untuk harga tanah di Jalan Adi Sucipto sekitar Rp1,3 juta per meter.

Hingga kemarin, Polonia dikabarkan akan menjadi wilayah militer. Terkait dengan itu menurut Muhammad Ishak, pengamat ekonomi dari Univesitas Medan (Unimed), pengalihfungsian bandara Polonia selain menjadi Pangkalan Militer TNI AU, nantinya juga bisa dijadikan tempat wisata aeroplane bagi wisatawan yang berkunjung ke Medan. Menurutnya inilah hal yang cukup memberikan efek domino dari segi ekonomi bagi pemerintah daerah dan Sumatra utara.

“Sangat bagus bila nanti bandara Polonia tersebut juga difungsikan sebagai tempat wisata. Nah disitu bisa diketahui sejarah bandara tersebut serta perkembangannya Medan sebagai tempat kunjungan wisata. Saya rasa itu bisa menjadi sarana yang cukup menarik,”ucapnya.
Dia juga mencontohkan seperti tempat wisata Pentagon Memorial yang ada di Amerika. Pentagon Memorial dibangun untuk memperingati meninggalnya 184 orang yang berada di pesawat maupun di gedung ketika tragedi 11 September 2001 terjadi. “Detail peristiwa bisa kita ketahui dan disitu juga terdapat prasasti yang bertuliskan nama semua korban. Korban termuda berusia tiga tahun, sedangkan korban tertua berusia 71 tahun. Dan sekarang pengunjungnya sudah ratusan ribu setiap tahunnya,” paparnya.

Di sisi lain, apapun yang akan terjadi pada Polonia mendatang, sisi lingkungan wajib dijaga. Hal ini ditekankan Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Kusnadi. “Jadi ini momentum buat Pemko Medan harus memprioritaskan RTH (ruang terbuka hijau, RED) dan memberikan estetika lingkungan yang baik. Apalagi di daerah Polonia tersebut ada sungai yang harus djaga,” ucapnya.

Saat disinggung jika pengembang enggan untuk membuat RTH 30 persen dan fasilitas umum lainnya, Kusnadi mengatakan, Pemko Medan harus tegas memberikan aturan yang sudah ada. “Jangan pula nanti pengembang membuat ruko (rumah toko) semua, kan bisa jadi kota mati. Untuk itu dengan adanya fasilitas umum kota tersebut akan hidup,” ucapnya.

Begitu juga yang dikatakan oleh Dekan Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Alridiwirsah. “Developer (pengembang) harus mematuhi itu. Seperti membuat sarana olahraga, tempat pameran dan taman kota atau hutan kota,” ucapnya.
Dosen dan unit produksi Fakultas Teknik Bangunan Unimed, Sahreza Alfan menjelaskan, developer harus memperhatikan kriteria bangunan yang berkonsep go green.

“Itu harus ada perencanaan dari devloper dan harus ada sertifikat go green untuk bahan-bahan bagunannya, seperti kaca pada bangunan,” ucapnya dengan singkat.(*)

Dalam Kuasa TNI AU

Airport Service Manager Angkasa Pura (AP II) Bandara Polonia Medan, Ali Sophian menyatakan dengan tegas, bahwa Polonia akan tetap buka walaupun sudah ada Kualanamu. Hanya saja, pendayagunaan atau pengelola Polonia saja yang akan berbeda. Dari AP II ke Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).

“Polonia tidak akan tutup, tetap akan beroperasi. Hanya saja, pendayagunaannya saja yang berbeda. Tidak lagi untuk komersil, tetapi untuk militer. Lebih tepatnya seperti apa, saya kurang tahu,” ujarnya.

Dijelaskannya keberadaan Polonia yang akan tetap beroperasi nanti, dapat dilihat dari berbagai peralatan bandar udara yang tetap tersedia di Polonia. Mulai dari lampu runway, monitor, tower, avron, dan lain sebagainya. “Kita pindah nanti, tidak akan membawa peralatan apapun dari Polonia. Ini semua akan tetap ada. Bahkan, hingga saat ini kita masih tetap menjaga kualitas peralatan, baik dari sisi udara maupun sisi darat agar tetap baik,” lanjutnya.

