27.8 C
Medan
Friday, May 31, 2024

Jangan Beri Izin Bangun di DAS

Sutan siregar/sumutpos
BANJIR: Seorang bocah lelaki menikmati mandi di merendaman banjir di Kampung Aur Medan, beberapa waktu lalu. Banjir yang terjadi di Kota Medan akibat luapan air sungai, dampak dari didirikannya bangunan di Daerah Aliran Sungai (DAS).

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Banjir yang terjadi di Kota Medan baru-baru ini akibat luapan air sungai, tak lepas dari dampak didirikannya bangunan di daerah aliran sungai (DAS). Dengan kata lain, ada izin yang diberikan untuk membangun Ketua Komisi D DPRD Medan Parlaungan Simangunsong mendesak kepada Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) untuk tidak memberikan izin kepada pengembang yang akan mendirikan bangunan atau sejenisnya di DAS. Sebab, selain berisiko juga dapat menggangu resapan air sungai.

“Sudah jelas-jelas ada aturan yang melarang kalau tidak salah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengairan serta Peraturan Pemerintah No.38/2011 tentang Sungai. Aturan tersebut menegaskan, 10-20 meter dari bibir sungai atau sempadan dilarang untuk dibangun. Sebab, sungai termasuk sempadan, yang artinya adalah milik negara,” ungkap Parlaungan, Selasa (2/10).

Masalahnya, lanjut dia, sesudah aturan ditetapkan penyerobotan bantaran sungai terus terjadi. Pemerintah membiarkan tanah negara diserobot, bahkan dimiliki secara pribadi.

Tidak sedikit warga yang memegang sertifikat hak milik (SHM) atas sepetak tanah di bantaran yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional.

Kondisi diperparah dengan pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) kepada pemegang sertifikat tanah bantaran.”Bukti pemerintah membiarkan dan melanggar aturan bisa dilihat dari keberadaan permukiman dan bangunan komersial di bantaran Sungai Deli dari hulu ke hilir,” sebut Parlaungan.

Untuk itu, sambungnya, dia berharap aturan terkait larangan bagi masyarakat untuk mendirikan bangunan atau yang menetap di daerah bantaran sungai harus ditertibkan. Dengan begitu, bantaran sungai dapat dikembalikan ke fungsinya semula.

“Usulan DPRD Kota Medan terhadap Pemko Medan agar melakukan pengorekan di seluruh sungai-sungai di Kota Medan harus secepatnya dapat dilakukan. Hal ini mengingat banyaknya sungai yang sudah mengalami pendangkalan,” tegas dia.

Oleh sebab itu, Pemko Medan harus berkoordinasi dengan Badan Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II untuk melakukan pengorekan di seluruh bibir sungai yang sudah mengalami pendangkalan. Apabila, debit air meninggi maka air tidak meluap dari sungai dan tidak menyebabkan banjir.

Sementara, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sebelumnya mengatakan, solusi penanganan banjir masih terus diupayakan agar segera teratasi. Terkait penggusuran rumah warga yang berada di bantaran sungai, Eldin menyebutkan tidak bisa langsung dilakukan.

“Tidak bisa main gusur-gusur aja karena ada aturannya. Terkecuali, kalau memang mendirikan bangunan menyalahi aturan dan bahkan berdiri di atas tanah yang bukan miliknya,” katanya beberapa waktu lalu.

Menurut Eldin, sesuai aturan 15 meter dari bibir sungai tidak boleh didirikan bangunan. Sekalipun itu memiliki alas hak, tidak ada masalah. “Dia harus bongkar sendiri, kalau tidak kita yang bongkar. Tidak ada gant rugi, karena memang sudah melanggar aturan,” ujarnya.

Eldin menambahkan, lain halnya apabila sungai sudah dibangun bronjong dan dilakukan pengorekan, kemungkinan didirikan bangunan bisa saja. (ris/ila)

Sutan siregar/sumutpos
BANJIR: Seorang bocah lelaki menikmati mandi di merendaman banjir di Kampung Aur Medan, beberapa waktu lalu. Banjir yang terjadi di Kota Medan akibat luapan air sungai, dampak dari didirikannya bangunan di Daerah Aliran Sungai (DAS).

MEDAN,SUMUTPOS.CO – Banjir yang terjadi di Kota Medan baru-baru ini akibat luapan air sungai, tak lepas dari dampak didirikannya bangunan di daerah aliran sungai (DAS). Dengan kata lain, ada izin yang diberikan untuk membangun Ketua Komisi D DPRD Medan Parlaungan Simangunsong mendesak kepada Pemerintah Kota Medan melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) untuk tidak memberikan izin kepada pengembang yang akan mendirikan bangunan atau sejenisnya di DAS. Sebab, selain berisiko juga dapat menggangu resapan air sungai.

“Sudah jelas-jelas ada aturan yang melarang kalau tidak salah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengairan serta Peraturan Pemerintah No.38/2011 tentang Sungai. Aturan tersebut menegaskan, 10-20 meter dari bibir sungai atau sempadan dilarang untuk dibangun. Sebab, sungai termasuk sempadan, yang artinya adalah milik negara,” ungkap Parlaungan, Selasa (2/10).

Masalahnya, lanjut dia, sesudah aturan ditetapkan penyerobotan bantaran sungai terus terjadi. Pemerintah membiarkan tanah negara diserobot, bahkan dimiliki secara pribadi.

Tidak sedikit warga yang memegang sertifikat hak milik (SHM) atas sepetak tanah di bantaran yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional.

Kondisi diperparah dengan pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) kepada pemegang sertifikat tanah bantaran.”Bukti pemerintah membiarkan dan melanggar aturan bisa dilihat dari keberadaan permukiman dan bangunan komersial di bantaran Sungai Deli dari hulu ke hilir,” sebut Parlaungan.

Untuk itu, sambungnya, dia berharap aturan terkait larangan bagi masyarakat untuk mendirikan bangunan atau yang menetap di daerah bantaran sungai harus ditertibkan. Dengan begitu, bantaran sungai dapat dikembalikan ke fungsinya semula.

“Usulan DPRD Kota Medan terhadap Pemko Medan agar melakukan pengorekan di seluruh sungai-sungai di Kota Medan harus secepatnya dapat dilakukan. Hal ini mengingat banyaknya sungai yang sudah mengalami pendangkalan,” tegas dia.

Oleh sebab itu, Pemko Medan harus berkoordinasi dengan Badan Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II untuk melakukan pengorekan di seluruh bibir sungai yang sudah mengalami pendangkalan. Apabila, debit air meninggi maka air tidak meluap dari sungai dan tidak menyebabkan banjir.

Sementara, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin sebelumnya mengatakan, solusi penanganan banjir masih terus diupayakan agar segera teratasi. Terkait penggusuran rumah warga yang berada di bantaran sungai, Eldin menyebutkan tidak bisa langsung dilakukan.

“Tidak bisa main gusur-gusur aja karena ada aturannya. Terkecuali, kalau memang mendirikan bangunan menyalahi aturan dan bahkan berdiri di atas tanah yang bukan miliknya,” katanya beberapa waktu lalu.

Menurut Eldin, sesuai aturan 15 meter dari bibir sungai tidak boleh didirikan bangunan. Sekalipun itu memiliki alas hak, tidak ada masalah. “Dia harus bongkar sendiri, kalau tidak kita yang bongkar. Tidak ada gant rugi, karena memang sudah melanggar aturan,” ujarnya.

Eldin menambahkan, lain halnya apabila sungai sudah dibangun bronjong dan dilakukan pengorekan, kemungkinan didirikan bangunan bisa saja. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/