Sementara Emil Dardak, dipilih di Trenggalek karena merupakan tempat kelahiran Ayahnya, Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak. Hal yang sama juga berlaku terhadap Pasha. “Pasha kan kader PAN. Dia itu putra daerah (di Palu), diminta untuk membangun daerahnya untuk menjadi kepala daerah,” ujarnya.
Zulkifli menilai, tidak perlu membeda-bedakan latar belakang calon kepala daerah. Saat ini, calon kepala daerah berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari incumbent, anggota dewan, TNI, Polri, pegawai negeri, termasuk artis. Semuanya adalah masyarakat yang memiliki kesempatan untuk maju. “Semuanya punya hak politik yang sama,” ujarnya.
Menurut Zulkifli, latar belakang tidak perlu menjadi faktor utama. Hal yang terpenting adalah bagaimana calon itu bisa memberikan kontribusi kepada daerah, apabila terpilih nantinya. “Yang penting memiliki wawasan kebangsaan. Nantinya dia bisa membangun kepada semua wilayah, tidak hanya yang memilihnya saja, tapi juga wilayah pendukung calon lain. Artinya, tidak membeda-bedakan,” ujarnya.
Pencalonan TB Dedi Gumelar atau Miing Bagito sebagai calon wakil bupati Karawang merupakan keputusan langsung DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang dilanjutkan oleh DPD PDIP Jawa Barat. Ketua DPD PDIP Jabar TB Hasanuddin menyatakan, sosok Miing bukanlah muka baru. Di periode lalu, Miing sudah menjabat sebagai anggota DPR di Komisi X. “DPP mempertimbangkan aspek popularitas, elektabilitas,” kata Hasanuddin yang juga anggota Komisi I DPR itu.
Karena Miing bersama Ahmad Marjuki selaku calon bupati adalah keputusan langsung dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, seluruh kader banteng wajib melaksanakan. Menurut Hasanuddin, dirinya siap memberikan sanksi jika ada kader yang melawan keputusan Ketum itu. “Sehingga sudah menjadi kewajiban untuk bertempur habis-habisan memenangi pertarungan ini,” kata dia
Sebagai informasi, pilkada Karawang memiliki persaingan yang ketat. Hingga penutupan pendaftarang calon di KPU Karawang pada Selasa (26/7), sudah ada enam pasang calon yang mendaftarkan diri.
Sementara itu, Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan, dari pengalaman pilkada sebelumnya, popularitas seseorang memang memberikan pengaruh dalam pilkada. Hanya saja, popularitas itu tidak selalu linear dengan elektabilitas. “Banyak yang populer tapi tidak juga terpilih,” ujarnya di kantor KPU kemarin. Umumnya, popularitas berpengaruh pada tingkat keterkenalan di masyarakat.
Dalam hal pencalonan sejumlah artis dalam pilkada kali ini, KPU memastikan tidak akan mengistimewakan mereka. Bahkan meskipun anggota KPU setempat adalah penggemar sang artis. Menurut dia, kerja KPU sudah terikat dengan mekanisme dan prosedur yang tetap. “Apakah dia artis, incumbent, birokrat, pengusaha, TNI, Polri, atau lainnya, tidak ada bedanya,” lanjut mantan anggota KPU Jatim itu.
Lagipula, pihaknya meyakini masyarakat saat ini sudah lebih rasional dalam menentukan pilihan. Menurut dia, masyarakat idealnya melihat seorang calon kepala daerah dari sisi kapabilitas dan kemampuan dia dalam mengelola daerah tersebut. “Mampukah dia menyejahterakan masyarakat, sesuai cita-cita demokrasi,” tuturnya.
Seorang artis pun, apabila dia dinilai berpotensi mampu menyejahterakan masyarakat, maka juga bisa terpilih. Faktor rasionalitas itulah yang harus diutamakan oleh masyarakat dalam memilih kepala daerah. Bukan hanya sebatas keterkenalan atau popularitas.