Ali menambahkan, tanah yang ditempati Polonia saat ini merupakan tanah milik TNI AU dan AP II diberikan tugas untuk mengelola bandara tersebut oleh pemerintah pusat. “Jadi, status kita di sini hanya sebagai pengelola jasa ke bandar udara dan pengelola jasa pelayanan lalu lintas udara. Bukan pemilik, seperti di Kualanamu,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Otoritas Bandara Udara Wilayah II, Abdul Hani menyatakan Polonia akan tetap dikembalikan ke TNI AU dan akan dijadikan sebagai Lanud. Tetapi, dirinya juga belum bisa memastikan, karena belum ada keluar kebijakan untuk hal tersebut.

“Begini, untuk memastikan itu, kita harus menunggu keputusan dari pusat. Atau setelah ada pertemuan antara menteri perhubungan dan menteri pertahanan. Jadi, setelah itu baru keluar Peraturan Presiden yang menetapkan fungsi dari Polonia tersebut,” ujarnya.

Tetapi, bila difungsikan khusus untuk militer, maka akan ada kemungkinan Polonia akan dijadikan sebagai tempat untuk Pertahanan Negara. Seperti tempat parkirnya pesawat tempur, dan lainnya. “Saya yakinnya ini untuk militer. Karena kalau saya tidak salah, sudah ada penetapan terkait hal tersebut. Tapi, nanti saya cek dulu ya. Yang pasti, Polonia tidak akan tutup, hanya akan berubah fungsi. Dari komersil ke militer,” tutupnya.

Di sisi lain, pengamat penerbangan Dudi Sudibyo, mengatakan, pengelola bandara Kualanamu tetap harus menjalin kerja sama dengan pihak Lanud TNI AU di Polonia.

Kerja sama terutama menyangkut pengoperasian radar. “Data penerbangan yang terpantau radar di Kualanamu, tetap harus bisa diakses oleh Pangkalan Udara di Polonia,” terang Dudi Sudibyo kepada koran ini di Jakarta.

Kerja sama terkait operasional radar ini, lanjut dia, sangat penting untuk mengatasi persoalan-persoalan penerbangan yang muncul. “Misal ada black flight, maka pihak TNI AU bisa langsung melacak dan mengatasinya, karena itu tugasnya TNI AU,” ujar Dudi, yang juga mantan wartawan itu.
Persoalan lain yang bisa diatasi jika ada kerja sama pengoperasian radar di kedua bandara, lanjut dia, jika radar Kualanamu mengalami gangguan, maka bisa digunakan radar Polonia. Begitu juga sebaliknya. “Jadi bisa saling back up,” imbuhnya.

Model kerja sama ini juga terjadi di Bandara Soekarno-Hatta sebagai bandara penerbangan sipil, dengan bandara Halim Perdana Kusuma sebagai Lanud. “Bahkan dalam situasi tertentu, tetap ada penerbangan sipil yang menggunakan bandara Halim. Ini karena ada kerja sama sejak penerbangan sipil dan Lanud di Jakarta masih jadi satu ,” terang dia.

Beberapa waktu lalu, pihak Mabes TNI memastikan, Pangkalan Udara TNI AU di Polonia tidak akan ikut pindah ke bandara Kualanamu. Pasalnya, lahan Polonia memang milik TNI AU.

“Kita tetap di Polonia, tak ikut pindah ke Kualanamu. Karena memang Pangkalan Udara Polonia itu milik TNI AU,” ujar Kadispen TNI AU, Marsekal Pertama, Asman Yunus, di Jakarta, beberapa waktu lalu. (*)

Pusat Bisnis Medan

Setelah Bandara Polonia pindah ke Kualanamu di Kabupaten Deliserdang, lahan bandara Polonia pun bakal direncanakan menjadi kawasan bisnis. Perubahan peruntukkan tersebut akan dibahas, setelah semua penerbangan pindah mulai 25 Juli 2013 mendatang.

