25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Santri Raudhatul Hasanah Disiksa Senior

Foto: Akbar/PM Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah yang terletak di Jalan Jamin Ginting, Simpang Selayang, Kec. Medan Tuntungan.
Foto: Akbar/PM
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah yang terletak di Jalan Jamin Ginting, Simpang Selayang, Kec. Medan Tuntungan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus penganiayaan junior oleh senior yang diperagakan mahasiswa pelayaran STIP Jakarta, terjadi di Medan. Raka Ar-Rafi (16), seorang siswa pesantren (santri) Ar-Raudhatul Hasanah di Jalan Jamin Ginting melapor ke Polsek Delitua, atas kasus penganiayaan yang dilakukan seniornya.

Kepada polisi, Rabu (25/4) sore, Raka yang didampingi ibunya mengaku disiksa hingga sekujur badannya penuh luka birat.

Kejadian itu sendiri berlangsung, Jumat (25/4) siang. Saat itu Raka dipanggil pelaku, Yowan Egha yang merupakan seniornya, untuk datang ke kamar kosnya. Lantaran dipanggil senioran, Raka pun tak berani mengabaikannya. Sampai disana, Raka ditanya oleh Egha. “Raka tadi kau pergi ke masjid untuk sholat jumat?” tanya Egha.

Mendapat pertanyaan itu, Raka pun menjawabnya “pergi kak”. Namun, entah apa sebabnya, setelah Raka menjawab pertanyaan itu, dirinya langsung ditarik oleh Egha dan langsung memukuli tubuhnya mengunakan rotan hingga puluhan kali. Tak ayal, tubuh Raka pun dipenuhi luka-luka (berbirat-birat).

Puas memukuli Raka, Egha pun menyuruh Raka kembali ke kamarnya. Raka yang merasa dianiaya Seniornya memilih mengadukanya kepada orang tuanya dengan menghubungi melalui telepon seluler. Dalam obrolan itu, Raka mengaku telah disiksa oleh abang seniornya.

Ibu Raka yang mendengar anaknya dianiaya langsung panik. Keesokan harinya, ibu Raka lantas mendatangi Pesantren tersebut guna melihat kondisi anaknya. Sesampainya di pesantren, alangkah terkejutnya ibu muda ini saat melihat di tubuh anaknya penuh dengan luka lembam akibat dianiaya seniornya.

Tak senang anaknya mendapat perlakuan kasar, ibu Raka memilih mendatangi ruang yayasan untuk meminta pertanggung jawaban.

 

YAYASAN MINTA WAKTU

Menyahuti pengaduan orangtua Raka, pihak pesantren berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut dalam jangka waktu 5 hari. Akan tetapi, janji tersebut meleset dan pelaku tak diberi tindakan apapun.

Tak ingin menunggu keputusan pihak pesantren, orangtua Raka pun memilih menyelesaikannya di kantor polisi.

Kepada petugas SPKT yang menerima laporannya, Raka membenarkan laporannya terkait kekerasan yang dilakukan abang seniornya. “Tapi dulu saya sabar, saya hanya bisa nangis Pak ketika saya dihajar,” ujar Raka.

Raka memilih melaporkan tindakan seniornya lantaran sudah bosan disiksa. Bahkan, selain dirinya, siswa lain juga sering mengalami penganiayaan. “Bukan saya saja pak, semua sering disiksa disana. Negeri lah pak siksaanya, sakit kali,” katanya.

Ibu Raka sendiri enggan memberikan komentarnya. Alasannya, selain takut anaknya tidak lulus. Ia juga tidak mau membuat sekolah menjadi tercemar. “Anak saya sudah kelas III bang. Bukan saya nggak mau. Makasih ya bang,” ucap singkat ibu Raka. “Jika nanti ekspos saya akan berikan fotonya. Tapi jangan sekarang ya,” sambungnya.

