22.8 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Kenaikan Parkir Cuma Kejar Setoran

Rencana tarif parkir yang baru tidak memiliki alasan kuat dalam proses penetapannya, serta minim dalam melindungi hak-hak konsumen. Dinas Perhubungan Kota Medan mengusulkan, tarif parkir akan dinaikkan dari Rp1.000 menjadi Rp2.000 untuk kendaraan roda empat dan menjadi Rp1.000 dari sebelumnya Rp500 untuk kendaraan roda dua. Kenapa? Berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos, Ari Sisworo dengan Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi.

Bagaimana tanggapan Anda terkait rencana itu?
Dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan, setiap nilai rupiah yang harus dibayar konsumen harus bisa dipertanggungjawabkan.
Masalahnya Perda yang ada selama ini tidak ada penjelasan sama sekali terkait hal itu. Padahal, tarif parkir dinaikkan sampai empat kali lipat. Kebijakan kenaikan tarif parkir ini, dalam kacamata publik, masih sebatas berebut uang, kejar setoran, dan mengumpulkan uang untuk mendongkrak PAD Kota Medan.

Apa alasannya?
Buktinya, kenaikan tarif parkir tidak diimbangi peningkatan pelayanan publik pengguna parkir. Lahan parkir pun terkadang menyerobot tempat publik. Hak-hak atas penggunaan jasa parkir belum terpenuhi.

Seperti apa?
Misalnya, pengguna parkir masih mencari tempat sendiri, kerusakan/kehilangan barang masih ditanggung pengguna parkir, tarif yang ugal-ugalan, dan lain-lain. Pendek kata, pengelola parkir mau duitnya, namun pelayanan publik dan pertanggungjawaban atas kenyamanan, fasilitas, serta keamanan parkir enggan bertanggung jawab.

Apa yang harus dilakukan?
Semua hal di atas memperlihatkan kenaikan tarif parkir harus dikritisi. Sebaiknya, Ranperda itu harus disempurnakan dengan mengatur hal-hal prinsip dalam konteks pelayanan konsumen.

Apa saja yang harus dikritisi?
Ada beberapa hal yang perlu dikritisi dalam kebijakan kenaikan tarif parkir.
Pertama, pemberlakuan tarif parkir harus diperhitungkan secara matang. Jangan sampai kebijakan yang diambil justru menimbulkan masalah baru. Karena itu, perlu melibatkan pengelola parkir, Pemko Medan, dan masyarakat sebagai pengguna dengan memperhitungkan besaran daya bayar dari pengguna parkir.

Kedua, perlu adanya transparansi dan kontrol terhadap pendapatan pengelolaan parkir sebagai PAD Kota Medan. Dibutuhkan audit yang independen untuk mengontrol sejauhmana keuntungan atau kerugian yang diperoleh pihak pengelola parkir. Idealnya, sebelum pemberlakuan tarif baru didahului dengan data hasil maupun audit layanan.

Ketiga, pengelolaan parkir jangan hanya dikelola perseorangan maupun badan hukum yang berupa usaha khusus perparkiran atau penunjang usaha pokok. Tapi, usaha perparkiran perlu melibatkan pihak lain, seperti kepolisian, asuransi, pemerintah daerah, dan perpajakan.

Keempat, perlindungan hukum terhadap konsumen dengan pemberlakuan asuransi perparkiran. Pengenaan tarif parkir harus memiliki imbal balik, misalnya setiap kendaraan yang hilang di tempat parkir dijamin mendapat penggantian karena sudah ada keputuasan MA yang menetapkan pengelola parkir diwajibkan mengganti barang yang hilang.

Kelima, diperlukan tindakan tegas terhadap setiap penyelewengan dan pelanggaran ketentuan perparkiran. Juru parkir yang menarik tarif parkir tidak sesuai aturan, sebaiknya dipidanakan karena hal itu termasuk pemerasan sehingga melanggar Pasal 368 KUHP.

Kenaikan tarif parkir yang tidak dibarengi dengan perbaikan sistem transportasi umum yang baik, cuma akan menyuburkan usaha parkir liar. Hal ini dikarenakan, pengguna kendaraan pribadi akan lebih memilih memarkirkan kendaraannya tidak di tempat resmi yang jauh lebih murah, dan tentu kalau ada niat pemerintah untuk mengurangi kemacetan akan gagal.

Kebijakan kenaikan tarif yang tidak memperhitungkan masalah di atas tentu memberatkan masyarakat. Apalagi, di lapangan sering dijumpai para juru parkir memungut ongkos tak sesuai aturan. Namun, Pemko Medan dalam hal ini Dinas Perhubungan Medan seolah “tak berdaya”. Buktinya, sudah banyak keluhan masyarakat soal penyelewengan tarif parkir, namun tak ada tindakan tegas baik kepada jukir maupun pengelola parkir.