“Setelah bandara pindah ke Kualanamu, maka Polonia direncanakan akan menjadi pusat central bisnis. Kawasan itu akan menjadi pusat bisnis di Kota Medan,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Medan, Drs Zulkarnaen Nasution kepada Sumut Pos, Senin (6/5).
Zulkarnaen yang mengaku sedang berada di Jakarta tersebut menerangkan, rencana pembahasan untuk menjadikan Polonia menjadi kawasan CBD sudah dilakukan sejak pembangunan Bandara Kualanamu. Rencana tersebut sudah dimasukkan ke Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Medan. “Petanya ada. Besok Adinda datang bisa,” jelasnya.

Dijelaskan, dengan menjadi pusat bisnis, maka Polonia akan dibangun gedung-gedung pencakar langit. Tapi, pihaknya akan tetap menjadikan lokasi ini menjadi kawasan hijau. Artinya, beberapa persen dari luas wilayah itu akan dijadikan menjadi hutan kota. “ Keberadaan gedung-gedung tinggi akan dipadukan dengan pohon-pohon juga, sehingga kesannya terlihat asri,” paparnya.

Mengenai keinginan untuk menjadikan Polonia menjadi pangkalan TNI Angkatan Udara, Zulkarnain belum bisa menjawab. Namun, dia mengatakan bahwa Polonia tidak layak lagi untuk dijadikan sebagai pengkalan TNI AU, karena sudah berdekatan dengan rumah masyarakat. “Tapi, rencananya TNI AU juga akan dipindahkan ke Kualanamu,” ungkapnya.

Terpisah, Pengamat Tata Kota, Bhakti Alamsyah mengatakan, Polonia memang tidak layak lagi menjadi tempat penerbangan, walaupun itu pangkalan TNI AU. Menurut dia, Bandara Polonia itu berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat, sehingga rawan menimbulkan kecelakaan. “Hampir semua pilot mengatakan bahwa mereka merasa ngeri ketika mendarat di Polonia, karena berdekatan dengan rumah warga,” ungkapnya.

Karena itu, dia mendukung Polonia dijadikan menjadi CBD. Tapi, dia berharap agar pembangungedung-gedung dilakukan secara vertical, bukan horizontal. Sebab, di Kota Medan dinilai tidak cocok lagi dengan bangunan horizontal, karena lahan semakin sempit. “Artinya, pemerintah juga harus memikirkan pemindahan rumah penduduk yang sekarang berada di kawasan Polonia itu,” katanya.

Begitu juga pembangunan komplek CBD sekarang, Bakti Alamsyah mengatakan tidak cocok dengan konsep CBD. Sebab, pembangunan yang dilakukan secara horizontal, sementara konsep dari CBD itu sendiri adalah bangunan-bangunan vertikal. “Jadi, pembangunan komplek ruko yang dibangun sekarang harus dihentikan, karena tidak sesuai dengan konsep CBD,” terangnya.

Selain itu, pemerhati dari Universitas Panca Budi ini berharap agar pemerintah juga memperhatikan kawasan hijau. Dalam RTRWK, harus disertakan beberapa kawasan hijau yang tidak bisa diganggu. “Itu tergantung konsepnya, tapi harus dibuat kawasan hijau, sehingga mampu membuat daerah itu menjadi asri,” harapnya.

