25.1 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

Pemerintah Terutang Rp38 M ke RSUD Pirngadi

Rumah Sakit Pirngadi Medan
Rumah Sakit Pirngadi Medan

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Peralihan program kesehatan pemerintah menuju Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menuai berbagai kendala.

Misalnya saja, RSUD dr Pirngadi Medan menemukan kendala dengan adanya klaim lama yang belum dibayar, seperti Jamkesmas, Jamkesda, dan Medan Sehat sebesar Rp38 miliar. “Sekitar Rp38 miliar yang belum dibayar Jamkesmas, Jamkesda, dan Medan Sehat. Klaim yang belum dibayar ini tahun 2012, 2013,” ujar Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan Amran Lubis.

Dikatakan Amran, klaim Medan Sehat sudah dibayarkan untuk pasien rawat jalan tahun 2011, sedangkan pada utang tahun 2012 belum bisa dibayarkan pada tahun 2013 lalu dan katanya akan dibayarkan pada tahun ini. “Kita akan upayakan beri pengertian kepada dokter, perawat, provider tentang kondisi ini karena uang jasa mereka tertunggak. Bukan berarti tidak dibayar, tetapi ketertundaan dan akan dibayar,” janji Amran.

Namun Amran tidak yakin kalau utang pemerintah kepada RSU Pirngadi Medan sebesar Rp38 miliar bisa dibayar lunas tahun ini. Pasalnya, pagu anggaran klaim Jamkesda Provinsi Dinas Kesehatan Sumut sekitar Rp140 miliar untuk seluruh asuransi, sebesar Rp70 miliar dari dana tersebut dibayarkan utang rumah sakit seluruh pemerintah di Sumut, dan sisanya buat pasien PBI di BPJS. “Kemungkinan April sudah bisa dibayar, walaupun tidak seluruhnya,” paparnya.

Selain itu Amran menginformasikan kalau kini pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sudah bisa naik kelas rawat inap dengan menambah biaya. Sebelumnya terjadi miss komunikasi di rumah sakit milik Pemko Medan ini terkait pelayanan rawat inap bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tidak bisa naik kelas rawat inap.”Jadi, hanya iyuran biaya kamar saja yang ditambahkan, sedangkan untuk obat, dokter dan lainnya tidak dikenakan lagi pada pasien,” katanya.

Menurut Amran, dalam masa peralihan ini, memang petugas di RSUD dr Pirngadi masih ada yang belum paham terkait sistem paket INA CBGs (Indonesian Case Based Groups) ini. Dulu yang digunakan adalah sistem service cost.”Inilah selalu menjadi komplain pasien, sehingga mungkin ini menyebabkan jumlah pasien kita menurun,” sebutnya.

Tak hanya itu, Amran menyebutkan, selama ini terjadi persepsi yang salah antara para dokter kalau pasien naik kelas. Selisih yang dibayarkan INA CBGs itu diluar paket yang sifatnya pelayanan. Dulu, saat pasien naik dari kelas 1 ke VIP, Jasa pelayanan dokter ikut naik, dari Rp50 ribu/visit menjadi Rp80 ribu/visit.

“Namun, di sistem INA CBGS tidak seperti itu, jasa pelayanan tidak dihitung dengan service cost melainkan berdasarkan sistem paket,” jelasnya.

Kemenkes sendiri, saat ini belum ada membuat pola mengenai sistem pembayaran jasa pelayanan. “Kita sudah tanyakan saat komisi 9 DPR-RI berkunjung ke Kabanjahe, dan mereka katakan belum ada petunjuk yang jelas dari Kemenkes RI tentang sistem pelayanan. Akan tetapi, secara perhitungan yang kita buat kalau dilihat sistem paket INA-CBGS, kita bisa buat sistem silang, seperti menegakkan satu diagnosa dibuat satu pelayanan dengan harga yang lebih mahal, walaupun jumlah perawatan dengan service costnya lebih murah. Tetapi ada juga paket INA CBGS, berikan satu nilai tertentu, tetapi dari service costnya memberikan nilai yang lebih mahal, sehingga kita dirugikan, karena itu kita ada sistim subsidi silang. Dengan kata lain, itu tidak kita pakai lagi yang service cost melainkan paket INA-CBGS,” kata Amran.

Pihaknya sampai saat ini belum menemukan pola pembagian jasa pelayanan dengan perawatan. Sebab, Kemenkes sedang merevisi 300 paket INA-CBGS. Sebab ini harus disesuaikan agar tidak merugikan rumah sakit,” ungkapnya. (nit/adz/ila)

 

Rumah Sakit Pirngadi Medan
Rumah Sakit Pirngadi Medan

MEDAN, SUMUTPOS.CO-Peralihan program kesehatan pemerintah menuju Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih menuai berbagai kendala.