Kapolsek Delitua Kompol Wahyudi SiK ketika dikonfirmasi mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan dari Raka Ar-Rafii siswa yang menuntut ilmu di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah. “Pihaknya masih menunggu hasil visum dan akan memeriksa saksi-saksi,” pungkasnya.(bar/bd)

Foto: Akbar/PM Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah yang terletak di Jalan Jamin Ginting, Simpang Selayang, Kec. Medan Tuntungan.
Foto: Akbar/PM
Pesantren Ar-Raudhatul Hasanah yang terletak di Jalan Jamin Ginting, Simpang Selayang, Kec. Medan Tuntungan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kasus penganiayaan junior oleh senior yang diperagakan mahasiswa pelayaran STIP Jakarta, terjadi di Medan. Raka Ar-Rafi (16), seorang siswa pesantren (santri) Ar-Raudhatul Hasanah di Jalan Jamin Ginting melapor ke Polsek Delitua, atas kasus penganiayaan yang dilakukan seniornya.

Kepada polisi, Rabu (25/4) sore, Raka yang didampingi ibunya mengaku disiksa hingga sekujur badannya penuh luka birat.

Kejadian itu sendiri berlangsung, Jumat (25/4) siang. Saat itu Raka dipanggil pelaku, Yowan Egha yang merupakan seniornya, untuk datang ke kamar kosnya. Lantaran dipanggil senioran, Raka pun tak berani mengabaikannya. Sampai disana, Raka ditanya oleh Egha. “Raka tadi kau pergi ke masjid untuk sholat jumat?” tanya Egha.

Mendapat pertanyaan itu, Raka pun menjawabnya “pergi kak”. Namun, entah apa sebabnya, setelah Raka menjawab pertanyaan itu, dirinya langsung ditarik oleh Egha dan langsung memukuli tubuhnya mengunakan rotan hingga puluhan kali. Tak ayal, tubuh Raka pun dipenuhi luka-luka (berbirat-birat).

Puas memukuli Raka, Egha pun menyuruh Raka kembali ke kamarnya. Raka yang merasa dianiaya Seniornya memilih mengadukanya kepada orang tuanya dengan menghubungi melalui telepon seluler. Dalam obrolan itu, Raka mengaku telah disiksa oleh abang seniornya.

Ibu Raka yang mendengar anaknya dianiaya langsung panik. Keesokan harinya, ibu Raka lantas mendatangi Pesantren tersebut guna melihat kondisi anaknya. Sesampainya di pesantren, alangkah terkejutnya ibu muda ini saat melihat di tubuh anaknya penuh dengan luka lembam akibat dianiaya seniornya.

Tak senang anaknya mendapat perlakuan kasar, ibu Raka memilih mendatangi ruang yayasan untuk meminta pertanggung jawaban.

 

YAYASAN MINTA WAKTU

Menyahuti pengaduan orangtua Raka, pihak pesantren berjanji akan menyelesaikan masalah tersebut dalam jangka waktu 5 hari. Akan tetapi, janji tersebut meleset dan pelaku tak diberi tindakan apapun.

Tak ingin menunggu keputusan pihak pesantren, orangtua Raka pun memilih menyelesaikannya di kantor polisi.

Kepada petugas SPKT yang menerima laporannya, Raka membenarkan laporannya terkait kekerasan yang dilakukan abang seniornya. “Tapi dulu saya sabar, saya hanya bisa nangis Pak ketika saya dihajar,” ujar Raka.

Raka memilih melaporkan tindakan seniornya lantaran sudah bosan disiksa. Bahkan, selain dirinya, siswa lain juga sering mengalami penganiayaan. “Bukan saya saja pak, semua sering disiksa disana. Negeri lah pak siksaanya, sakit kali,” katanya.

Ibu Raka sendiri enggan memberikan komentarnya. Alasannya, selain takut anaknya tidak lulus. Ia juga tidak mau membuat sekolah menjadi tercemar. “Anak saya sudah kelas III bang. Bukan saya nggak mau. Makasih ya bang,” ucap singkat ibu Raka. “Jika nanti ekspos saya akan berikan fotonya. Tapi jangan sekarang ya,” sambungnya.

Kapolsek Delitua Kompol Wahyudi SiK ketika dikonfirmasi mengatakan, pihaknya sudah menerima laporan dari Raka Ar-Rafii siswa yang menuntut ilmu di pesantren Ar-Raudhatul Hasanah. “Pihaknya masih menunggu hasil visum dan akan memeriksa saksi-saksi,” pungkasnya.(bar/bd)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/