28 C
Medan
Thursday, November 21, 2024
spot_img

Boros di Jalan

DISTRIBUSI  sapi, hingga kini masih menjadi masalah. Ini diperparah dugaan permainan kuota impor sapi untuk menguntungkan para importir. Jika distribusi ternak bagus dan hemat, bisa jadi ini bisa menekan angka impor sekaligus menekan harga daging sapi di pasaran.

Di Jawa, sampai saat ini pengangkutan sapi dari berbagai daerah masih mengandalkan transportasi darat dengan armada truk. Risiko penyusutan bobot hingga kematian ternak di jalan menjadi hal biasa.

“Sapi bisa stres di jalan. Makin lama di jalan, makin stres, bobot sapi turun,” ujar Brian Windupraja, pebisnis sapi yang secara rutin menerima ternak dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menurutnya, sampai saat ini Jakarta dan sekitarnya adalah pasar sapi terbesar di Indonesia. Namun, distribusi ternak menuju ibu kota dan sekitarnya semakin hari justru semakin bermasalah. “Kami kan pedagang. Tentu risiko di jalan harus dihitung sebagai biaya yang ikut menjadi penentu harga akhir,’’ katanya. Dalam hitungan Brian, sapi yang diangkut melalui jalur darat setidaknya mengalami penyusutan bobot hingga 10 persen. Malah, tidak sedikit yang menyusut hingga 15 persen. Jenis armada angkut juga ikut berpengaruh. Semakin besar truk yang diangkut, semakin besar pula risiko mengalami macet di jalan dan dengan sendirinya risiko-risiko kerugian meninggi.

Ongkos armada pengangkut ternak sebenarnya tidak terlalu berat. Biaya sewa armada stabil selama tidak ada kenaikan bahan bakar atau onderdil. Apalagi, rata-rata pebisnis ternak sudah punya semacam kerjasama jangka panjang dengan pemilik jasa pengiriman dan ada kesepakatan harga di depan hingga rentang waktu tertentu.

Brian menyebut, tidak sedikit pebisnis ternak yang memilih menggunakan truk ukuran tiga per empat sebagai andalan. Truk ukuran ini mampu mengangkut sekitar 10 ekor sapi sekali jalan. “Truk ukuran tiga per empat relatif tak terlalu besar. Lebih lincah di jalan, tapi terbatas kuota daya tampungnya,” katanya. Truk yang berukuran lebih besar banyak dihindari walau sebenarnya punya kapasitas angkut lebih banyak. Brian menambahkan, angkutan ternak dengan kereta dulu sempat ada. Namun, kini sudah tidak lagi beroperasi.

Di tempat terpisah, Budi AS pemilik jasa pengangkutan TN Trans mengakui ongkos sewa truk untuk ternak tidak sama dengan biaya untuk nonternak. “Ada fee tambahan untuk awak angkutan. Anda bisa bandingkan bedanya nyopir truk ngangkut sapi sama kain kan?” katanya. Selain itu, Budi menyebut pegangkutan hewan ternak yang selama ini dia lakukan selalu meminta kepada pemberi order menyertakan satu orang khusus untuk mengurus ternak di sepanjang perjalanan.

“Ternak itu butuh tetap makan di jalan. Malah dikasih jamu segala biar nggak masuk angin. Lalu, ada pula pemeriksaan petugas khusus di beberapa daerah perbatasan. Pawang ini yang mengurus semuanya,’’ katanya. Tanpa pawang, Budi mengaku memilih menolak order pengangkutan. Maklum, awak armadanya sama sekali tidak memiliki keahlian untuk mengurus ternak dan fokus pada perjalanan menuju lokasi tujuan. Menurutnya, biaya sewa kendaraan untuk ternak rata-rata lebih mahal 15-20 persen dari biaya angkut jenis armada yang sama dengan beda isi. (tir/jpnn)

DISTRIBUSI  sapi, hingga kini masih menjadi masalah. Ini diperparah dugaan permainan kuota impor sapi untuk menguntungkan para importir. Jika distribusi ternak bagus dan hemat, bisa jadi ini bisa menekan angka impor sekaligus menekan harga daging sapi di pasaran.

