30.5 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Keuangan Pemkab Simalungun Amburadul, Banyak Temuan BPK RI Terungkap

Suasana rapat di DPRD Simalungun, Senin (1/7). (Arianto Girsang/Metro Siantar)

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Panitia Kerja (Panja) DPRD Simalungun mengungkap segudang temuan BPK RI dalam rapat Paripurna atas Laporan Keuangan Pemkab Simalungun Tahun Anggaran 2018 di ruang rapat DPRD Simalungun, Senin (1/7/19).

Rapat Paripurna tersebut dipimpin Wakil Ketua DPRD Simalungun Ir Rospita Sitorus, Timbul Jaya Sibarani, Saut Fao Sinaga dihadiri Sekda Kabupaten Simalungun Drs Gideon Purba serta puluhan Kepala Dinas dan beberapa Anggota DPRD.

Abu Sofyan Siregar selaku pelapor Panja DPRD mengatakan pokok-pokok kelemahan dalam sistem pengendalian intern yang ditemukan BPK RI yakni realisasi belanja langsung sebesar Rp78 miliar lebih melampaui anggaran dan penganggaran pendapatan tidak rasional sebesar Rp503 miliar.

Selain penatausahaan persediaan belum tertib, juga ditemukan penyajian nilai investasi jangka panjang permanen tidak wajar, serta penatausahaan dan pencatatan aset tetap belum tertib.

“Tidak hanya itu, juga pengelolaan dana BOS tidak sesuai ketentuan dan saldo kas dana BOS sebesar Rp3,845 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya,” ucapnya.

Menurut Abu Sofyan Siregar, pokok-pokok temuan BPK ada kecurangan dan ketidakpatutan dalam pengujian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan pada Pemkab. Yakni pendapatan pajak restoran atas kegiatan organisasi perangkat daerah (OPD) belum disetor sebesar Rp510 juta dan terlambat disetor sebesar Rp124 juta.

“Temuan BPK RI bahwa Pendapatan sewa atas pemanfaatan kekayaan daerah kurang disetor sebesar Rp210 juta. Pembayaran tunjangan keluarga dan tunjangan beras anggota DPRD melebihi ketentuan sebesar Rp19 juta lebih. Pembayaran tunjangan pimpinan dan anggota DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp4,498 miliar. Dan, pembayaran tunjangan transportasi anggota DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp459 juta,” sebutnya.

Masih banyak lagi, pembayaran honorarium kegiatan pada tiga OPD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp96 juta lebih, realisasi pembayaran belanja perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan sebesar Rp87 juta lebih, pelaksanaan pekerjaan jasa konsultan tidak sesuai kontrak sebesar Rp96 juta lebih, pengadaan perlengkapan alat pelatihan pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) tidak sesuai kontrak sebesar Rp48 juta.

“Juga Pelaksanaan 31 pekerjaan pada dua OPD tidak sesuai kontrak sebesar Rp3,649 miliar dan belum dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp9 juta lebih, pelaksanaan tiga pekerjaan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tidak sesuai kontrak sebesar Rp186 juta lebih dan belum dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp1,2 juta. Pelaksanaan pekerjaan pada tiga OPD mengalami keterlambatan dan belum dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp713 juta lebih,” imbuhnya.

Akibat kebijakan Pemkab Simalungun, laporan realisasi keuangan mengalami defisit 13,48 persen melebihi batas maksimal yang ditetapkan yaitu sebesar 5,68 persen setara dengan Rp171 miliar lebih.

Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2017 mencapai 10,29 % melampaui batas yang ditentukan 3,25 % atau setara dengan Rp162 miliar lebih.

“Kondisi tersebut dapat dilihat bahwa kerja sama pemanfaatan aset senilai Rp56 miliar atas 10 bidang aset kepada pihak ketiga selama 30 tahun dari 2013 hingga 2043 dinilai bertentangan kepada Permendagri nomor 19 tahun 2016 tentang pengelolaan barang milik daerah. Akibat kebijakan tersebut Pemkab Simalungun mengalami kehilangan potensi pendapatan secara periodik, BPK RI merekomendasikan supaya direvisi atau dihentikan. Namun sampai saat ini belum dilakukan tindak lanjut,” cetusnya.

