MEDAN, SUMUTPOS.CO- Ketika berbagai lini terkait di bisnis gelap sepeda motor menunjukkan potensi terlibat, bagaimana dengan showroom? Kabar yang beredar showroom sepeda motor bekas merupakan bisnis yang paling berpotensi terlibat. Berikut penelusuran tentang keterlibatan pihak showroom dan merupakan akhir dari serial investigasi Sumut Pos kali ini.
Showroom jual beli sepeda motor bekas di Kota Medan membantah menampung sekaligus menjual kendaraan dari hasil pencurian sepeda motor (curanmor). Mayoritas pelaku usaha di bidang ini menyebutkan, kendaraan yang mereka beli berdasarkan lelang dari dealer resmi perusahaan-perusahaan sepeda motor. Selain itu, ada pula melalui agen dan pemilik langsung kendaraan.
“Sepeda motor legal yang kita jual saja payah lakunya, apalagi menjual barang curian yang tidak jelas asal kendaraannya. Ya tidak mungkinlah. Lagian risikonya kan besar, pasti kita akan ditangkap polisi,” tutur Rudi, salah satu pelaku usaha sepeda motor baru dan bekas di kawasan Jalan Sisimangaraja, belum lama ini.
Kendati demikian, ia tidak menepis anggapan negatif masyarakat terhadap bisnis yang digelutinya sejak 2006 silam itu. “Wajar saja bila ada pemikiran seperti itu. Tapi yang pasti, saya tidak pernah menjual barang-barang gelap. Jual yang resmi pun sekarang susah apalagi yang tidak resmi,” tegas pria berkacamata ini.
Ia meyakini jika di beberapa tempat seperti bisnisnya, ada yang melakukan praktik jual beli ilegal terutama kendaraan roda dua. “Kemungkinan itu ada. Tapi saya tak tahu pastilah di mana letaknya. Dengan tingkat kesulitan ekonomi masyarakat yang kian sulit ini, praktik kayak gitu tetap ada. Bagi kita enggak masalah barang tak laku. Asal yang kita jual semuanya resmi,” tukasnya.
Mengenai asuransi dan penarikan terhadap unit dari konsumen yang menunggak, Rudi mengatakan kalau itu menjadi wewenang pihak leasing. Kerja sama yang dibangun pihaknya, hanya sebatas penjualan dan mempermudah pembayaran. “Kita hanya untuk memudahkan pembayaran saja. Tidak ada urusan dengan konsumen. Begitu unitnya lepas dari showroom, maka menjadi urusan leasing dan konsumen. Jadi semua telah dicover oleh leasing termasuk asuransinya,” katanya dengan menyebut, pihaknya bekerja sama dengan Adira Finance dalam hal pembelian kendaraan.
Dia mengakui, sepeda motor yang didapatkan melalui proses pelelangan. Sebelum dilelang, kata dia, rekanan dari leasing akan diundang terlebih dahulu. “Bisa dikatakan 50 persen kondisi sepeda motornya sudah tidak utuh lagi. Dan kebanyakan barang yang dilelang dari hasil tarikan konsumen yang nunggak. Tentunya memiliki surat-surat resmi,” sebutnya.
Pihaknya, lanjut Rudi, enggan memilih barang dengan kondisi yang sudah parah (WO). “Merekondisi barang bukanlah perkara mudah. Jadi di lelang itu, ada klasifikasi barang. Grade A,B,C dan D. Nah, minimal kita memilih di grade B,” terangnya.
Sepengetahuan dia, pihak leasing tetap memberi sanksi terhadap konsumen yang ‘membandal’ tidak menyelesaikan angsuran. “Pastinya leasing memberi sanksi. Misalnya, nama konsumen akan di-blacklist. Karena dari awal konsumen datang membawa berkas, itu akan disurvei dulu. Jika ternyata pemohon pernah bermasalah di leasing tertentu, maka permohonannya akan ditolak,” jelasnya.
Di tempat terpisah, Sumartono, pemilik usaha Trijaya Motor di Jalan Krakatau Medan mengatakan, pihaknya tidak mengambil barang melalui proses pelelangan, melainkan dari agen dan penjual langsung.
“Dari dulu kami enggak paham beli dari proses lelang. Kalau tidak dari agen, ya, langsung penjual atau pemakai,” ujarnya kepada Sumut Pos.
Dia mengatakan, jika harus menampung barang dari pembeli langsung, pihaknya tidak sembarangan membeli begitu saja. “Kendaraan yang kita jual lengkap dengan surat-surat. Selain itu kita juga melihat kondisinya,” sebutnya.
Dia mengakui pernah ada penjual yang ingin menjual sepeda motor ke tempatnya, namun tidak memiliki kelengkapan surat-surat. “Kami tolak. Sebab, tidak ada surat-suratnya,” katanya.
Pantauan Sumut Pos, Kamis (6/3) lalu, di kawasan Jalan Krakatau Medan, cukup banyak tempat jual beli sepeda motor bekas dan baru. Pelaku usaha di sana didominasi warga Tionghoa. Ada salah satu tempat yang membuat Sumut Pos penasaran. Rata-rata sepeda motor di situ tampak dalam kondisi buruk, termasuk tidak berplat. Sayangnya, ketika hal itu coba dikonfirmasi pekerja di sana mengatakan pemilik tempat sedang berada di luar kota. “Bosnya lagi ke luar kota. Minggu depan baru pulang,” kata perempuan warga Tionghoa yang mengaku pekerja di tempat tersebut.
Ketika ditanyai kendaraan-kendaraan ini memiliki surat-surat seperti STNK dan BPKB, ia enggan menerangkan lebih jauh dan tampak sedikit ragu menjawab pertanyaan tersebut. “Tanya langsung bos aja biar lebih jelas. Saya enggak tahu soal itu. Setahu saya sepeda motor yang dijual punya surat-surat,” katanya.
Jika begitu, betulkah showroom motor bekas terlibat bisnis curanmor? Atau sekadar kena getahnya? Apapun itu, yang jelas, selama penelusuran Sumut Pos terkait bisnis ilegal dari curanmor, cukup banyak yang terungkap. Sepuluh edisi tampaknya tak cukup untuk menceritakan semua data yang didapat, tapi sepuluh edisi rasanya cukup untuk menyadarkan aparat hukum maupun warga bahwa bisnis seperti ini memang ada di sekitar kita! (*)