30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Pengusaha Pilih Karyawan Kontrak

Sistem Outsourcing Dihapus

MEDAN-Rencana pemerintah untuk menghapus sistem outsourcing langsung direpon pihak pengusaha di Sumatera Utara. Kebijakan itu akan membuat mereka memilih memakai karyawan kontrak. Pasalnya, untuk memakai karyawan permanen dibutuhkan pemikiran panjang.

“Tidak semua pekerjaan itu bersifat terus-menerus, melainkan sementara, dan ini fakta. Kalau begini, apa mungkin kita mengambil karyawan permanen. Itu sama saja dengan membuat kita rugi,” ujar Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Laksamana Adyaksa kepada Sumut Pos, Rabu b(2/5).

Laksamana menambahkan, sistem kontrak yang nantinya juga akan diberlakukan oleh pengusaha dipastikan akan sesuai dengan peraturan yang ada. “Kita negara hukum jadi walau sistem kontrak yang dilakukan, pasti akan sesuai dengan peraturan,” tambah Laksamana.

Terkait dengan kesiapan para pengusaha dengan penghapusan outsourcing ini, Laksamana menyatakan bahwa mereka siap dengan segala kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah. “Dan, semoga pemerintah membuat kebijakan tersebut bukan hanya karena 1 kepentingan, melainkan sebaliknya kepentingan untuk semua,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, dalam bidang industri, kepentingan tersebut tersangkut pada 2 sektor, yaitu pelaku usaha dan pekerja. “Jadi, buatlah kebijakan tersebut dengan memandang kepentingan kita pengusaha dan juga para pekerja,” tambahnya.

Untung rugi dalam kebijakan ini juga sudah mulai dipelajari oleh pengusaha. “Dalam setiap kebijakan akan menimbulkan untung dan rugi, kalau kita hanya mengharapkan kepastian saja, tidak lebih. Seperti setiap tanggal 1 Mei, kita bigung mau buat apa, apakah libur atau absen bagi buruh. Karena kalau dilarang merayakan May Day, kita yang di amuk,” ungkapnya.

Apa yang diungkapkan Laksamana sudah dapat dibaca para pakar. Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Medan, M Ishak, bila outsourcing dihapuskan, maka ada kemungkinan perusahaan akan memilih tenaga kerja kontrak dengan jangka waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan dengan sistem outsourcing. “Outsourcing itu sebenarnya sebuah istilah ya, yang sama saja dengan kontrak. yang membedakan ini nantinya hanyalah perekrutan dan masa kerja, di mana perusahaan langsung yang melakukan dan waktunya sedikit lebih lama dibandingkan dengan outsourcing,” ujar Ishak, kemarin.

Jadi, bila bertambahnya tenaga kontrak juga tidak menjadi alasan akan kemakmuran bagi si tenaga kerja. “Ingat, intinya tenaga kerja meminta untuk menghapus outsourcing agar buruh dapat terjamin masa depannya. Tetapi kalau dikontrak apa bedanya?” tambah Ishak.

Nantinya, dalam kontrak, perusahaan akan menggunakan jangka waktu seperti 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, dan selanjutnya. Walau harus mengeluarkan uang untuk membayar Tunjangan Hari Raya, tetapi dengan sistem kontrak perusahaan akan dibebaskan dari yang namanya tunjangan hari tua. Dirinya menjelaskan, untuk jangka panjang dan jangka pendek yang diuntungkan dalam outsourcing ini adalah pengusaha. “Jangka pendek mereka tidak perlu mengeluarkan biaya produksi dalam perekrutan, sedangkan jangka panjang, mereka tidak perlu mengeluarkan dana pensiunan,” ungkapnya.

Dampak lain yang akan timbul dengan penghapusan outsourcing ini menurut Ishak adalah adanya kenaikan ongkos produksi. Pasalnya, perusahaan yang harus bekerja secara maksimal untuk mendapatkan tenaga kerja yang kompeten dan ini akan memakan waktu yang sedikit agak lama. Tetapi yang paling jelas terlihat dari penghapusan sistem jasa ini adalah pengangguran yang akan bertambah.

“Zaman teknologi tinggi ini, perusahaan akan membuka lowongan secara online, yang belum tentu diketahui oleh masyarakat. Nah, biasanya mereka mengantar ke perusahaan outsourcing, tapi dengan sistem online ini akan membuat mereka juga kehilangan kesempatan untuk bekerja,” jabar Ishak.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU), Jhon Tafbu Ritonga menuturkan, pada prinsipnya dengan dicabutnya sistem outsourcing semakin menandakan sistem perekonomian yang kapitalis.