Di Jawa, sampai saat ini pengangkutan sapi dari berbagai daerah masih mengandalkan transportasi darat dengan armada truk. Risiko penyusutan bobot hingga kematian ternak di jalan menjadi hal biasa.

“Sapi bisa stres di jalan. Makin lama di jalan, makin stres, bobot sapi turun,” ujar Brian Windupraja, pebisnis sapi yang secara rutin menerima ternak dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Menurutnya, sampai saat ini Jakarta dan sekitarnya adalah pasar sapi terbesar di Indonesia. Namun, distribusi ternak menuju ibu kota dan sekitarnya semakin hari justru semakin bermasalah. “Kami kan pedagang. Tentu risiko di jalan harus dihitung sebagai biaya yang ikut menjadi penentu harga akhir,’’ katanya. Dalam hitungan Brian, sapi yang diangkut melalui jalur darat setidaknya mengalami penyusutan bobot hingga 10 persen. Malah, tidak sedikit yang menyusut hingga 15 persen. Jenis armada angkut juga ikut berpengaruh. Semakin besar truk yang diangkut, semakin besar pula risiko mengalami macet di jalan dan dengan sendirinya risiko-risiko kerugian meninggi.

Ongkos armada pengangkut ternak sebenarnya tidak terlalu berat. Biaya sewa armada stabil selama tidak ada kenaikan bahan bakar atau onderdil. Apalagi, rata-rata pebisnis ternak sudah punya semacam kerjasama jangka panjang dengan pemilik jasa pengiriman dan ada kesepakatan harga di depan hingga rentang waktu tertentu.

Brian menyebut, tidak sedikit pebisnis ternak yang memilih menggunakan truk ukuran tiga per empat sebagai andalan. Truk ukuran ini mampu mengangkut sekitar 10 ekor sapi sekali jalan. “Truk ukuran tiga per empat relatif tak terlalu besar. Lebih lincah di jalan, tapi terbatas kuota daya tampungnya,” katanya. Truk yang berukuran lebih besar banyak dihindari walau sebenarnya punya kapasitas angkut lebih banyak. Brian menambahkan, angkutan ternak dengan kereta dulu sempat ada. Namun, kini sudah tidak lagi beroperasi.

Di tempat terpisah, Budi AS pemilik jasa pengangkutan TN Trans mengakui ongkos sewa truk untuk ternak tidak sama dengan biaya untuk nonternak. “Ada fee tambahan untuk awak angkutan. Anda bisa bandingkan bedanya nyopir truk ngangkut sapi sama kain kan?” katanya. Selain itu, Budi menyebut pegangkutan hewan ternak yang selama ini dia lakukan selalu meminta kepada pemberi order menyertakan satu orang khusus untuk mengurus ternak di sepanjang perjalanan.

“Ternak itu butuh tetap makan di jalan. Malah dikasih jamu segala biar nggak masuk angin. Lalu, ada pula pemeriksaan petugas khusus di beberapa daerah perbatasan. Pawang ini yang mengurus semuanya,’’ katanya. Tanpa pawang, Budi mengaku memilih menolak order pengangkutan. Maklum, awak armadanya sama sekali tidak memiliki keahlian untuk mengurus ternak dan fokus pada perjalanan menuju lokasi tujuan. Menurutnya, biaya sewa kendaraan untuk ternak rata-rata lebih mahal 15-20 persen dari biaya angkut jenis armada yang sama dengan beda isi. (tir/jpnn)

Artikel Terkait

Tragedi Akhir Tahun si Logo Merah

Incar Bule karena Hasil Lebih Besar

Baru Mudik Usai Lebaran

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/