30 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Tak Lagi Memijat, Kelaparan, Berharap Pertolongan Pemerintah

Melihat Nasib Para Tuna Netra di Tengah Wabah Corona

PENGAJIAN:Para tuna netra yang tergabung di Pertuni saat menggelar pengajian di Kantor Pertuni di Jalan Ayahanda Medan, untuk mengisi waktu berdiam di rumah.
Bagus/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di tengah wabah penyebaran virus corona ada sepenggal cerita yang pilu dirasakan para tuna netra yang tergabung dalam Persatuan Tuna Netra Sumatera Utara (Sumut). Wabah virus corona telah mematikan mata pencarian mereka sebagai pemijat. Saat ini kelangsung hidup sehari-hari mereka terancam kelaparan.

Mewakili para tuna netra, Ketua DPD Persatuan Tuna Netra (Pertuni) Sumut, Khairul Batubara menceritakan nasib anggotanya yang berjumlah 300 orang. “Kami tidak tahu lagi harus mengadu kepada siapa. Anggota Pertuni terancam akan diusir dari rumah kontrak mereka, karena tidak ada lagi pemasukan dari hasil meminjat.

Ini kontrakan kami juga sudah mau habis akhir bulan ini,” ujar Khairul dengan nada sedih.

Khairul menjelaskan, dampak penyebaran corona ini, sangat pahit. Karena, ia sudah menutup jasa pijat sehat dan tradisiona sejak 10 Meret 2020, lalu. Sedangkan ia harus menafkahi istrinya yang juga tuna netra dan kedua anakanya tersebut.

“Tolong kami dek, kami tidak tahu mau mengadu kepada siapa. Kepada wartawan lah, semoga nasib kami ini diperhatikan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,” kata Khairul.

Khairul mengakui virus corona itu, bila tertular akan mengancam kesehatan hingga mati. Dengan pemaham itu, ia menolak tawaran untuk memijat pasien. Meski mendapatkan upah besar senilai Rp 500 ribu. “Diimingi Rp500 ribu, saya tetap tidak mau. Saya takut,” tutur pria usia 53 tahun itu.

Ia mengungkapkan lebih baik menjaga dirinya dari penyebaran virus corona dengan menolak pasien untuk dipijat.

Untuk di Sumut, Khairul mengatakan ada 300 kepala keluarga anggota Pertuni. Rata-rata memiliki pekerjaan yang sama sebagai pemijat, berdagang dan pengamen.

“Biasanya kalau mijat dapatlah Rp35 ribu dari pasien. Kalau dikasih lebih yah alhamdulillah. Sekarang udah gak ada lagi,” kata Khairul.

Beberapa orang anggota Pertuni lainnya juga masih ada yang nekat untuk berjualan kerupuk. Namun bukan malah untung, mereka malah sering merugi.”Karena udah gak ada lagi yang beli. Sudah sepi. Kadang rugi karena harus membayar ongkos becak,” tutur Khairul.

Ditambah lagi, aktivitas mobilitas massa dengan jumlah besar dilarang. Hal itu berdampak banyak acara resepsi pernikah ditunda. Pesta pernikah itu, sebagai ladang pencarian nafkah dilakukan sebagai mereka dengan mengamen.

“Bisa mengamen dari panggung resepsi pernikahan dan membawa pulang Rp75 ribu.Ini kan sudah gak ada pesta nikahan lagi. Jadi mau bagaimana kami ini,” ujar Khairul.

Selama pandemi corona, Pertuni sudah meminta agar seluruh anggotanya tetap di rumah. Mengikuti imbauan pemerintah untuk melakukan pencegahan penyebaran corona. Namun, desakan ekonomi, mereka tetap keluar untuk menyambung kehidupan.

“Ada yang tidak bisa bayar kontrakan lagi. Karena mereka kan ada yang ngontrak rumah itu bulanan. Kami tetap keluar juga mencari nafkah dek,” katanya.

Khairul mengungkapkan, untuk mengisi kekosongan waktu karena tidak ada pekerjaan, mereka berkumpul di Kantor Pertuni di Jalan Ayahanda, Kota Medan. Di situ, digelar pengajian dan tausyiah.

“Mereka takut juga di rumah. Nanti stress karena dimarahi istri gak bawa uang karena gak kerja. Maka memilih ke kantor untuk mengaji,” jelasnya.

Mereka pun, membuat kegiatan sederhana bersama.”Dari hari Sabtu pekan lalu kita adakan makan gratis untuk anggota. Itu sampai hari selasa. Tapi yah sederhana saja makannya. Kadang pakai sayur saja, kadang cuma pakai ikan asin, kadang pakai kecap juga,” ujar dia.

Saat ini, ada sekitar 32 anggota Pertuni yang ada di sekretariat. Mereka harus berbagi 8 ruangan yang ada di sekretariat. “Kondisi kami saat ini baik-baik saja semuanya. Belum ada yang sakit. Kami selalu menjaga jarak. Saat makan kami berjarak,” kata Khairul.

Segala upaya dilakukan Pertuni sembari berdoa kepada Allah agar musibah virus cepat berlalu dan mereka serta masyarakat di tanah air dapat kembali beraktivitas normal untuk bekerja dan mencari nafkah.