“Sistem ini sudah terintegral. Sebenarnya, jika sistem ini dicabut makin kapitalis dari sistem outsourcing itu sendiri. Ini butuh pemahaman yang luas,” urainya.

Dengan kenyataan itu, lanjutnya, bagi orang-orang yang memiliki kemampuan, sebenarnya lebih terbuka peluang dengan sistem outsourcing. Artinya, orang-orang yang memiliki kemampuan itu bisa lebih mengeksplorasi kemampuannya dengan tidak bekerja di satu tempat saja.

“Hanya akan meletakkan orang-orang yang punya kemampuan untuk kerja di satu tempat saja. Maka dari itu, katakanlah buruh itu dianggap tidak memiliki kemampuan. Harusnya, buruh itu diberi pendidikan dan pengajaran, agar lebih memiliki kemampuan sehingga bisa mencari atau berpindah ke tempat kerja lainnya, yang lebih baik,” tegasnya.

Kenyataan ini jelas meresahkan bagi buruh yang menanti kepastian. Humas Dewan Buruh Sumatera Utara (DBSU), Erwin Manalu, menambahkan, kebijakan pemerintah tersebut sudah terlambat. “Kita sudah terlanjur sakit, baru dibuat kebijakan. Ini membuat kita apatis. Kalau memang terjadi dan kebijakan tersebut memang benar adanya, ya kita bersyukur. Tapi kalau tidak jadi, kita cuma bilang sudah biasa,” ungkapnya.

Erwin juga menegaskan untuk menolak sistem kontrak yang akan dilakukan sebagai pengganti outsourcing. “Apa bedanya kontrak dengan outsourcing? Tidak ada kok. Kita meminta agar perusahaan memperkerjakan karyawan dengan sistem permanen, bukan yang lain,” tambah Erwin.

Permintaan untuk dijadikan sebagai karyawan tetap bukanlah tanpa alasan, mengingat banyaknya pabrik yang menghasilkan produk yang bersifat reguler. “Jadi, kok kita dikontrak pula?” tegasnya. (ram/ari)

Sistem Outsourcing Dihapus

MEDAN-Rencana pemerintah untuk menghapus sistem outsourcing langsung direpon pihak pengusaha di Sumatera Utara. Kebijakan itu akan membuat mereka memilih memakai karyawan kontrak. Pasalnya, untuk memakai karyawan permanen dibutuhkan pemikiran panjang.

“Tidak semua pekerjaan itu bersifat terus-menerus, melainkan sementara, dan ini fakta. Kalau begini, apa mungkin kita mengambil karyawan permanen. Itu sama saja dengan membuat kita rugi,” ujar Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumut, Laksamana Adyaksa kepada Sumut Pos, Rabu b(2/5).

Laksamana menambahkan, sistem kontrak yang nantinya juga akan diberlakukan oleh pengusaha dipastikan akan sesuai dengan peraturan yang ada. “Kita negara hukum jadi walau sistem kontrak yang dilakukan, pasti akan sesuai dengan peraturan,” tambah Laksamana.

Terkait dengan kesiapan para pengusaha dengan penghapusan outsourcing ini, Laksamana menyatakan bahwa mereka siap dengan segala kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah. “Dan, semoga pemerintah membuat kebijakan tersebut bukan hanya karena 1 kepentingan, melainkan sebaliknya kepentingan untuk semua,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, dalam bidang industri, kepentingan tersebut tersangkut pada 2 sektor, yaitu pelaku usaha dan pekerja. “Jadi, buatlah kebijakan tersebut dengan memandang kepentingan kita pengusaha dan juga para pekerja,” tambahnya.

Untung rugi dalam kebijakan ini juga sudah mulai dipelajari oleh pengusaha. “Dalam setiap kebijakan akan menimbulkan untung dan rugi, kalau kita hanya mengharapkan kepastian saja, tidak lebih. Seperti setiap tanggal 1 Mei, kita bigung mau buat apa, apakah libur atau absen bagi buruh. Karena kalau dilarang merayakan May Day, kita yang di amuk,” ungkapnya.

