25 C
Medan
Monday, July 1, 2024

KPUD dan Panwaslu Tolak RUU Pilkada

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Sumut menolak tegas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang kini tengah dibahas DPR RI.

PENOLAKAN serupa juga disampaikan KPUD Kota Medan saat digelarnya Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR  di sekretariat KPUD Sumut, Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan, Jumat (29/11).
Anggota KPUD Sumut Surya Perdana menyatakan rencana mengembalikan metode pemilihan kepala daerah kepada legislatif sebagai sebuah langkah mundur.

“Kami sudah jauh melangkah dan  menjalankan tahapan untuk pilkada, tentu jika pemilihan dikembalikan kepada legislatif maka ini menjadi langkah mundur,” ungkapnya.
Anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sumut, Ester Ritonga juga menyampaikan penolakannya. Pemilihan langsung dengan melibatkan masyarakat, menurutnya, akan meminimalisir kebijakan yang pro-penguasa.
“Jika hak memilih kepala daerah dikembalikan, maka tidak ada lagi fungsi rakyat. Jadi kebijakan ini terkesan pro penguasa,” tukasnya.

Ketua KPU Deliserdang Muhammad Yusri terlihat lebih tegas lagi menolak pelaksanaan Pilgub yang dikembalikan ke DPRD. Dia mengklaim bahwa itu bukan keinginan rakyat tapi titipan kelompok kepentingan tertentu. Yusri sempat menantang Komisi UU DPR, untuk membuat referendum dalam rangka mempertanyakan langsung ke rakyat, apakah sistem Pilgub yang dipilih melalui DPRD merupakan keingingan rakyat.
“Buat referendum apakah memang ini keinginan rakyat. Saya tidak yakin itu,” katanya sembari menyatakan pesimisme jika berbagai masukan kelak tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam materi RUU Pilkada. “Nanti semua masukan diberikan tapi akhirnya tetap saja nggak masuk dalam draf,” ujarnya.

Ketua KPUD Medan Evi Novida Ginting mengatakan, selain menolak Pilgub dikembalikan ke DPRD, juga perlu diatur secara tegas aturan agar calon petahana (incumbent) meletakkan jabatan saat mencalonkan diri. Ini agar muncul kesetaraan antara semua pasangan calon saat pilkada digelar. Selama ini, katanya, incumbent hanya diminta cuti saat melakukan kampanye. Itu pun jika, incumbent tersebut menggunakannya saat masa kampanye terbuka.
Ketua Tim Komisi II DPR RI, Abdul Hakam mengatakan, draf RUU Pilkada yang saat ini mereka sosialisasikan bukan hasil dari kebijakan DPR. Tapi draf yang disusun pemerintah dan disampaikan ke DPR.
Sesuai UU yang berlaku sebelum draf versi pemerintah dibahas di DPR, mereka wajib menyerap aspirasi dan masukan dari berbagai daerah. Setelah itu, setiap fraksi akan membuat daftar inventarisasi masalah untuk disandingkan dengan draf versi pemerintah.

“Jadi draf yang ada sekarang ini masih versi pemerintah belum ada warna DPR,” ujar politisi Partai Amanat Nasional (PAN).
Menanggapi masukan dari sejumlah elemen penyelenggara pemilu tersebut, dua anggota DPR Daerah Pemilihan (Dapil) Sumut yaitu Abdul Wahab Dalimunthe dan Yassona Laoly berbeda pendapat dalam menanggapinya. Wahab, yang duduk sebagai politisi dari Partai Demokrat,  mengaku tak sependapat dengan keinginan KPUD dan Panwaslu.

Sebagai orang yang pernah ikut dalam Pilgub, mantan politisi Partai Golkar ini lebih suka jika Pilgub dikembalikan ke DPRD. “Saya sudah merasakannya semua. Ini (uang) yang atur semua,” ujar Wahab sembari memberikan isyarat dengan jarinya.
Yasonna Laoly berpendapat perlunya Pilgub dipertahankan sebagai Pilkada langsung.(ari)

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Sumut menolak tegas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang kini tengah dibahas DPR RI.