Misalnya saja, RSUD dr Pirngadi Medan menemukan kendala dengan adanya klaim lama yang belum dibayar, seperti Jamkesmas, Jamkesda, dan Medan Sehat sebesar Rp38 miliar. “Sekitar Rp38 miliar yang belum dibayar Jamkesmas, Jamkesda, dan Medan Sehat. Klaim yang belum dibayar ini tahun 2012, 2013,” ujar Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan Amran Lubis.

Dikatakan Amran, klaim Medan Sehat sudah dibayarkan untuk pasien rawat jalan tahun 2011, sedangkan pada utang tahun 2012 belum bisa dibayarkan pada tahun 2013 lalu dan katanya akan dibayarkan pada tahun ini. “Kita akan upayakan beri pengertian kepada dokter, perawat, provider tentang kondisi ini karena uang jasa mereka tertunggak. Bukan berarti tidak dibayar, tetapi ketertundaan dan akan dibayar,” janji Amran.

Namun Amran tidak yakin kalau utang pemerintah kepada RSU Pirngadi Medan sebesar Rp38 miliar bisa dibayar lunas tahun ini. Pasalnya, pagu anggaran klaim Jamkesda Provinsi Dinas Kesehatan Sumut sekitar Rp140 miliar untuk seluruh asuransi, sebesar Rp70 miliar dari dana tersebut dibayarkan utang rumah sakit seluruh pemerintah di Sumut, dan sisanya buat pasien PBI di BPJS. “Kemungkinan April sudah bisa dibayar, walaupun tidak seluruhnya,” paparnya.

Selain itu Amran menginformasikan kalau kini pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sudah bisa naik kelas rawat inap dengan menambah biaya. Sebelumnya terjadi miss komunikasi di rumah sakit milik Pemko Medan ini terkait pelayanan rawat inap bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tidak bisa naik kelas rawat inap.”Jadi, hanya iyuran biaya kamar saja yang ditambahkan, sedangkan untuk obat, dokter dan lainnya tidak dikenakan lagi pada pasien,” katanya.

Menurut Amran, dalam masa peralihan ini, memang petugas di RSUD dr Pirngadi masih ada yang belum paham terkait sistem paket INA CBGs (Indonesian Case Based Groups) ini. Dulu yang digunakan adalah sistem service cost.”Inilah selalu menjadi komplain pasien, sehingga mungkin ini menyebabkan jumlah pasien kita menurun,” sebutnya.

Tak hanya itu, Amran menyebutkan, selama ini terjadi persepsi yang salah antara para dokter kalau pasien naik kelas. Selisih yang dibayarkan INA CBGs itu diluar paket yang sifatnya pelayanan. Dulu, saat pasien naik dari kelas 1 ke VIP, Jasa pelayanan dokter ikut naik, dari Rp50 ribu/visit menjadi Rp80 ribu/visit.

“Namun, di sistem INA CBGS tidak seperti itu, jasa pelayanan tidak dihitung dengan service cost melainkan berdasarkan sistem paket,” jelasnya.

Kemenkes sendiri, saat ini belum ada membuat pola mengenai sistem pembayaran jasa pelayanan. “Kita sudah tanyakan saat komisi 9 DPR-RI berkunjung ke Kabanjahe, dan mereka katakan belum ada petunjuk yang jelas dari Kemenkes RI tentang sistem pelayanan. Akan tetapi, secara perhitungan yang kita buat kalau dilihat sistem paket INA-CBGS, kita bisa buat sistem silang, seperti menegakkan satu diagnosa dibuat satu pelayanan dengan harga yang lebih mahal, walaupun jumlah perawatan dengan service costnya lebih murah. Tetapi ada juga paket INA CBGS, berikan satu nilai tertentu, tetapi dari service costnya memberikan nilai yang lebih mahal, sehingga kita dirugikan, karena itu kita ada sistim subsidi silang. Dengan kata lain, itu tidak kita pakai lagi yang service cost melainkan paket INA-CBGS,” kata Amran.

Pihaknya sampai saat ini belum menemukan pola pembagian jasa pelayanan dengan perawatan. Sebab, Kemenkes sedang merevisi 300 paket INA-CBGS. Sebab ini harus disesuaikan agar tidak merugikan rumah sakit,” ungkapnya. (nit/adz/ila)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/