HINGGA Senin, 6 Mei 2013, sudah ada 175 juta warga Indonesia yang melakukan perekaman e-KTP. Artinya, database yang berpusat di kemendagri sudah mencatat sidik jari, iris mata, dan tanda tangan 175 juta warga.
Mendagri Gamawan Fauzi menyebutkan, hingga saat ini diestimasi ada 191 juta orang dewasa, yang wajib e-KTP, karena sudah berumur 17 tahun atau sudah kawin. Jadi, masih ada sekitar 16 juta warga lagi yang belum melakukan perekaman e-KTP.
Gamawan mau tuntas, ngebut pelayanan perekaman. Guna mengejar 16 juta warga yang belum merekam, perekaman e-KTP akan jemput bola di mal-mal, pondok pesantren, hingga kampus-kampus.
Selama ini, Gamawan sudah menyebar ratusan pegawai kemendagri di pelosok-pelosok daerah yang bertugas melakukan pendampingan perekaman e-KTP. Tujuannya, jika ada alat perekaman yang ngadat dan gangguan teknis lainnya, bisa cepat diatasi dan dikoordinasikan dengan pihak rekanan.
Bukan proyek yang gampang. Bahkan Gamawan dibilang nekat lantaran proyek kependudukan identitas tunggal sudah berkali-kali gagal dilakukan di era-era mendagri sebelumnya. Dana Rp5,9 trilun disedot dari APBN untuk proyek e-KTP ini. Jauh hari, menteri asal Sumbar itu sudah sesumbar, siap mundur dari jabatannya jika hingga akhir 2012 target e-KTP tak mencapai 172 juta. Plong, bangga, senang, karena target sudah terlewati hingga akhir tahun.
Dalam berbagai kesempatan berbincang dengan koran ini, Gamawan mengaku proyek e-KTP merupakan proyek fenomenal. Tak ada ambisi lain kecuali tercatat dalam sebagai sebagai menteri yang berhasil mengatasi amburadulnya masalah pencatatan kependudukan.
“Setelah ini saya mau pensiun saja. Saya mau beternak. Saya sudah membeli lahan di daerah Cibubur. Saya beli sedikit-sedikit, dengan harga yang murah,” ujar Gamawan kepada koran ini.
Hal di atas perlu disampaikan, untuk sekedar menggambarkan betapa ‘sayangnya’ Gamawan pad e-KTP. Karena rasa sayang itulah, Gamawan tak mau kartu yang di dalamnya tertanam chip berisi data warga, rusak begitu saja. Apalagi, rusaknya karena hal sepele, seperti karena sering difotokopi atau distapler. Maka dia mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 471.13/1826/SJ.
Surat Edaran itu bukan soal pelarangan memfotokopi e-KTP. Tapi perihal pemanfaatan e-KTP dengan menggunakan card reader. Jadi e-KTP mudah rusak jika difotokopi? Begitu pertanyaan wartawan berulang-ulang. Sudah tentu tidak ada jawaban tegas. Karena pelarangan difotokopi hanya semacam antisipasi dini, jangan sampai rusak hanya gara-gara difotokopi. (*)