Bakti menambahkan, kawasan tersebut memang sudah layak menjadi CBD. Namun, pemerintah Kota Medan harus berjuang ke pusat. Sebab, beberapa waktu lalu dikatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengatakan kalau Polonia akan menjadi pengakalan militer. “Dalam hal ini, Pemko Medan harus menjelaskan ke presiden, bahwa Polonia tidak layak lagi untuk menjadi pengkalan militer,” tandasnya. (*)

Dahulu, wilayah di Kelurahan Sari Rejo dan Sukadame Kecamatan Medan Polonia, merupakan wilayah pertanian, perkebunan dan peternakan. Beberapa waktu kemudian menjadi kawasan yang berhubungan langsung dengan bandar udara. Nanti, setelah Kualanamu Internasional Airport beroperasi, Polonia mau bagaimana?

Landasan pacu Bandara Polonia Medan terlihat dari udara//Sumut Pos
Landasan pacu Bandara Polonia Medan terlihat dari udara//Sumut Pos

“Saya di sini masih zaman perang dengan Jepang dulu. Kalau ada serangan dari pihak Jepang, maka warga akan masuk ke dalam lubang yang dikorek di tanah. Bahkan, daerah sini dulu merupakan daerah perairan hingga kami pakai perahu. Makanya nama jalan ini adalah Tertai,” ungkap seorang tetua di Keluarahan Sari Rejo, Kogelimbal, saat ditemui Sumut Pos di kediamannya di Jalan Teratai Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia, Minggu (5/5) siang.

Menurut perempuan berusia 80 tahun itu, lintasan di bandara Polonia dahulunya bisa dilalui, baik pejalan kaki dan pengendara. Namun, cara pelintasannya, disebut wanita berdarah India itu sistemnya seperti melintasi rel kereta api saat ini. Bila pesawat hendak melintas, maka akan diberi tanda dan dijaga oleh seorang petugas dengan menggunakan tanda berupa bendera. Wanita bertubuh gempal itu menyebut kalau dahulunya lintasan bandara itu dijadikan jalan alternatif menuju Jalan Mongonsidi. Sekitar pelintasan itu sendiri, kata Kogelimbal merupakan kawasan persawahan.

Untuk markas besar Lanud, diakui Kogelimbal kalau dahulu tidak ada. Lokasi markas Lanud saat ini, disebutnya hanya merupakan gudang bagi pesawat capung. Begitu juga dengan terminal kedatangan domestik dan internasional, terlebih gudang tempat pengiriman barang-barang (cargo) juga tidak ada. Sementara untuk lapangan tembak, disebut Kogelimbal kalau dahulunya merupakan kandang lembu dan lokasi pengangonan lembu bagi warga.

Di Simpang Jalan

Terlepas dari itu, masa depan wilayah Polonia memang bak di simpang jalan. Meski pihak TNI AU telah mengatakan Polonia akan jadi badar militer, kenyataannya pusat bisnis menjamur di daerah itu. Central Business District (CBD) menjadi ikon pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.

Kehadiran CBD ini membangkitkan pro kontra. Satu di antaranya muncul dari Forum Masyarakat Sari Rejo (Formas), Riwayat Pakpahan. Menurutnya, sesuai sejarahnya kawasan itu memang lebih ideal menjadi lahan hijau bagi kota Medan. Belum lagi latar belakang pendirian CBD cenderung bermasalah.

Soal masalah ini diamini oleh Camat Medan Polonia, Odie Doddy Prastyo. “Yang jelas warga yang membuka usaha di CBD Polonia tidak pernah melapor. Soalnya mereka sangat tertutup kepada pihak kecamatan,” bilangnya.

Kemudian saat ditanya soal harga tanah di kawasan CBD Polonia, Odie menyebutkan dirinya betul tidak tahu berapa jumlah harga yang dipatok. Soalnya, lagi-lagi para warga CBD itu selalu tertutup kepada pihak kecamatan. Namun, kalau untuk harga tanah di Jalan Adi Sucipto sekitar Rp1,3 juta per meter.

