MEDAN- Ruang gerak penjual rokok, iklan, promosi, dan sponsor rokok terancam semakin menyempit.
Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (Ranperda KTR) Kota Medan saat ini tengah digodok untuk membatasi ruang gerak rokok. Usulan terbaru, penjual rokok beserta seluruh promosinya dilarang berada radius 50 meter khusus untuk sarana belajar mengajar dan sarana kesehatan.
“Pada Bab V Pasal 10 butir C disebutkan, khusus untuk instansi pendidikan, penjual rokok tidak boleh menjual rokok dengan radius 10 meter.
Fraksi PDIP meminta agar bunyi butir C tersebut diubah menjadi: khusus untuk sarana belajar mengajar dan sarana kesehatan, dilarang untuk penjualan, iklan, promosi, dan sponsor rokok dengan radius 50 meter,” kata Ketua Fraksi PDIP DPRD Medan, Hasyim SE, saat menyampaikan pandangan umum fraksinya terkait Ranperda KTR di Gedung DPRD Medan, Kamis (2/5).
Ia mengharapkan, kehadiran Perda KTR tidak hanya sekadar memenuhi tuntutan Pasal 115 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menegaskan pemerintah daerah wajib menetapkan KTR di wilayahnya. “Dalam menetapkan kawasan tanpa rokok, faktor partisipatif masyarakat harus dipertimbangkan, karena hal tersebut sangat mempengaruhi terselenggaranya Perda KTR ini dengan baik. Kami menguslkan agar bunyi Bab II Pasal 2 ditambahkan satu butir yaitu butir (f) Partisipatif,” ujarnya.
Adapun Fraksi Partai Golkar DPRD Medan mempertanyakan kesiapan Pemko Medan menjalankan Ranperda KTR, yang diajukan Pemko ke DPRD untuk disahkan menjadi Perda.
“Setelah kami menelaah draf Ranperda KTR, ada sejumlah pasal-pasal rancu. Pemko dinilai hanya melakukan survei opini publik terkait dampak merokok bagi kesehatan, perekonomian dan sosial. Itupun hanya di 8 kecamatan. Apakah sudah disosialisasikan dampak merokok bagi kesehatan, perekonomian dan social?” kata anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Medan, Drs Airnal Mardiah, saat menyampaikan pandangan umum fraksinya.
Pasal-pasal yang dinilai rancu dalam draf Ranperda KTR tersebut adalah Pasal 10 yang menyebutkan setiap pemilik, pengelola, manajer, pimpinan dan penanggung jawab kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok, dilarang menyediakan tempat untuk merokok, dilarang menyediakan asbak dan atau rokok.
“Konsideran tesebut sudah termaktub di Pasal 7 ayat 1,2, dan 3. Sebaiknya pada Pasal 10 diganti dengan khusus untuk instansi pendidikan, penjual rokok tidak boleh merokok dan menjual rokok dengan radius 10 meter,” kata Ainal.
Selanjutnya, pada Bab III Hak dan Kewajiban, lanjut Ainal, sebaiknya ditambah Pasal atau Bab, setiap pemilik, pengelola, manajemen dan pimpinan unit satuan kerja menyediakan tempat khusus untuk merokok dan alat hisap udara, sehingga tidak mengganggu kesehatan bagi yang tidak merokok.
Pada Bab VIII Saksi, Pasal 19 ayat 1 dan ayat 2 terkait pelanggaran dan tindak pidana, Fraksi Partai Golkar menguslkan agar pasal tersebut dihapus karena pelanggaran-pelanggaran sudah termaktub di Pasal 20 sampai dengan Pasal 27. “Sebaiknya pasal tersebut dihapus saja, sebab nantinya disalahgunakan petugas yang akhirnya menjadi beban masyarakat Kota Medan,” tandas Ainal.
Melihat pentingnya Perda ini, Fraksi Partai Golkar menyarankan agar dibentuk panitia khusus (Pansus) untuk meneliti konsiderans bab, pasal, dan ayat.
Fraksi Partai Demokrat DPRD Medan dalam pandangan umumnya yang disampaikan Syamsul Bahri menyebutkan, Perda tentang KTR ini patut diberlakukan agar setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan terhadap bahaya rokok yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. “Uuntuk memberlakukanya, kami minta supaya dikaji secara mendalam,” kata Syamsul Bahri. (mag-7)