PENOLAKAN serupa juga disampaikan KPUD Kota Medan saat digelarnya Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR  di sekretariat KPUD Sumut, Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan, Jumat (29/11).
Anggota KPUD Sumut Surya Perdana menyatakan rencana mengembalikan metode pemilihan kepala daerah kepada legislatif sebagai sebuah langkah mundur.

“Kami sudah jauh melangkah dan  menjalankan tahapan untuk pilkada, tentu jika pemilihan dikembalikan kepada legislatif maka ini menjadi langkah mundur,” ungkapnya.
Anggota Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sumut, Ester Ritonga juga menyampaikan penolakannya. Pemilihan langsung dengan melibatkan masyarakat, menurutnya, akan meminimalisir kebijakan yang pro-penguasa.
“Jika hak memilih kepala daerah dikembalikan, maka tidak ada lagi fungsi rakyat. Jadi kebijakan ini terkesan pro penguasa,” tukasnya.

Ketua KPU Deliserdang Muhammad Yusri terlihat lebih tegas lagi menolak pelaksanaan Pilgub yang dikembalikan ke DPRD. Dia mengklaim bahwa itu bukan keinginan rakyat tapi titipan kelompok kepentingan tertentu. Yusri sempat menantang Komisi UU DPR, untuk membuat referendum dalam rangka mempertanyakan langsung ke rakyat, apakah sistem Pilgub yang dipilih melalui DPRD merupakan keingingan rakyat.
“Buat referendum apakah memang ini keinginan rakyat. Saya tidak yakin itu,” katanya sembari menyatakan pesimisme jika berbagai masukan kelak tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam materi RUU Pilkada. “Nanti semua masukan diberikan tapi akhirnya tetap saja nggak masuk dalam draf,” ujarnya.

Ketua KPUD Medan Evi Novida Ginting mengatakan, selain menolak Pilgub dikembalikan ke DPRD, juga perlu diatur secara tegas aturan agar calon petahana (incumbent) meletakkan jabatan saat mencalonkan diri. Ini agar muncul kesetaraan antara semua pasangan calon saat pilkada digelar. Selama ini, katanya, incumbent hanya diminta cuti saat melakukan kampanye. Itu pun jika, incumbent tersebut menggunakannya saat masa kampanye terbuka.
Ketua Tim Komisi II DPR RI, Abdul Hakam mengatakan, draf RUU Pilkada yang saat ini mereka sosialisasikan bukan hasil dari kebijakan DPR. Tapi draf yang disusun pemerintah dan disampaikan ke DPR.
Sesuai UU yang berlaku sebelum draf versi pemerintah dibahas di DPR, mereka wajib menyerap aspirasi dan masukan dari berbagai daerah. Setelah itu, setiap fraksi akan membuat daftar inventarisasi masalah untuk disandingkan dengan draf versi pemerintah.

“Jadi draf yang ada sekarang ini masih versi pemerintah belum ada warna DPR,” ujar politisi Partai Amanat Nasional (PAN).
Menanggapi masukan dari sejumlah elemen penyelenggara pemilu tersebut, dua anggota DPR Daerah Pemilihan (Dapil) Sumut yaitu Abdul Wahab Dalimunthe dan Yassona Laoly berbeda pendapat dalam menanggapinya. Wahab, yang duduk sebagai politisi dari Partai Demokrat,  mengaku tak sependapat dengan keinginan KPUD dan Panwaslu.

Sebagai orang yang pernah ikut dalam Pilgub, mantan politisi Partai Golkar ini lebih suka jika Pilgub dikembalikan ke DPRD. “Saya sudah merasakannya semua. Ini (uang) yang atur semua,” ujar Wahab sembari memberikan isyarat dengan jarinya.
Yasonna Laoly berpendapat perlunya Pilgub dipertahankan sebagai Pilkada langsung.(ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/