Bagaiman bila itu tetap dilaksanakan?
Penerapan tarif parkir baru itu juga tidak secara otomatis mengurangi kemacetan lalu-lintas di Medan. Sebab, pertambahan jumlah kendaraan tak sebanding dengan luas jalan yang ada di Medan.(*)

Rencana tarif parkir yang baru tidak memiliki alasan kuat dalam proses penetapannya, serta minim dalam melindungi hak-hak konsumen. Dinas Perhubungan Kota Medan mengusulkan, tarif parkir akan dinaikkan dari Rp1.000 menjadi Rp2.000 untuk kendaraan roda empat dan menjadi Rp1.000 dari sebelumnya Rp500 untuk kendaraan roda dua. Kenapa? Berikut petikan wawancara wartawan Sumut Pos, Ari Sisworo dengan Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi.

Bagaimana tanggapan Anda terkait rencana itu?
Dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan, setiap nilai rupiah yang harus dibayar konsumen harus bisa dipertanggungjawabkan.
Masalahnya Perda yang ada selama ini tidak ada penjelasan sama sekali terkait hal itu. Padahal, tarif parkir dinaikkan sampai empat kali lipat. Kebijakan kenaikan tarif parkir ini, dalam kacamata publik, masih sebatas berebut uang, kejar setoran, dan mengumpulkan uang untuk mendongkrak PAD Kota Medan.

Apa alasannya?
Buktinya, kenaikan tarif parkir tidak diimbangi peningkatan pelayanan publik pengguna parkir. Lahan parkir pun terkadang menyerobot tempat publik. Hak-hak atas penggunaan jasa parkir belum terpenuhi.

Seperti apa?
Misalnya, pengguna parkir masih mencari tempat sendiri, kerusakan/kehilangan barang masih ditanggung pengguna parkir, tarif yang ugal-ugalan, dan lain-lain. Pendek kata, pengelola parkir mau duitnya, namun pelayanan publik dan pertanggungjawaban atas kenyamanan, fasilitas, serta keamanan parkir enggan bertanggung jawab.

Apa yang harus dilakukan?
Semua hal di atas memperlihatkan kenaikan tarif parkir harus dikritisi. Sebaiknya, Ranperda itu harus disempurnakan dengan mengatur hal-hal prinsip dalam konteks pelayanan konsumen.

Apa saja yang harus dikritisi?
Ada beberapa hal yang perlu dikritisi dalam kebijakan kenaikan tarif parkir.
Pertama, pemberlakuan tarif parkir harus diperhitungkan secara matang. Jangan sampai kebijakan yang diambil justru menimbulkan masalah baru. Karena itu, perlu melibatkan pengelola parkir, Pemko Medan, dan masyarakat sebagai pengguna dengan memperhitungkan besaran daya bayar dari pengguna parkir.

Kedua, perlu adanya transparansi dan kontrol terhadap pendapatan pengelolaan parkir sebagai PAD Kota Medan. Dibutuhkan audit yang independen untuk mengontrol sejauhmana keuntungan atau kerugian yang diperoleh pihak pengelola parkir. Idealnya, sebelum pemberlakuan tarif baru didahului dengan data hasil maupun audit layanan.

Ketiga, pengelolaan parkir jangan hanya dikelola perseorangan maupun badan hukum yang berupa usaha khusus perparkiran atau penunjang usaha pokok. Tapi, usaha perparkiran perlu melibatkan pihak lain, seperti kepolisian, asuransi, pemerintah daerah, dan perpajakan.

Keempat, perlindungan hukum terhadap konsumen dengan pemberlakuan asuransi perparkiran. Pengenaan tarif parkir harus memiliki imbal balik, misalnya setiap kendaraan yang hilang di tempat parkir dijamin mendapat penggantian karena sudah ada keputuasan MA yang menetapkan pengelola parkir diwajibkan mengganti barang yang hilang.

Kelima, diperlukan tindakan tegas terhadap setiap penyelewengan dan pelanggaran ketentuan perparkiran. Juru parkir yang menarik tarif parkir tidak sesuai aturan, sebaiknya dipidanakan karena hal itu termasuk pemerasan sehingga melanggar Pasal 368 KUHP.

Kenaikan tarif parkir yang tidak dibarengi dengan perbaikan sistem transportasi umum yang baik, cuma akan menyuburkan usaha parkir liar. Hal ini dikarenakan, pengguna kendaraan pribadi akan lebih memilih memarkirkan kendaraannya tidak di tempat resmi yang jauh lebih murah, dan tentu kalau ada niat pemerintah untuk mengurangi kemacetan akan gagal.

Kebijakan kenaikan tarif yang tidak memperhitungkan masalah di atas tentu memberatkan masyarakat. Apalagi, di lapangan sering dijumpai para juru parkir memungut ongkos tak sesuai aturan. Namun, Pemko Medan dalam hal ini Dinas Perhubungan Medan seolah “tak berdaya”. Buktinya, sudah banyak keluhan masyarakat soal penyelewengan tarif parkir, namun tak ada tindakan tegas baik kepada jukir maupun pengelola parkir.

Bagaiman bila itu tetap dilaksanakan?
Penerapan tarif parkir baru itu juga tidak secara otomatis mengurangi kemacetan lalu-lintas di Medan. Sebab, pertambahan jumlah kendaraan tak sebanding dengan luas jalan yang ada di Medan.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/