Hingga kemarin, Polonia dikabarkan akan menjadi wilayah militer. Terkait dengan itu menurut Muhammad Ishak, pengamat ekonomi dari Univesitas Medan (Unimed), pengalihfungsian bandara Polonia selain menjadi Pangkalan Militer TNI AU, nantinya juga bisa dijadikan tempat wisata aeroplane bagi wisatawan yang berkunjung ke Medan. Menurutnya inilah hal yang cukup memberikan efek domino dari segi ekonomi bagi pemerintah daerah dan Sumatra utara.

“Sangat bagus bila nanti bandara Polonia tersebut juga difungsikan sebagai tempat wisata. Nah disitu bisa diketahui sejarah bandara tersebut serta perkembangannya Medan sebagai tempat kunjungan wisata. Saya rasa itu bisa menjadi sarana yang cukup menarik,”ucapnya.
Dia juga mencontohkan seperti tempat wisata Pentagon Memorial yang ada di Amerika. Pentagon Memorial dibangun untuk memperingati meninggalnya 184 orang yang berada di pesawat maupun di gedung ketika tragedi 11 September 2001 terjadi. “Detail peristiwa bisa kita ketahui dan disitu juga terdapat prasasti yang bertuliskan nama semua korban. Korban termuda berusia tiga tahun, sedangkan korban tertua berusia 71 tahun. Dan sekarang pengunjungnya sudah ratusan ribu setiap tahunnya,” paparnya.

Di sisi lain, apapun yang akan terjadi pada Polonia mendatang, sisi lingkungan wajib dijaga. Hal ini ditekankan Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Kusnadi. “Jadi ini momentum buat Pemko Medan harus memprioritaskan RTH (ruang terbuka hijau, RED) dan memberikan estetika lingkungan yang baik. Apalagi di daerah Polonia tersebut ada sungai yang harus djaga,” ucapnya.

Saat disinggung jika pengembang enggan untuk membuat RTH 30 persen dan fasilitas umum lainnya, Kusnadi mengatakan, Pemko Medan harus tegas memberikan aturan yang sudah ada. “Jangan pula nanti pengembang membuat ruko (rumah toko) semua, kan bisa jadi kota mati. Untuk itu dengan adanya fasilitas umum kota tersebut akan hidup,” ucapnya.

Begitu juga yang dikatakan oleh Dekan Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Alridiwirsah. “Developer (pengembang) harus mematuhi itu. Seperti membuat sarana olahraga, tempat pameran dan taman kota atau hutan kota,” ucapnya.
Dosen dan unit produksi Fakultas Teknik Bangunan Unimed, Sahreza Alfan menjelaskan, developer harus memperhatikan kriteria bangunan yang berkonsep go green.

“Itu harus ada perencanaan dari devloper dan harus ada sertifikat go green untuk bahan-bahan bagunannya, seperti kaca pada bangunan,” ucapnya dengan singkat.(*)

Dalam Kuasa TNI AU

Airport Service Manager Angkasa Pura (AP II) Bandara Polonia Medan, Ali Sophian menyatakan dengan tegas, bahwa Polonia akan tetap buka walaupun sudah ada Kualanamu. Hanya saja, pendayagunaan atau pengelola Polonia saja yang akan berbeda. Dari AP II ke Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU).

“Polonia tidak akan tutup, tetap akan beroperasi. Hanya saja, pendayagunaannya saja yang berbeda. Tidak lagi untuk komersil, tetapi untuk militer. Lebih tepatnya seperti apa, saya kurang tahu,” ujarnya.

Dijelaskannya keberadaan Polonia yang akan tetap beroperasi nanti, dapat dilihat dari berbagai peralatan bandar udara yang tetap tersedia di Polonia. Mulai dari lampu runway, monitor, tower, avron, dan lain sebagainya. “Kita pindah nanti, tidak akan membawa peralatan apapun dari Polonia. Ini semua akan tetap ada. Bahkan, hingga saat ini kita masih tetap menjaga kualitas peralatan, baik dari sisi udara maupun sisi darat agar tetap baik,” lanjutnya.