Apa yang diungkapkan Laksamana sudah dapat dibaca para pakar. Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Medan, M Ishak, bila outsourcing dihapuskan, maka ada kemungkinan perusahaan akan memilih tenaga kerja kontrak dengan jangka waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan dengan sistem outsourcing. “Outsourcing itu sebenarnya sebuah istilah ya, yang sama saja dengan kontrak. yang membedakan ini nantinya hanyalah perekrutan dan masa kerja, di mana perusahaan langsung yang melakukan dan waktunya sedikit lebih lama dibandingkan dengan outsourcing,” ujar Ishak, kemarin.

Jadi, bila bertambahnya tenaga kontrak juga tidak menjadi alasan akan kemakmuran bagi si tenaga kerja. “Ingat, intinya tenaga kerja meminta untuk menghapus outsourcing agar buruh dapat terjamin masa depannya. Tetapi kalau dikontrak apa bedanya?” tambah Ishak.

Nantinya, dalam kontrak, perusahaan akan menggunakan jangka waktu seperti 1 tahun, 2 tahun, 3 tahun, dan selanjutnya. Walau harus mengeluarkan uang untuk membayar Tunjangan Hari Raya, tetapi dengan sistem kontrak perusahaan akan dibebaskan dari yang namanya tunjangan hari tua. Dirinya menjelaskan, untuk jangka panjang dan jangka pendek yang diuntungkan dalam outsourcing ini adalah pengusaha. “Jangka pendek mereka tidak perlu mengeluarkan biaya produksi dalam perekrutan, sedangkan jangka panjang, mereka tidak perlu mengeluarkan dana pensiunan,” ungkapnya.

Dampak lain yang akan timbul dengan penghapusan outsourcing ini menurut Ishak adalah adanya kenaikan ongkos produksi. Pasalnya, perusahaan yang harus bekerja secara maksimal untuk mendapatkan tenaga kerja yang kompeten dan ini akan memakan waktu yang sedikit agak lama. Tetapi yang paling jelas terlihat dari penghapusan sistem jasa ini adalah pengangguran yang akan bertambah.

“Zaman teknologi tinggi ini, perusahaan akan membuka lowongan secara online, yang belum tentu diketahui oleh masyarakat. Nah, biasanya mereka mengantar ke perusahaan outsourcing, tapi dengan sistem online ini akan membuat mereka juga kehilangan kesempatan untuk bekerja,” jabar Ishak.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Sumatera Utara (USU), Jhon Tafbu Ritonga menuturkan, pada prinsipnya dengan dicabutnya sistem outsourcing semakin menandakan sistem perekonomian yang kapitalis.

“Sistem ini sudah terintegral. Sebenarnya, jika sistem ini dicabut makin kapitalis dari sistem outsourcing itu sendiri. Ini butuh pemahaman yang luas,” urainya.

Dengan kenyataan itu, lanjutnya, bagi orang-orang yang memiliki kemampuan, sebenarnya lebih terbuka peluang dengan sistem outsourcing. Artinya, orang-orang yang memiliki kemampuan itu bisa lebih mengeksplorasi kemampuannya dengan tidak bekerja di satu tempat saja.

“Hanya akan meletakkan orang-orang yang punya kemampuan untuk kerja di satu tempat saja. Maka dari itu, katakanlah buruh itu dianggap tidak memiliki kemampuan. Harusnya, buruh itu diberi pendidikan dan pengajaran, agar lebih memiliki kemampuan sehingga bisa mencari atau berpindah ke tempat kerja lainnya, yang lebih baik,” tegasnya.

Kenyataan ini jelas meresahkan bagi buruh yang menanti kepastian. Humas Dewan Buruh Sumatera Utara (DBSU), Erwin Manalu, menambahkan, kebijakan pemerintah tersebut sudah terlambat. “Kita sudah terlanjur sakit, baru dibuat kebijakan. Ini membuat kita apatis. Kalau memang terjadi dan kebijakan tersebut memang benar adanya, ya kita bersyukur. Tapi kalau tidak jadi, kita cuma bilang sudah biasa,” ungkapnya.

Erwin juga menegaskan untuk menolak sistem kontrak yang akan dilakukan sebagai pengganti outsourcing. “Apa bedanya kontrak dengan outsourcing? Tidak ada kok. Kita meminta agar perusahaan memperkerjakan karyawan dengan sistem permanen, bukan yang lain,” tambah Erwin.

Permintaan untuk dijadikan sebagai karyawan tetap bukanlah tanpa alasan, mengingat banyaknya pabrik yang menghasilkan produk yang bersifat reguler. “Jadi, kok kita dikontrak pula?” tegasnya. (ram/ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/