Sekretariat DPRD Medan menggelar orientasi untuk 50 anggota DPRD Medan periode 2019-2024 selama 4 hari, sejak 1-4 Oktober 2019 di The Hill Hotel & Resort Sibolangit, Deliserdang. Kegiatan itu pun dinilai hanya untuk menghambur-hamburkan anggaran.
Padahal bila hanya sekadar orientasi, juga bisa dilakukan di gedung DPRD Medan, yang kapasitas gedungnya cukup untuk menampung seluruh peserta orientasi, termasuk narasumber.
“Mereka minta gedung mewah, tapi kok tidak dimanfaatkan? Lagipula pembekalan anggota dewan ini sebenarnya menjadi tugas partai politik, bukan Sekretariat DPRD,” ungkap pengamat kebijakan anggaran, Elfanda Ananda, Selasa (1/10).
Seperti diketahui, selama 4 hari, para wakil rakyat itu akan mendapat pembekalan mengenai tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Dari informasi yang dihimpun, selain anggota DPRD Medan, 28 staf Sekretariat DPRD Medan juga ikut pada acara itu, dan sebanyak 14 kamar telah disediakan untuk 28 staf tersebut.
Menurut Elfanda, DPRD bukan sekolah yang memberikan pendidikan dan pembekalan kepada anggota dewan. Disebutnya, para wakil rakyat tersebut tidak boleh menganggap lembaga DPRD itu sebagai sekolah tempat belajar menerbitkan dan mengawasi Peraturan Daerah (Perda), serta belajar memahami fungsi anggaran. “Harusnya partai politik sudah menyiapkan mereka dengan kesiapan memahami tupoksi legislasi, budgeting, dan pengawasan. Bukan malah di DPRD baru belajar,” tegasnya.
Dia juga mengatakan, sebenarnya anggota DPRD itu penting diberi pemahaman, mereka dipilih dan duduk di DPRD dengan gaji, tunjangan, serta fasilitas lainnya, untuk kepentingan rakyat. Sebab, mereka digaji dari uang rakyat, lewat pajak, retribusi, dan sebagainya.
Soal adanya ketertutupan nilai anggaran pelaksanaan orientasi tersebut, Elfanda mengungkapkan, hal tersebut akan menjadi awal pintu korupsi. “Jangan menyebut orientasi akan menghadirkan narasumber dari KPK, tapi dalam praktik penganggarannya tertutup. Kami dorong narasumber KPK untuk membuka pembiayaan orientasi, termasuk sisi manfaat dan kewajiban partai politik,” cetusnya.
Sementara, Ketua DPRD Medan sementara, Hasyim menambahkan, pelaksanaan masa orientasi diperbolehkan digelar di luar Kota Medan, asalkan masih di Provinsi Sumut. Dia juga menyebutkan, 50 anggota DPRD Medan wajib menghadiri kegiatan masa orientasi.
Namun, tidak ada sanksi yang diberikan, jika mangkir atau tidak hadir pada kegiatan tersebut. “Mungkin sanksinya moral saja, karena tidak diatur secara jelas. Hanya bahasanya wajib mengikuti masa orientasi,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Medan sementara, Ihwan Ritonga mengatakan, pelaksanaan masa orientasi dilakukan berdasarkan surat edaran dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Pimpinan sementara diperkenankan melaksanakan kegiatan masa orientasi. “Walaupun belum ada pimpinan definitif, pimpinan sementara diperkenankan memfasilitasi pelaksanaan masa orientasi,” jelasnya.
Wakil Ketua DPC Partai Gerindra Kota Medan ini, juga mengatakan, banyak narasumber yang akan hadir menjadi pembicara pada kegiatan masa orientasi, mulai dari perwakilan Kemendagri, Pemprov Sumut, dan perwakilan KPK.
Di sisi lain, Kabag Persidangan dan Perundang-undangan Sekretaris Dewan, Alida, terkesan menutupi berapa besaran anggaran yang diperlukan untuk menggelar masa orientasi itu. Dia hanya menjelaskan, 50 anggota DPRD Medan akan mendapatkan masing-masing satu kamar selama 3 malam.
Selama di sana, lanjut Alida, para wakil rakyat itu akan mendapat pembekalan dari beberapa instansi. “Tak ada hiburan-hiburan untuk anggota saat di sana, mereka hanya belajar. Namanya juga orientasi,” tutupnya. (map/saz)