“Kami juga mencoba menyurati kementerian sosial. Kami berdoa wabah corona ini cepat berakhir. Kami juga berdoa pemerintah bisa membuka hatinya untuk kami kaum disabilitas yang saat ini tidak punya penghasilan untuk bertahan hidup,” ujar Khairul dengan suara parau.(gus/ila)

Melihat Nasib Para Tuna Netra di Tengah Wabah Corona

PENGAJIAN:Para tuna netra yang tergabung di Pertuni saat menggelar pengajian di Kantor Pertuni di Jalan Ayahanda Medan, untuk mengisi waktu berdiam di rumah.
Bagus/sumut pos

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Di tengah wabah penyebaran virus corona ada sepenggal cerita yang pilu dirasakan para tuna netra yang tergabung dalam Persatuan Tuna Netra Sumatera Utara (Sumut). Wabah virus corona telah mematikan mata pencarian mereka sebagai pemijat. Saat ini kelangsung hidup sehari-hari mereka terancam kelaparan.

Mewakili para tuna netra, Ketua DPD Persatuan Tuna Netra (Pertuni) Sumut, Khairul Batubara menceritakan nasib anggotanya yang berjumlah 300 orang. “Kami tidak tahu lagi harus mengadu kepada siapa. Anggota Pertuni terancam akan diusir dari rumah kontrak mereka, karena tidak ada lagi pemasukan dari hasil meminjat.

Ini kontrakan kami juga sudah mau habis akhir bulan ini,” ujar Khairul dengan nada sedih.

Khairul menjelaskan, dampak penyebaran corona ini, sangat pahit. Karena, ia sudah menutup jasa pijat sehat dan tradisiona sejak 10 Meret 2020, lalu. Sedangkan ia harus menafkahi istrinya yang juga tuna netra dan kedua anakanya tersebut.

“Tolong kami dek, kami tidak tahu mau mengadu kepada siapa. Kepada wartawan lah, semoga nasib kami ini diperhatikan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,” kata Khairul.

Khairul mengakui virus corona itu, bila tertular akan mengancam kesehatan hingga mati. Dengan pemaham itu, ia menolak tawaran untuk memijat pasien. Meski mendapatkan upah besar senilai Rp 500 ribu. “Diimingi Rp500 ribu, saya tetap tidak mau. Saya takut,” tutur pria usia 53 tahun itu.

Ia mengungkapkan lebih baik menjaga dirinya dari penyebaran virus corona dengan menolak pasien untuk dipijat.

Untuk di Sumut, Khairul mengatakan ada 300 kepala keluarga anggota Pertuni. Rata-rata memiliki pekerjaan yang sama sebagai pemijat, berdagang dan pengamen.

“Biasanya kalau mijat dapatlah Rp35 ribu dari pasien. Kalau dikasih lebih yah alhamdulillah. Sekarang udah gak ada lagi,” kata Khairul.

Beberapa orang anggota Pertuni lainnya juga masih ada yang nekat untuk berjualan kerupuk. Namun bukan malah untung, mereka malah sering merugi.”Karena udah gak ada lagi yang beli. Sudah sepi. Kadang rugi karena harus membayar ongkos becak,” tutur Khairul.

Ditambah lagi, aktivitas mobilitas massa dengan jumlah besar dilarang. Hal itu berdampak banyak acara resepsi pernikah ditunda. Pesta pernikah itu, sebagai ladang pencarian nafkah dilakukan sebagai mereka dengan mengamen.

“Bisa mengamen dari panggung resepsi pernikahan dan membawa pulang Rp75 ribu.Ini kan sudah gak ada pesta nikahan lagi. Jadi mau bagaimana kami ini,” ujar Khairul.

Selama pandemi corona, Pertuni sudah meminta agar seluruh anggotanya tetap di rumah. Mengikuti imbauan pemerintah untuk melakukan pencegahan penyebaran corona. Namun, desakan ekonomi, mereka tetap keluar untuk menyambung kehidupan.

“Ada yang tidak bisa bayar kontrakan lagi. Karena mereka kan ada yang ngontrak rumah itu bulanan. Kami tetap keluar juga mencari nafkah dek,” katanya.

Khairul mengungkapkan, untuk mengisi kekosongan waktu karena tidak ada pekerjaan, mereka berkumpul di Kantor Pertuni di Jalan Ayahanda, Kota Medan. Di situ, digelar pengajian dan tausyiah.

“Mereka takut juga di rumah. Nanti stress karena dimarahi istri gak bawa uang karena gak kerja. Maka memilih ke kantor untuk mengaji,” jelasnya.

Mereka pun, membuat kegiatan sederhana bersama.”Dari hari Sabtu pekan lalu kita adakan makan gratis untuk anggota. Itu sampai hari selasa. Tapi yah sederhana saja makannya. Kadang pakai sayur saja, kadang cuma pakai ikan asin, kadang pakai kecap juga,” ujar dia.

Saat ini, ada sekitar 32 anggota Pertuni yang ada di sekretariat. Mereka harus berbagi 8 ruangan yang ada di sekretariat. “Kondisi kami saat ini baik-baik saja semuanya. Belum ada yang sakit. Kami selalu menjaga jarak. Saat makan kami berjarak,” kata Khairul.

Segala upaya dilakukan Pertuni sembari berdoa kepada Allah agar musibah virus cepat berlalu dan mereka serta masyarakat di tanah air dapat kembali beraktivitas normal untuk bekerja dan mencari nafkah.

“Kami juga mencoba menyurati kementerian sosial. Kami berdoa wabah corona ini cepat berakhir. Kami juga berdoa pemerintah bisa membuka hatinya untuk kami kaum disabilitas yang saat ini tidak punya penghasilan untuk bertahan hidup,” ujar Khairul dengan suara parau.(gus/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/