MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dugaan persekongkolan pelaksanaan tender proyek di Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II Tahun Anggaran 2019, mendapat sorotan tajam dari Lembaga Bantuan Hukum Warga Indonesia (LBHWI). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turun tangan mencari tahu informasi yang sudah tersiar di media massa tersebutn
Direktur LBHWI Adamsyah Koto mengungkapkan, menurut catatan pihaknya praktik-praktik tak terpuji di BWSS II sudah lazim terjadi terutama dalam pelaksanaan tender proyek. Menurutnya, aparat penegak hukum (APH) harus mulai menyelidiki kongkalikong yang kerap terjadi di instansi vertikal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tersebut.
“Kalau saya boleh jujur, sebenarnya permainan seperti itu di BWSS II sudah sering sekali terjadi, bukan pada tahun ini saja. Untuk itu saya mendukung penuh supaya penyidik KPK turun untuk mengendus praktik-praktik kotor tersebut,” katanya menjawab Sumut Pos, Kamis (28/2).
Tak hanya di BWSS II, kata dia, di instansi vertikal lain praktik seperti itu sudah lazim terjadi dan sayangnya APH maupun KPK belum turun untuk menindaklanjuti. Karenanya dirinya meminta, supaya APH baik dari Polda Sumut atau Kejaksaan proaktif menindaklanjuti setiap informasi yang tersiar melalui media, ataupun dari pengaduan-pengaduan masyarakat. “Pertanyaannya adalah, apakah APH kita seperti Polda Sumut mau dan serius untuk mengusutnya. Atau paling tidak mulai melakukan investigasi atas kebenaran sebuah informasi yang telah berkembang,” katanya.
Ia menambahkan, tidak tertutup kemungkinan bila KPK turun tangan menyelidiki dugaan kongkalikong di BWSS II, kepala balai baik yang masih atau pernah bertugas menjadi ikut terlibat dalam praktik kotor tersebut. “Maka dari itu sekali lagi kami dari LBHWI mendorong agar KPK yang notabene punya informan di Sumut ini, mulai bekerja mencari bukti otentik atas informasi permainan tender di BWSS II. Begitupun kepada Poldasu untuk saling sinergi melakukan pengusutan dengan APH kejaksaan soal dugaan tersebut, apalagi kabarnya ada dibekingi ‘orang kuat’ didalamnya dan ini yang perlu diungkap,” katanya.
Pada bagian lain, pihaknya juga mendorong supaya Gubernur Sumut Edy Rahmayadi proaktif terlibat untuk mewujudkan good government di wilayahnya. Sinergitas dan koordinasi yang mulai terbangun di level FKPD Sumut, dinilainya menjadi faktor kunci menjadikan Sumut bermartabat dari aspek clean and clear government.
“Sebagai leading sector dan perpanjangan tangan pusat, tak bisa dipungkiri bahwa gubernur menjadi pilar penting dalam konteks mewujudkan pemerintahan di Sumut yang bersih dan bebas dari praktik KKN. Untuk itu, Gubsu mestinya ikut mendorong Kapolda dan Kejatisu untuk bekerja menindaklanjuti dugaan persekongkolan instansi pemerintahan di Sumut,” pungkasnya.
Sayang, Kepala BWSS II Roy Pardede belum mau memberikan jawaban perihal dugaan persekongkolan di instansi yang dipimpinnya. Saat dikonfirmasi via seluler berulang kali kemarin, ia enggan untuk menjawab. Begitu juga saat hendak ditemui di kantornya, Rabu (27/2), ia tidak berada di sana. Oleh petugas keamanan, diketahui kalau Roy Pardede sedang berada di luar kota.
Namun, Pokja Tender BWSS II dalam surat jawaban atas sanggahan PT KBM pada 18 Februari 2019, membantah tegas adanya praktik persekongkolan dalam tender paket pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi perkotaan Kabupaten Batubara itu.
Dalam surat jawaban atas sanggahan PT KBM itu, Ketua Pokja Tender Rahmad Danny menegaskan, kekalahan PT KBM adalah karena PT KBM tidak memenuhi syarat pada evaluasi teknis penawaran, yakni pada RKK yang tidak mencantumkan penjelasan manajemen risiko dan rencana tindakan.
Ia mengatakan Pokja telah melakukan evaluasi sesuai dokumen pemilihan. Pokja tidak melakukan rekayasa yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. (prn)