Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Medan tetap mempertahankan dan menjadikan Rumah Sakit Tembakau Deli Jalan Putri Hijau, menjadi cagar budaya.
Meskipun ada beberapa pihak yang merasa tidak senang, tapi tidak akan mempengaruhi Disbudpar untuk meletakkan plakat cagar budaya di bangunan itu. “Rumah Sakit Tembakau Deli itu tetap kita inventarisir untuk menjadi Cagar Budaya di Kota Medan. Plakatnya sedang kita proses dan akan kita pasangkan dalam waktu dekat ini. Walaupun ada pihak-pihak yang tidak senang, kita tidak akan terpengaruh. Plakat itu tetap akan kita pasang,” ujar Kepala Dinas Budpar Kota Medan Bursal Manan kepada Sumut Pos, kemarin.
Dijelaskannya, Rumah Sakit Umum Tembakau Deli adalah salah satu dari puluhan bangunan tua yang bakal dijadikan sebagai cagar budaya. Pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Badan Warisan Sejarah (BWS) terkait keberadaan RS Tembakau Deli ini.
Hasilnya, BWS juga sepakat kalau bangunan milik PTPN II ini dijadikan cagar budaya. “Bukan kita yang menentukan Rumah Sakit Tembakau Deli itu menjadi cagar budaya, tapi BWS. Setelah mereka setuju, maka kita melakukan inventarisasi,” jelasnya.
Mengenai adanya ancaman dari pihak-pihak tertentu, Bursal mengaku tidak akan terpengaruh. Pemasangan plakat akan tetap dilakukan dalam waktu dekat ini.
Dia mengklaim batalnya pemasangann plang beberapa hari lalu bukan karena ancaman oknum-oknum itu, tapi lebih kepada inventarisir yang belum selesai. “Batalnya pemasa-ngan plang kemarin bukan karena adanya ancaman. Kami bahkan merasa telepon itu bukan ancaman. Kegagalan itu lebih kepada proses inventarisir,” sebutnya.
Bursal tidak membantah keinginan pihak PTPN II untuk menjual lahan RS Tembakau Deli tersebut. Namun, dia mengatakan, pihak Disbudpar Medan akan tetap melakukan inventarisir. Dan kalau PTPN II ingin menjual lahan itu, pihaknya tidak akan ambil pusing.
“Kita hanya menjalankan Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Perda Kota Medan Nomor 02 tahun 2012 tentang pelestarian bangunan atau lingkungan Cagar Budaya. Kalau ada pihak-pihak yang keberatan, silahkan gugat ke pengadilan,” tegasnya.
RS Tembakau Deli sudah tidak beroperasional. Pihak managemen sengaja menutup rumah sakit tersebut, karena memang ingin dijual. Keinginan PTPN II untuk melego rumah sakit ini guna menutupi hutang sebesar Rp950 miliar kepada Dana Pensiunan Perkebunan (Dapenbun) yang belum dibayarkan. Pihak managemen memutuskan untuk menjual beberapa aset termasuk RS Tembakau Deli sebagai solusi.
Di tempat terpisah, Drs Rahudman Harahap, MM yang dimintai pendapatnya soal RS Tembakau Deli mengatakan, ia mengetahui kalau RS Tembakau Deli ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan UU No 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan dan UU No 2 tahun 2012 dan Perda Kota Medan No 2 tahun 2012 Tentang Pelestarian Bangunan dan atau Lingkungan cagar Budaya.
“Kalau sudah ditetapkan jadi cagar budaya, ya harus dipertahankan Pemko Medan,” kata Rahudman singkat.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Medan Hasyim SE, mengatakan, RS Tembakau Deli bisa menjadi dwi fungsi. Selain sebagai cagar budaya, juga bisa dijadikan sebagai kawasan bisnis.
Dia mencontohkan, sudah banyak contoh pembangunan kawasan bisnis, tapi cagar budaya tetap dipertahankan. “Justru pembangunan kawasan bisnis dengan mempertahankan cagar budaya akan lebih baik. Contohnya seperti Hotel Grand Aston, dimana cagar budaya tetap dipertahankan,” ujarnya.
Anggota Komisi C DPRD Kota Medan ini menambahkan, memang tidak cocok kalau semua lahan RS Tembakau Deli itu dijadikan cagar budaya. Lahan RS Tembakau Deli itu dinilai terlalu luas untuk cagar budaya. Apalagi, Kota Medan yang terus berkembang juga harus diselingi dengan pembangunan kawasan bisnis.
“Kota Medan yang semakin berkembang, tentunya membutuhkan pembangunan kawasan bisnis. Tapi, kawasan bisnis itu kan bisa dibangun tanpa menghilangkan cagar budaya.
Untuk RS Tembakau Deli itu, kawasan bisnis bisa dibangun di belakang, sedangkan bangunan Rumah Sakit di depan dipertahankan,” sarannya. (dek)