Wali Kota Medan Drs H Rahudman Harahap MM akan menjadikan Situs Kota Cina di Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan menjadi kawasan cagar budaya untuk dilestarikan menjadi objek wisata.
T ak hanya itu, kawasan tersebut juga akan ditata ruang dengan membebaskan tanah di lokasi itu. Nantinya, masyarakat di lokasi akan ditempatkan ke tempat lain. Ini dilakukan agar benar-benar menjadi objek wisata yang memiliki nilai sejarah sangat tinggi.
“Penetapan kawasan ini menjadi cagar budaya sudah kita mulai. Pernah kita alokasikan anggaran untuk pembebasan tanah, tetapi harus ditetapkan dulu titik-titik mana yang harus dibebaskan. Penetapan titik-titik ini sedang dipelajari para arkelog,” ujar Wali Kota ketika meninjau kawasan Situs Kota Cina, Rabu (20/3) lalu.
Orang nomor satu di Pemko Medan ini menyaksikan langsung sejumlah arkeolog tengah melakukan penelitian dan penggalian menyusul ditemukannya bangunan yang ditengarai sebagai tempat suci masyarakat kala itu.
“Karena itu, ketika ada pengembangan rumah di kawasan ini tidak kita keluarkan izinnya. Kita ingin menjadikan tempat ini sebagai lokasi bersejarah bagi anak-anak kita pada masa yang akan datang,” ujar Wali Kota.
Menurut Wali Kota, kawasan ini sudah lama menjadi tempat penelitian pusat geologi dari Universitas Medan (Unimed) yang bekerjasama dengan arkeologi dari Prancis. Penelitian dilakukan menyusul ditemukannya benda-benda peninggalan sejarah dari kerajaan Cina yang berdiri sekitar abad 12. Benda-benda yang ditemukan antara lain candi, arca, piring-piring, serpihan-serpihan uang masa itu serta emas. “Atas dasar temuan itulah,m makanya kawasan ini disebut sebagai Situs Kota Cina,” ungkapnya.
Selain melihat bangunan yang tengah diteliti dan digali persis di belakang rumah warga, Wali Kota yang datang bersama Sekda Ir Syaiful Bahri Lubis MM, Kapolresta Pelabuhan Belawan AKBP Endro Kiswanto serta beberapa pimpinan SKPD di lingkungan Pemko Medan, juga diperlihatkan sejumlah benda-benda temuan lainnya yang telah dikemas dalam plastik.
Setelah itu Wali Kota mengunjungi museum Situs Kota Cina yang berja-rak sekitar 300 meter dari lokasi galian. Selain beberapa arca yang masih utuh dan hilang kepalanya, juga dilihat pecahan-pecahan tembikar, piring-piring porselin dan bekas kapal kuno, kayu serta sejumlah fosil-fosil. Wali Kota terlihat sangat kagum dan takjub atas temuan yang dipamerkan di museum tersebut.
Sementara itu, Ketua Museum Situs Kota Cina sekaligus ketua tim dari Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (Pussis Unimed) Ichwan Azhari mengatakan, kawasan itu pertama kali ditemukan Belanda pada tahun 1918 dan melihat ribuan keramik buatan Cina. Ketika ditemukan pertama kali, kawasan ini kosong atau tidak berpenghuni.
Karena melihat banyak sekali keramik dari Cina, Belanda menduga kawasan itu dulunya sebuah kota. Lan-taran keramik yang ditemukan berasal dari Cina, maka disebut Kota Cina. Sampai saat ini nama asli kota itu belum diketahui apa. Lalu tahun 70-an, seorang arkeolog dari Inggris yakni Edward McKinnon melakukan penggalian pertama kali, tidak jauh dari kotak yang sedang digali dan diteliti tersebut.
Dari hasil penggalian ditemukan 3 candi Siwa yang diperkirakan dari abad 12. Setelah itu dari kawasan ini banyak sekali ditemukan arca namun hanya satu yang masih utuh sedangkan lainnya pecah. Kuat dugaan hal itu terjadi akibat kota itu dulu pernah diserang. Meski demikian sampai saat ini tak satu pun prasasti yang ditemukan dari kawasan tersebut.
“Sampai sekarang tidak diketahui siapa raja yang memimpin kota tersebut kala itu, termasuk apa nama kerajaannya. Itu sebabnya penelitian ini sangat menantang. Apalagi dunia internasional telah memetakan kawasan ini sebagai salah satu situs penting dunia, tapi kita sekarang berpacu dengan waktu karena tempat ini dihuni begitu banyak penduduk,” jelasnya.
Selanjutnya Ichwan menjelaskan, dibangunan baru yang sedang mereka teliti dan gali itu di bawahnya terdapat candi. Dari hasil penggalian yang telah dilakukan, mereka menemukan ada bagian stuktur bata yang diperkirakan bukan rumah penduduk biasa melainkan bangunan yang diperkirakan suci. Sementara itu, Tim peneliti berasal dari Prancis, Pusat Arkeolog Nasional, Balai Arkeologi Medan dan Pussis dari Unimed. (dya/adv)