Rencana penambahan alokasi impor daging masih mendatangkan pro-kontra. Fakta yang ada, harga daging di pasaran belum kunjung turun, yakni pada kisaran Rp 90 ribu-95 ribu. Konon, harga itu merupakan harga daging sapi tertinggi di dunia.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menjelaskan, berdasar data yang dihimpun, harga rata-rata sapi di dunia adalah USD 4,3 atau setara Rp41.280. Artinya, harga sapi kita dua kali lipat daripada harga rata-rata dunia. Di Australia yang merupakan pengimpor daging utama Indonesia harganya USD 40,320. “Jika ini tidak segera diatasi, akan semakin merugikan masyarakat,” ujarnya saat ditemui di kantornya kemarin (3/2).
Jika melihat prosesnya, jelas Bayu, awal 2012 harga daging masih Rp 65 ribu. Menjelang Lebaran, harganya melonjak hingga Rp85 ribu. Lalu, harga tersebut naik lagi pada awal kuartal keempat hingga Rp100 ribu. Akhirnya, harga mulai turun ketika pemerintah menambah kuota impor daging. Namun, penurunannya belum signifikan sehingga pada awal 2013 harga masih berada di level tinggi.
“Awal tahun harganya sudah Rp90-95 ribu. Melihat pola kenaikan tahun lalu, kita bisa bayangkan saat Ramadan dan Lebaran nanti harga bisa naik hingga Rp125 ribu. Apa mau dibiarkan seperti itu?” ucapnya. Bayu menambahkan, tahun ini Ramadan jatuh lebih awal, yaitu awal Juli. Untuk itu, kebijakan pemenuhan pasokan harus segera diputuskan.
Pada dasarnya, Bayu tidak mendukung impor. Dia hanya berbicara fakta di lapangan. Jika tidak ingin impor, sapi potong lokal harus dikeluarkan. Dia menyatakan jangan sampai mengulang problem tahun lalu. Banyak laporan mengenai pedagang pasar yang mogok, sapi perah yang mulai disembelih, dan rumah pemotongan hewan (RPH) yang terhenti aktivitasnya.
Mengenai rencana penambahan alokasi impor, Bayu menyatakan nanti diputuskan pada rapat koordinasi bidang perekonomian. Pihaknya mengusulkan Maret ini bisa diadakan rapat mengenai daging sapi. “Kami akan bicarakan fakta-fakta yang terjadi. Semoga tak salah memutuskan. Kami ingin melindungi konsumen,” terangnya.
Saat ini, pihaknya telah memetakan kebutuhan daging untuk industri. Pemetaan tersebut berdasar kekurangan jenis daging. Dengan demikian, jika ada tambahan kuota, mungkin hanya daging beku, bukan sapi bakalan. “Untuk saat ini, impor daging dengan kuota 80 ribu ton biarkan berjalan. Kami yakin itu bisa memenuhi stok selama satu semester,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengimpor Daging Sapi Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring mengungkapkan, harga daging Indonesia yang bertahan di level tinggi selama enam bulan terakhir merupakan suatu sejarah.”Biasanya kan setelah Lebaran sudah kembali turun,” katanya. Masalah utama harga daging yang enggan turun adalah minimnya pasokan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan kebutuhan.
Kebutuhan daging sapi di Indonesia, lanjut Thomas, sangat dinamis. Dinamisnya kebutuhan daging itu membuat pemerintah salah langkah dalam menyusun rencana swasembada. “Ada dua kepentingan di sini. Di satu sisi ingin mengejar target swasembada, di sisi lain kepentingan stabilisasi harga. Jangan sampai salah perhitungan,” jelasnya.
Dia membandingkan dengan perhitungan konsumsi beras. Konsumsi beras, kata dia, mulai stabil. Konsumsi beras sekitar 120 kg per kapita per tahun dan akan turun seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Itu berbeda dengan kebutuhan daging yang akan terus naik seiring dengan perkembangan perekonomian.
Menurut data Aspidi, kebutuhan daging sapi pada 2011 mencapai 1,9 kg per kapita per tahun. Sementara itu, tahun lalu kebutuhannya mencapai 2,2 kg per kapita per tahun. “Bukan hal yang tidak mungkin jika kebutuhan kita naik hingga 7 kg per kapita per tahun,” terangnya. (uma/c6/kim/jpnn)