Ali menambahkan, tanah yang ditempati Polonia saat ini merupakan tanah milik TNI AU dan AP II diberikan tugas untuk mengelola bandara tersebut oleh pemerintah pusat. “Jadi, status kita di sini hanya sebagai pengelola jasa ke bandar udara dan pengelola jasa pelayanan lalu lintas udara. Bukan pemilik, seperti di Kualanamu,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Otoritas Bandara Udara Wilayah II, Abdul Hani menyatakan Polonia akan tetap dikembalikan ke TNI AU dan akan dijadikan sebagai Lanud. Tetapi, dirinya juga belum bisa memastikan, karena belum ada keluar kebijakan untuk hal tersebut.

“Begini, untuk memastikan itu, kita harus menunggu keputusan dari pusat. Atau setelah ada pertemuan antara menteri perhubungan dan menteri pertahanan. Jadi, setelah itu baru keluar Peraturan Presiden yang menetapkan fungsi dari Polonia tersebut,” ujarnya.

Tetapi, bila difungsikan khusus untuk militer, maka akan ada kemungkinan Polonia akan dijadikan sebagai tempat untuk Pertahanan Negara. Seperti tempat parkirnya pesawat tempur, dan lainnya. “Saya yakinnya ini untuk militer. Karena kalau saya tidak salah, sudah ada penetapan terkait hal tersebut. Tapi, nanti saya cek dulu ya. Yang pasti, Polonia tidak akan tutup, hanya akan berubah fungsi. Dari komersil ke militer,” tutupnya.

Di sisi lain, pengamat penerbangan Dudi Sudibyo, mengatakan, pengelola bandara Kualanamu tetap harus menjalin kerja sama dengan pihak Lanud TNI AU di Polonia.

Kerja sama terutama menyangkut pengoperasian radar. “Data penerbangan yang terpantau radar di Kualanamu, tetap harus bisa diakses oleh Pangkalan Udara di Polonia,” terang Dudi Sudibyo kepada koran ini di Jakarta.

Kerja sama terkait operasional radar ini, lanjut dia, sangat penting untuk mengatasi persoalan-persoalan penerbangan yang muncul. “Misal ada black flight, maka pihak TNI AU bisa langsung melacak dan mengatasinya, karena itu tugasnya TNI AU,” ujar Dudi, yang juga mantan wartawan itu.
Persoalan lain yang bisa diatasi jika ada kerja sama pengoperasian radar di kedua bandara, lanjut dia, jika radar Kualanamu mengalami gangguan, maka bisa digunakan radar Polonia. Begitu juga sebaliknya. “Jadi bisa saling back up,” imbuhnya.

Model kerja sama ini juga terjadi di Bandara Soekarno-Hatta sebagai bandara penerbangan sipil, dengan bandara Halim Perdana Kusuma sebagai Lanud. “Bahkan dalam situasi tertentu, tetap ada penerbangan sipil yang menggunakan bandara Halim. Ini karena ada kerja sama sejak penerbangan sipil dan Lanud di Jakarta masih jadi satu ,” terang dia.

Beberapa waktu lalu, pihak Mabes TNI memastikan, Pangkalan Udara TNI AU di Polonia tidak akan ikut pindah ke bandara Kualanamu. Pasalnya, lahan Polonia memang milik TNI AU.

“Kita tetap di Polonia, tak ikut pindah ke Kualanamu. Karena memang Pangkalan Udara Polonia itu milik TNI AU,” ujar Kadispen TNI AU, Marsekal Pertama, Asman Yunus, di Jakarta, beberapa waktu lalu. (*)

Pusat Bisnis Medan

Setelah Bandara Polonia pindah ke Kualanamu di Kabupaten Deliserdang, lahan bandara Polonia pun bakal direncanakan menjadi kawasan bisnis. Perubahan peruntukkan tersebut akan dibahas, setelah semua penerbangan pindah mulai 25 Juli 2013 mendatang.