Abu Sofyan Siregar menambahkan, Peraturan Bupati (Perbup) tentang perubahan penjabaran APBD tahun anggaran 2018 sebanyak empat kali. Hal ini bertentangan dengan undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

“Sesuai uji petik yang dilakukan BPK RI atas pekerjaan yang dilakukan Dinas PUPR senilai Rp1,757 miliar dengan metode pengadaan langsung. Kegiatan tersebut tidak ditampung dalam Perda nomor 1 tentang APBD tahun anggaran 2018. Atas sembilan paket pekerjaan tersebut, BPK RI menemukan kekurangan volume sebesar Rp472 juta lebih atau setara dengan 26,86 persen,” ungkapnya.

Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2017 ketika Pemkab Simalungun melakukan sistem penunjukan langsung (PL) pengadaan barang dan jasa atas pekerjaan sebesar Rp27,6 miliar lebih dengan nilai kekurangan volume sebesar Rp916 juta lebih.

Dimana kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 54 tahun 2010 sebagaimana diubah dengan Perpres nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa.

Atas kebijakan tersebut BPK RI merekomendasikan untuk membatalkan kesepakatan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan kegiatan tersebut karena berpotensi merugikan keuangan daerah.

Berdasarkan hasil temuan BPK RI tersebut sesuai hasil pembahasan Panja DPRD Kabupaten Simalungun, merekomendasikan kepada Bupati Simalungun DR JR Saragih agar memperhatikan kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintah, efektifitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku sehingga opini atas laporan keuangan dapat ditingkatkan.

“Panja DPRD Simalungun meminta Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Simalungun selaku Koordinator TAPD melakukan evaluasi dan revisi kerja sama pemanfaatan aset kepada pihak ketiga. Menginventarisir aset bergerak yang masih dikuasai instansi vertikal dan pihak lain agar mempersiapkan prosedur pemakaiannya sebagaimana amanat Permendagri 19 tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan barang milik daerah,” tandasnya.

Setelah rapat diskor, Sekda Drs Gideon Purba saat diwawancarai wartawan belum mau dikonfirmasi.

“Saat ini no komen dulu. Nanti hari Rabu depan saya jawab dalam rapat Paripurna,” singkatnya sambil berlalu menaiki mobilnya. (Mag05/des/ms/sp)

Suasana rapat di DPRD Simalungun, Senin (1/7). (Arianto Girsang/Metro Siantar)

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Panitia Kerja (Panja) DPRD Simalungun mengungkap segudang temuan BPK RI dalam rapat Paripurna atas Laporan Keuangan Pemkab Simalungun Tahun Anggaran 2018 di ruang rapat DPRD Simalungun, Senin (1/7/19).

Rapat Paripurna tersebut dipimpin Wakil Ketua DPRD Simalungun Ir Rospita Sitorus, Timbul Jaya Sibarani, Saut Fao Sinaga dihadiri Sekda Kabupaten Simalungun Drs Gideon Purba serta puluhan Kepala Dinas dan beberapa Anggota DPRD.

Abu Sofyan Siregar selaku pelapor Panja DPRD mengatakan pokok-pokok kelemahan dalam sistem pengendalian intern yang ditemukan BPK RI yakni realisasi belanja langsung sebesar Rp78 miliar lebih melampaui anggaran dan penganggaran pendapatan tidak rasional sebesar Rp503 miliar.

Selain penatausahaan persediaan belum tertib, juga ditemukan penyajian nilai investasi jangka panjang permanen tidak wajar, serta penatausahaan dan pencatatan aset tetap belum tertib.

“Tidak hanya itu, juga pengelolaan dana BOS tidak sesuai ketentuan dan saldo kas dana BOS sebesar Rp3,845 miliar tidak dapat diyakini kewajarannya,” ucapnya.

Menurut Abu Sofyan Siregar, pokok-pokok temuan BPK ada kecurangan dan ketidakpatutan dalam pengujian kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan pada Pemkab. Yakni pendapatan pajak restoran atas kegiatan organisasi perangkat daerah (OPD) belum disetor sebesar Rp510 juta dan terlambat disetor sebesar Rp124 juta.

“Temuan BPK RI bahwa Pendapatan sewa atas pemanfaatan kekayaan daerah kurang disetor sebesar Rp210 juta. Pembayaran tunjangan keluarga dan tunjangan beras anggota DPRD melebihi ketentuan sebesar Rp19 juta lebih. Pembayaran tunjangan pimpinan dan anggota DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp4,498 miliar. Dan, pembayaran tunjangan transportasi anggota DPRD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp459 juta,” sebutnya.

