Tengku Putri, Medan
Sebuah bangunan Pusat Industri Kecil (PIK) di Jalan Rahmad, Menteng VII Medan terlihat sepi. Di lokasi ini, tak banyak memperlihatkan aktivitas industri kecil di dalamnya. Ini karena lokasi itu sudah dijadikan tempat hunian keluarga akibat banyak pelaku usaha kecil di lokasi ini bangkrut.
Di dalam bangunan itu hanya sebagian kecil saja perajin yang masih bertahan, seperti perajin sepatu, tas, penjahit bordir, bengkel dan lainnya. Sebagian besar tempat usaha beralih fungsi menjadi tempat tinggal dan beberapa kios tampak tertutup Hampir setengahnya dari jumlah bangunan yang awalnya dibangun sebanyak 100 unit, dijadikan tempat tinggal. Pemiliknya usaha di lokasi ini lebih memilih mencari usaha lain di luar PIK Menteng.
Adalah, Hamdi, seorang pengrajin sepatu yang masih bertahan dengan usahanya di lokasi ini. Kata dia, awal dibuka PIK Menteng semula dikelola secara serius. Pengorder atau pemesan produk kala itu masih ramai dari Medan dan luar Medan.
Namun kondisi itu tak bertahan lama. Sejak krisis moneter di tahun 1998, kondisi usaha kecil memburuk. Banyak dari mereka yang tidak sanggup lagi menjalankan usahanya, hingga bangkrut. “Ya, lihatlah sekarang, bangunan PIK ini terpaksa dijadikan tempat tinggal, ada juga yang disewakan kepada pihak lain dan ada dibiarkan kosong begitu saja,” ujarnya.
Kata Hamdi, tempat usahaPIK Menteng jarang diperhatikan pemerintah sehingga sebagian besar pengrajin menjadikannya rumah tinggal bersama keluarganya. Padahal, PIK yang dibangun pada tahun 1996 ini merupakan binaan pemerintah Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sumut yang bertujuan sebagai wadah pelaku usaha kecil untuk mengembangkan usaha.
“Usaha kami stagnan dan tidak berkembang. Jarang ada pengorder datang atau hanya sekadar berkunjung. Sebab produk yang kami hasilkan kurang mampu bersaing dengan produk luar yang harganya lebih murah,” kata dia.
Selain itu, lanjutnya, mereka tidak bisa menjual produk dengan harga murah atau harga bersaing dengan produk luar negeri karena bahan baku mahal. “Menjamurnya produk asal Cina di pasar lokal membuat para pengusaha kecil terjepit dan tidak mampu bersaing,” paparnya dengan lesu.
Meski dirinya sudah 5 tahun menghuni tempat PIK Menteng yang disewanya dari salah seorang teman, namun usaha sepatunya tidak berkembang dan belumpernah didukung modal oleh pemerintah. “Kalau tahun depan tidak ada pembenahan dari pemerintah untuk membantu pengusaha kecil di PIK Menteng ini, kami akan minggat pindah,” tuturnya.
Hamdi mengatakan, selain butuh modal yang tidak kecil, juga dibutuhkan kontribusi pemerintah mendukung kembali PIK ini bukan hanya secara materil tapi juga moral. Misalnya memberikan semangat dan mencari pasar untuk produk mereka.
Dedi, pengrajin border di PIK ini mengatakan hal yang sama.L okasi PIK Menteng terkesan sangat terpinggirkan akibat suasanya sangat sepi orderan. “Saya pikir orang-orang banyak yang tak tahu bahwa di sini ada pusat industri kecil. Mungkin kurang promosi saja. PIK sudah kurang dikenal orang, hanya tinggal kenangan. Itulah bekas jejak para pengusaha lain yang hanya menyisakan bangunan yang sudah tutup,” ucap sambil menunjukan bangunan yang sudah banyak tutup di PIK tersebut.
Memang faktanya, masyarakat sekitar PIK Menteng juga tahu aktivitas industry di lokasi ini. Sebagian mengatakan enggan untuk datang melihat kerajinan di lokasi itu karena suasananya selalu sepi dan seperti komplek perumahan.
Dengan kondisi yang seperti hidup segan mati tak mau itu, para pelaku usaha kecil mengharapkan segera ada pembenahan yang serius dari pemerintah. Sebab jika lambat laun PIK itu terkikis oleh zaman dan lekang oleh waktu, maka sia-sia usaha pemerintah untuk mensejahterakan pelaku usaha kecil. Sebab bagaimanapun, PIK merupakan wadah pelaku usaha kecil yang seharusnya dikembangkan pemerintah menjadi lebih baik.(*)