“Setelah bandara pindah ke Kualanamu, maka Polonia direncanakan akan menjadi pusat central bisnis. Kawasan itu akan menjadi pusat bisnis di Kota Medan,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Medan, Drs Zulkarnaen Nasution kepada Sumut Pos, Senin (6/5).
Zulkarnaen yang mengaku sedang berada di Jakarta tersebut menerangkan, rencana pembahasan untuk menjadikan Polonia menjadi kawasan CBD sudah dilakukan sejak pembangunan Bandara Kualanamu. Rencana tersebut sudah dimasukkan ke Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Medan. “Petanya ada. Besok Adinda datang bisa,” jelasnya.

Dijelaskan, dengan menjadi pusat bisnis, maka Polonia akan dibangun gedung-gedung pencakar langit. Tapi, pihaknya akan tetap menjadikan lokasi ini menjadi kawasan hijau. Artinya, beberapa persen dari luas wilayah itu akan dijadikan menjadi hutan kota. “ Keberadaan gedung-gedung tinggi akan dipadukan dengan pohon-pohon juga, sehingga kesannya terlihat asri,” paparnya.

Mengenai keinginan untuk menjadikan Polonia menjadi pangkalan TNI Angkatan Udara, Zulkarnain belum bisa menjawab. Namun, dia mengatakan bahwa Polonia tidak layak lagi untuk dijadikan sebagai pengkalan TNI AU, karena sudah berdekatan dengan rumah masyarakat. “Tapi, rencananya TNI AU juga akan dipindahkan ke Kualanamu,” ungkapnya.

Terpisah, Pengamat Tata Kota, Bhakti Alamsyah mengatakan, Polonia memang tidak layak lagi menjadi tempat penerbangan, walaupun itu pangkalan TNI AU. Menurut dia, Bandara Polonia itu berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat, sehingga rawan menimbulkan kecelakaan. “Hampir semua pilot mengatakan bahwa mereka merasa ngeri ketika mendarat di Polonia, karena berdekatan dengan rumah warga,” ungkapnya.

Karena itu, dia mendukung Polonia dijadikan menjadi CBD. Tapi, dia berharap agar pembangungedung-gedung dilakukan secara vertical, bukan horizontal. Sebab, di Kota Medan dinilai tidak cocok lagi dengan bangunan horizontal, karena lahan semakin sempit. “Artinya, pemerintah juga harus memikirkan pemindahan rumah penduduk yang sekarang berada di kawasan Polonia itu,” katanya.

Begitu juga pembangunan komplek CBD sekarang, Bakti Alamsyah mengatakan tidak cocok dengan konsep CBD. Sebab, pembangunan yang dilakukan secara horizontal, sementara konsep dari CBD itu sendiri adalah bangunan-bangunan vertikal. “Jadi, pembangunan komplek ruko yang dibangun sekarang harus dihentikan, karena tidak sesuai dengan konsep CBD,” terangnya.

Selain itu, pemerhati dari Universitas Panca Budi ini berharap agar pemerintah juga memperhatikan kawasan hijau. Dalam RTRWK, harus disertakan beberapa kawasan hijau yang tidak bisa diganggu. “Itu tergantung konsepnya, tapi harus dibuat kawasan hijau, sehingga mampu membuat daerah itu menjadi asri,” harapnya.

Bakti menambahkan, kawasan tersebut memang sudah layak menjadi CBD. Namun, pemerintah Kota Medan harus berjuang ke pusat. Sebab, beberapa waktu lalu dikatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengatakan kalau Polonia akan menjadi pengakalan militer. “Dalam hal ini, Pemko Medan harus menjelaskan ke presiden, bahwa Polonia tidak layak lagi untuk menjadi pengkalan militer,” tandasnya. (*)

Artikel Terkait

Tragedi Akhir Tahun si Logo Merah

Incar Bule karena Hasil Lebih Besar

Baru Mudik Usai Lebaran

Terpopuler

Artikel Terbaru

/