Masih banyak lagi, pembayaran honorarium kegiatan pada tiga OPD tidak sesuai ketentuan sebesar Rp96 juta lebih, realisasi pembayaran belanja perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan sebesar Rp87 juta lebih, pelaksanaan pekerjaan jasa konsultan tidak sesuai kontrak sebesar Rp96 juta lebih, pengadaan perlengkapan alat pelatihan pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) tidak sesuai kontrak sebesar Rp48 juta.

“Juga Pelaksanaan 31 pekerjaan pada dua OPD tidak sesuai kontrak sebesar Rp3,649 miliar dan belum dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp9 juta lebih, pelaksanaan tiga pekerjaan pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tidak sesuai kontrak sebesar Rp186 juta lebih dan belum dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp1,2 juta. Pelaksanaan pekerjaan pada tiga OPD mengalami keterlambatan dan belum dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp713 juta lebih,” imbuhnya.

Akibat kebijakan Pemkab Simalungun, laporan realisasi keuangan mengalami defisit 13,48 persen melebihi batas maksimal yang ditetapkan yaitu sebesar 5,68 persen setara dengan Rp171 miliar lebih.

Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2017 mencapai 10,29 % melampaui batas yang ditentukan 3,25 % atau setara dengan Rp162 miliar lebih.

“Kondisi tersebut dapat dilihat bahwa kerja sama pemanfaatan aset senilai Rp56 miliar atas 10 bidang aset kepada pihak ketiga selama 30 tahun dari 2013 hingga 2043 dinilai bertentangan kepada Permendagri nomor 19 tahun 2016 tentang pengelolaan barang milik daerah. Akibat kebijakan tersebut Pemkab Simalungun mengalami kehilangan potensi pendapatan secara periodik, BPK RI merekomendasikan supaya direvisi atau dihentikan. Namun sampai saat ini belum dilakukan tindak lanjut,” cetusnya.

Abu Sofyan Siregar menambahkan, Peraturan Bupati (Perbup) tentang perubahan penjabaran APBD tahun anggaran 2018 sebanyak empat kali. Hal ini bertentangan dengan undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

“Sesuai uji petik yang dilakukan BPK RI atas pekerjaan yang dilakukan Dinas PUPR senilai Rp1,757 miliar dengan metode pengadaan langsung. Kegiatan tersebut tidak ditampung dalam Perda nomor 1 tentang APBD tahun anggaran 2018. Atas sembilan paket pekerjaan tersebut, BPK RI menemukan kekurangan volume sebesar Rp472 juta lebih atau setara dengan 26,86 persen,” ungkapnya.

Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2017 ketika Pemkab Simalungun melakukan sistem penunjukan langsung (PL) pengadaan barang dan jasa atas pekerjaan sebesar Rp27,6 miliar lebih dengan nilai kekurangan volume sebesar Rp916 juta lebih.

Dimana kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 54 tahun 2010 sebagaimana diubah dengan Perpres nomor 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa.

Atas kebijakan tersebut BPK RI merekomendasikan untuk membatalkan kesepakatan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan kegiatan tersebut karena berpotensi merugikan keuangan daerah.

Berdasarkan hasil temuan BPK RI tersebut sesuai hasil pembahasan Panja DPRD Kabupaten Simalungun, merekomendasikan kepada Bupati Simalungun DR JR Saragih agar memperhatikan kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi pemerintah, efektifitas sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku sehingga opini atas laporan keuangan dapat ditingkatkan.

“Panja DPRD Simalungun meminta Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Simalungun selaku Koordinator TAPD melakukan evaluasi dan revisi kerja sama pemanfaatan aset kepada pihak ketiga. Menginventarisir aset bergerak yang masih dikuasai instansi vertikal dan pihak lain agar mempersiapkan prosedur pemakaiannya sebagaimana amanat Permendagri 19 tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan barang milik daerah,” tandasnya.

Setelah rapat diskor, Sekda Drs Gideon Purba saat diwawancarai wartawan belum mau dikonfirmasi.

“Saat ini no komen dulu. Nanti hari Rabu depan saya jawab dalam rapat Paripurna,” singkatnya sambil berlalu menaiki mobilnya. (Mag05/des/ms/sp)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/