25.6 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Komisi C Harus Ambil Sikap

Soal Sirkuit Pancing

MEDAN-Persoalan Sirkuit Multifungsi Pancing, aset atau bukan aset Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), mulai menemukan titik terang.
Berdasarkan keterangan Ketua Komisi C DPRD Sumut, Marasal Hutasoit kepada Sumut Pos, Jumat (2/3), sudah ada alih lahan tersebut kepada pihak pengembang.

Dijelaskannya, berkisar tahun 1980-an, pembangunan Kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) di Jalan Pancing (sekarang Kantor Dinas Tarukim, Dispora dan Gedung Serba Guna, red), mengalami kekurangan biaya. Saat itu, yang membangun kantor tersebut adalah PT Perumahan Sarana dan Prasarana Pemprovsu.
Kemudian, karena kekurangan itu, ada kesepakatan dengan pengembang, untuk membantu dana tambahan pembangunan Kantor Gubsu saat itu. Namun, dana yang dipinjamkan itu, tidak begitu saja diberikan. Ada semacam kompensasi dari kesepakatan itu, yakni pengembang meminta 25 hektar lahan. Nah, lahan itu termasuklah lahan sirkuit multifungsi itu. Kemudian, pembangunan kantor gubsu di lahan dari pihak PTPN II tersebut, diteruskan oleh PT Mutiara Development.

“Saat itu akhirnya memang ada penjualan tanah itu, sekitar Rp80 miliar. Dan itu dibawa ke pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Ketika itu Mendagrinya masih Rudini. Namun yang kita sesalkan, kenapa sampai dilakukan seperti itu. Meskipun surat-suratnya sudah sesuai semua. Surat-surat atau bukti-buktinya sudah ada sama saya, sayangnya saya sudah keluar kantor. Dan data itu ada di kantor,” ungkapnya.

Sementara itu, pengamat kebijakan dan anggaran Sumut, Elfenda Ananda kepada Sumut Pos menegaskan, masalah ini tetap harus ditelusuri. Karena menurutnya, pelepasan hak atas tanah atau lahan tidak bisa begitu saja dilakukan.

Dalam hal ini, Pemprovsu harus melakukan penelusuran atas bukti-bukti kepemilikan aset tersebut. “Itu tidak bisa begitu saja. Yang namanya pelepasan tidak semudah yang dibayangkan, apalagi ini menyangkut aset,” tegasnya.

Lebih lanjut Elfenda Ananda menyatakan, Komisi C DPRD Sumut harus mengambil sikap, dengan membahas persoalan itu dengan serius, dan bila perlu mengagendakannya dalam rapat paripurna dewan. “Komisi C DPRD Sumut, harus membahas ini. Membawanya ke paripurna, untuk pada akhirnya persoalan ini bisa selesai secara tuntas,” tuturnya.

Diketahui, arena balapan tersebut nilai total pembangunannya mencapai Rp6,3 miliar. Sirkuit road race di Jalan Pancing tersebut, dibangun menggunakan APBD Sumut yang dikucurkan bertahap, yakni tahun 2007 senilai Rp1,7 miliar, tahun 2008 senilai Rp900 juta dan tahun 2010 senilai Rp3,7 miliar.

Tanah negara seluas 20 hektar itu awalnya merupakan bagian dari 45,5 hektar eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN IX yang dikuasai Pemprovsu selaku pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Dengan peruntukan fasilitas pendidikan, sosial dan pemerintahan, berdasarkan Berita Acara No 593/6714/17/BA/1997, tanggal 5 Mei 1997, Pemprovsu kemudian mengalihkan haknya ke-20 hektar tersebut kepada PT Pembanguna Perumahan (PP) Cabang I, dengan status pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) selama 30 tahun.(ari)

Soal Sirkuit Pancing

MEDAN-Persoalan Sirkuit Multifungsi Pancing, aset atau bukan aset Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), mulai menemukan titik terang.
Berdasarkan keterangan Ketua Komisi C DPRD Sumut, Marasal Hutasoit kepada Sumut Pos, Jumat (2/3), sudah ada alih lahan tersebut kepada pihak pengembang.

Dijelaskannya, berkisar tahun 1980-an, pembangunan Kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) di Jalan Pancing (sekarang Kantor Dinas Tarukim, Dispora dan Gedung Serba Guna, red), mengalami kekurangan biaya. Saat itu, yang membangun kantor tersebut adalah PT Perumahan Sarana dan Prasarana Pemprovsu.
Kemudian, karena kekurangan itu, ada kesepakatan dengan pengembang, untuk membantu dana tambahan pembangunan Kantor Gubsu saat itu. Namun, dana yang dipinjamkan itu, tidak begitu saja diberikan. Ada semacam kompensasi dari kesepakatan itu, yakni pengembang meminta 25 hektar lahan. Nah, lahan itu termasuklah lahan sirkuit multifungsi itu. Kemudian, pembangunan kantor gubsu di lahan dari pihak PTPN II tersebut, diteruskan oleh PT Mutiara Development.

“Saat itu akhirnya memang ada penjualan tanah itu, sekitar Rp80 miliar. Dan itu dibawa ke pemerintah pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Ketika itu Mendagrinya masih Rudini. Namun yang kita sesalkan, kenapa sampai dilakukan seperti itu. Meskipun surat-suratnya sudah sesuai semua. Surat-surat atau bukti-buktinya sudah ada sama saya, sayangnya saya sudah keluar kantor. Dan data itu ada di kantor,” ungkapnya.

Sementara itu, pengamat kebijakan dan anggaran Sumut, Elfenda Ananda kepada Sumut Pos menegaskan, masalah ini tetap harus ditelusuri. Karena menurutnya, pelepasan hak atas tanah atau lahan tidak bisa begitu saja dilakukan.

Dalam hal ini, Pemprovsu harus melakukan penelusuran atas bukti-bukti kepemilikan aset tersebut. “Itu tidak bisa begitu saja. Yang namanya pelepasan tidak semudah yang dibayangkan, apalagi ini menyangkut aset,” tegasnya.

Lebih lanjut Elfenda Ananda menyatakan, Komisi C DPRD Sumut harus mengambil sikap, dengan membahas persoalan itu dengan serius, dan bila perlu mengagendakannya dalam rapat paripurna dewan. “Komisi C DPRD Sumut, harus membahas ini. Membawanya ke paripurna, untuk pada akhirnya persoalan ini bisa selesai secara tuntas,” tuturnya.

Diketahui, arena balapan tersebut nilai total pembangunannya mencapai Rp6,3 miliar. Sirkuit road race di Jalan Pancing tersebut, dibangun menggunakan APBD Sumut yang dikucurkan bertahap, yakni tahun 2007 senilai Rp1,7 miliar, tahun 2008 senilai Rp900 juta dan tahun 2010 senilai Rp3,7 miliar.

Tanah negara seluas 20 hektar itu awalnya merupakan bagian dari 45,5 hektar eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN IX yang dikuasai Pemprovsu selaku pemegang Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Dengan peruntukan fasilitas pendidikan, sosial dan pemerintahan, berdasarkan Berita Acara No 593/6714/17/BA/1997, tanggal 5 Mei 1997, Pemprovsu kemudian mengalihkan haknya ke-20 hektar tersebut kepada PT Pembanguna Perumahan (PP) Cabang I, dengan status pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) selama 30 tahun.(ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/